Saturday, August 31, 2013

ADA CERITA (18)

NYANYIAN HATI
Oleh : Oesman Doblank


DELAPAN BELAS


         Marwan  duduk di depan isterinya, menghadap ke Mirna. Ia merasa, dalam kondisi fit, mampu mengendalikan emosinya
         “ Kita harus mulai saling bicara, dan terbuka“ Marwan mulai bicara agar kebisuan diantara mereka sirna. Sungguh hebat, karena Marwan memang mampu mengendalikan emosinya
         Marwan  hanya menginginkan sang isteri menjelaskan mengapa dirinya  jadi gemar berkumpul dengan para tetangga saat suaminya berangkat dan berada di kantor untuk  mencari nafkah. Mengapa ia  rela tertangkap tangan saat sedang terlena, bergibah bersama di rumah bu Maemunah.
         Setelahnya, yang Marwan inginkan sangat sederhana. Isterinya mau mengakui kesalahannya. Segera meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.
         “ Apa lagi yang mau dibicarakan?” kata Mirna, yang akhirnya  memang mulai bicara.
         Dan ketika kebisuan sudah berubah, suasana yang mulai mencair seperti menandakan adanya keinginan dua pihak untuk menyelesaikan masalah.
         Hanya, menurut Marwan, caranya sangat tidak patut.
         Mestinya, tentu saja biasa-biasa saja, tidak malah mengucap dengan cara yang ketus. Tak perlu terus menerus menahan kesal atau rasa malu. Juga tak perlu cemberut seperti itu. Toh, ia isterinya dan meski suami nya berhasil menangkap tangan isterinya, Marwan, tak punya maksud untuk memanfaatkan momen sebagai alat untuk menekan atau menyudutkan Mirna. Sama sekali tidak
         “Menurut kamu, apakah memang tidak ada lagi yang layak dan mesti kita bicarakan?” Marwan malah bertanya, dengan nada datar dan tetap mengendalikan emosinya.
         Mawan benar-benar konsekwen dengan sikap nya, yang sama sekali tidak memanfaatkan kesempatan untuk  menekan atau menyudutkan isterinya. Padahal, bisa saja memvonis karena isterinya tak hanya kata orang telah melakukan hal yang tidak disukai Marwan. Tapi, Marwan sendiri yang mendapatkan sang isteri berada di rumah seseorang, dan saat ditelpon dengan sangat yakin dan sok jujur, mengaku tengah sibuk menyiram bunga.
        “ Kalau pun ada, untuk apa? “ Mirna malah kelihatan kesulitan mencairkan emosi
        “Untuk apa? Menjelaskan, misalnya, agar saya tahu mengapa kamu kok mau dan bisa  melakukan hal yang tak perlu bahkan sangat tidak disukai karena Tuhan melarang hambanya bergibah “
        “Apalagi yang harus dijelaskan? Faktanya, toh, sudah di tangan abang “
        “Yaa..tapi alasan dan sebab musabab yang membuat kamu jadi bersikap norak seperti ini, saya belum tahu. Jadi, saya mohon, tolong kamu jelaskan agar saya tahu” 
        “Mirna sendiri tidak tahu persis, kok. Awalnya, hanya ngobrol di warung saat sama-sama belanja. La lu, akhirnya abang mendapatkan isteri abang sedang di rumah tetangga “ 
        “Ooooh. Lalu, kemesraan yang mama hadirkan se saat sebelum saya ketemu mama,  maksudnya untuk apa ?”



Bersambung……..

Thursday, August 29, 2013

ADA CERITA (17)

NYANYIAN HATI
Oleh: Oesman Doblank


TUJUH BELAS


         Dan yang terpenting, karena Marwan bertekad un tuk membangun keluarga sakinah. Keluarga yang dengan segenap kelebihan  dan kekurangan yang ada, saling berusaha untuk memaklumi dan menjadikan ke salahan suami atau isteri sebagai sarana dan prasarana untuk menciptakan keharmonisan. Bukan untuk me ngembangkannya menjadi konflik yang menda lam dan akhirnya hanya berbuah ketidak-har monisan.
          Untuk itu, Marwan harus membuktikan, kalau ia adalah suami yang baik. Suami yang memiliki integritas dan semangat untuk kesaki nahan Bisa memaklumi dan juga mencari solu si. Bisa menjelaskan dan sekaligus menyadar kan, sehingga isteri yang merasa bersalah, lebih berkeinginan memperbaki kesalahannya dan bu kan lebih ingin mengulang bahkan merancang untuk kembali melakukan  kesalahan yang sama
          Padahal,  kesalahan Mirna sangat nyata. Bisa dikategorikan telah melakukan kesalahan fatal. Tertang kap tangan sedang di rumah tetangga. Tertangkap lang sung, setelah sebelumnya sengaja berdusta. Memanfaat kan sikap mesra untuk mengelabui suaminya, yang dikira benar-benar sedang di kantor saat ia mengatakan sedang berada di halaman rumah dan baru akan menyiram tanaman
         Keinginan memberi maaf pada Mirna dan kei nginan untuk tetap membimbing isterinya, juga harus riil. Yang lantas diharapkan, Mirna tak sekedar menger ti. Tapi, juga mau memahami. Jika itu yang terjadi, iste rinya pasti bisa memperbaki kekeliruannya dengan mu dah. Bahkan, Mirna bisa kembali berangkat  dari halte kesalahan, dan selamat sampai ke tujuan yang diingin kan. Yaitu,  terminal kebaikan.
         Jika semua yang diperkirakan dapat diwujud-nyatakan, tak cuma membuat Mirna bisa memperkuat pendiriannya menjadi tidak goyah. Tapi keinginan yang kuat untuk selalu memperbaiki kekeliruan, akan menjelma dengan sendirinya
         Karena Mirna tak menyahut, tak memberi kunci rumah yang barusan diminta suaminya, Marwan  me ngikuti Mirna yang bergegas melangkah ke sepeda motor mereka. Marwan tak melihat, dari dalam rumah, Bu Maemunah dan beberapa ibu lain, mengintip mere ka
         Begitu tenang Marwan,saat menghidupkan mesin motornya. Begitu mampu Marwan diam - tak lagi ber tanya, meski gemuruh di dadanya bagai gelombang sa mudra. Marwan harus mampu mengkondisikan dirinya seperti itu, karena jika tidak, ia pasti akan memperla kukan Mirna dengan cara yang beda. Terlebih, Mirna yang dengan terpaksa  naik ke motor, sama sekali tak bersuara. Ia tetap membisu.
         Marwan merasa tak perlu  bertanya atau memper tanyakan, karena ia tahu apa hasilnya. Kebisuan Mirna yang dalam kondisi mental terpuruk, tetap hanya mela hirkan kebisuan, meski ia bertanya dengan cara mem bentak
         Bahkan, sampai di ruang tamu rumah mereka, Mirna tetap  membisu. Tak punya keberanian menatap Marwan. Mirna hanya mampu menatap lantai ruang ta mu.
         Marwan membiarkan Mirna yang duduk di kursi ruang tamu, dalam posisi batiniah yang serba salah. Se telah mengambil dua gelas air mineral, Marwan meng hampiri isterinya. Satu air mineral gelas diletakkan di depan Mirna. Setelah meminta agar isterinya minum air putih yang ia berikan, Marwan mereguk air dari gelas di tangan kanannya.




Bersambung……..

Friday, August 23, 2013

ADA CERITA (16)

NYANYIAN HATI
Oleh : Oesman Doblank


ENAM BELAS
         

         Marwan yakin, isterinya ada di dalam karena dia mengenali sepasang sandal yang berserakan di bawah batas teras rumah bu Maemunah, yang memang asri dan nampaknya sepi tapi di dalam berisi ibu ibu yang boleh jadi sedang asyik berkonfrensi tingkat gossip tinggi.
          Setelah menarik nafas panjang, Marwan yang berdiri di luar pagar mengucap salam, dan setelahnya Marwan mengetukkan gembok yang masih nyantel di pintu pagar.
          Marwan tak hanya yakin kalau isterinya, Mirna, ada di dalam rumah bu Maemunah. Meski bukan pegawai jawatan pedadaian, Marwan yang sebenarnya sangat emosi, juga yakin,  bisa menghadapi  masalah tanpa masalah, meski penyelesaiannya tidak diyakini bakal bebas dari masalah.Meski begitu, Marwan yang emosional tetap berpendirian, kalau yang dia inginkan bukan bukan menjadikan kesalahan isterinya untuk disudutkan. Tapi, dia lebih ingin bagaimana kesalahan sang isteri nantinya bisa diperbaiki.
         Bu Maemunah, tak mengira, yang mengucap salam dan mengetuk ngetukkan gembok besar ke besi pagar, seorang lelaki yang sudah sangat dia kenal. Saat  melihat tamunya, Bu Maemunah ter kejut. Tubuhnya  gemetar. Jika ia tahu, yang nampak je las di pelupuk matanya adalah suami Mirna, sumpah, sebulan pun ia rela berdiam diri di rumah. Memilih tetap di dalam rumah selama sebulan, jauh lebih baik timbang melihat sekejap sosok Marwan yang berdiri di luar pagar rumahnya.
         Marwan tahu, mengapa bu Maemunah nampak gugup dan tak bisa menyembunyikan rasa bersalahnya Tapi, Marwan sama sekali tak bermaksud mempermalu kan bu Maemunah. Ia tetap menyapa dengan ramah dan seolah tak terjadi apa-apa
          “ Apa kabar, bu Mun. Boleh minta tolong pang gilkan isteri saya ?”
          “Bo..boleh..Ba…ba..baik, pak. Se..sebentar, saya panggilkan,” sahut Bu Maemunah.
         Marwan hanya tersenyum. Sama sekali tidak sinis, saat bu Maemunah  bergegas masuk ke dalam ru mahnya Tak lama, Marwan melihat isterinya ke luar da ri dalam rumah bu Maemunah. Sesaat, Mirna menatap ke arah Marwan. Selebihnya, wajahnya yang sudah merona merah hanya menancapkan tatapan kedua matanya ke tanah. Marni tak berani lagi mengangkat wajah. Terlebih, menatap suaminya
         “ Boleh abang minta kunci rumah ?” Tanya Mar wan, saat  Mirna sudah didekatnya. Ia tak memanfa atkan sikon untuk meletupkan emosi. Marwan sadar, ia sedang diuji. Jika tak memaklumi, merepotkan diri sen diri. Sebab, yang lantas meledak pasti emosi.
         Hal itu yang harus dijaga oleh Marwan dengan se baik-baiknya. Bila emosinya tak terkendalikan, Mar wan tak hanya ribut dengan isterinya. Tapi, juga bisa merembet ke ibu ibu yang sedang berkumpul di dalam rumah. Memang, Marwan tak tahu, siapa saja yang ada di dalam selain bu Maemunah .   

         Bukan lantaran Marwan berpikir seribu kali, jika ia harus dan akhirnya bisa mengendalikan emosi. Tapi, sebagai suami, Marwan bertanggung jawab untuk memperbaiki kesalahannya dan juga kesalahan isterinya. Hanya, dia tak menyangka jika isterinya tertangkap tangan tengah asyik bergunjing di rumah tetangga, dan bukan sedang asyik menyantuni atau mengajarkan anak anak terlantar yang butuh perhatian, sementara suaminya tengah berjuang mencari nafkah







Bersambung.......

Wednesday, August 21, 2013

ADA CERITA (15)

NYANYIAN HATI
Oleh : Oesman Doblank


LIMA BELAS


         Meski dadanya bergemuruh, Marwan te tap berusaha mengendalikan dirinya. Ia memba las dengan sikap seperti biasa.
        “ Kamu di mana dan sedang apa, say?“
         Marwan sengaja mengimbangi kemesraan Mirna, karena tak berharap isterinya tahu jika posisinya sudah di depan rumah. Juga tak ingin  isterinya curiga, dan tahu  jika  suaminya se dang menginvestigasu  kebohongan isterinya
          “Aku di pelupuk mata abang. Hihihihi, tepatnya, mama sedang di halaman rumah kita. Baru mau nyiram tanaman, tapi batal. Maklum,  baru mau nyiram tanaman, eh, mantan pacar mendadak ngontak mama “
          Marwan tak mendengar suara lain. Ia ya kin, ibu-ibu yang sedang kumpul, sudah saling mengatur diri. Sudah menerapkan kerja sama. Mereka bisa kompak karena terbiasa mengha dapi hal seperti ini. Tak merasa repot menahan keinginan bersuara atau tertawa. Atau entahlah, yang jelas Marwan hanya mendengar suara isterinya
         Marwan turun dari motor,  melangkah ke pagar rumahnya. Lalu memandang ke halaman rumah, memastikan. Memang  tak ada siapa pun. Marwan yakin, ia tak melihat  isterinya yang mengaku baru akan menyiram kembang.  Marwan jadi yakin, isterinya memang tak ada di rumah dan Mirna baru saja berdusta.
         “Pantas tanaman kita semakin subur dan hijau daunnya sangat luar biasa. Nggak taunya, selalu dirawat dan dijaga dengan apik. Oke, iste riku sayang, selamat nyiram tanaman, yaa Sa lam mesra buat tanaman kita. Sampai jumpa “
         “ Terima kasih abang sayang. Mmuuah “
         “Mmuuah,” Marwan membalas mmuah isterinya
         Marwan mengembalikan hapenye ke saku celana Misi pribadinya, sukses. Fakta sudah ia dapatkan. Kenyataan telah ia buktikan. Perta ma, isterinya tak mengangkat telpon rumah. Ke dua, mengaku di halaman rumah dan sedang menyiram tanaman, padahal, saat bicara, Mar wan di luar pagar rumah mereka. Menyaksikan, di halaman rumah hanya ada sepi dan tak ada yang sedang atau ingin menyiram tanaman. Jika ada air mengucur dari slang air dan jatuh ke tanaman, yang sedang menyiram, pasti bu kan Mirna. Tapi, setan.
         Dada Marwan memang bergemuruh. Sa kit rasanya dibohongi isteri. Betapa kesal, kece wa dan ingin rasanya, Marwan marah pada Mir na. Selama ini, ia menyangka Mirna tak punya waktu dan hasrat mendustainya. Ternyata, isteri nya sedemikian pandai merajut dusta. Dan, Mar wan membuktikan, dusta Mirna begitu nyata.
         Meski begitu,  kemampuan Marwan me ngendalikan emosi, sangat luar biasa. Ia begitu marah, tapi  hatinya tetap teduh.
          Marwan menghidupkan motornya. Ia kembali meluncur. Tujuannya, ke rumah bu Maemunah. Lokasinya, di gang sebelah. Tak lama Marwan sudah di sana. Setelah   mematikan mesin motornya, dengan tenang Marwan melangkah. Hanya, langkahnya tertahan karena pagar halaman rumah bu Maemunah digembok. Tapi, dari tempatnya berdiri, Marwan melihat beberapa pasang sandal berserakan.










Bersambung…….         

Tuesday, August 20, 2013

ADA CERITA (14)

  NYANYIAN HATI
Oleh : Oesman Doblank

EMPAT BELAS

Makanya, Senin minggu ketiga bulan Mei, sudah dirancang oleh Marwan sebagai hari yang tepat untuk mencari fakta konkrit dan membuktikan, apakah informasi yang diperoleh dari tetangga benar atau hanya isapan jempol belaka. Atau, sebatas fitnah.
 Setelah usai shalat sunat Dhuha, khu suk berdoa dan menenangkan dirinya, Marwan meninggalkan mesjid yang jaraknya hanya se kitar satu kilometer dari gerbang komplek peru mahan Nurani Sejati Indah, tempat tinggalnya.
Sesampai di depan rumahnya, Marwan mematikan mesin motornya. Ia tak perlu larak lirik. Senin, pagi, suasana sekitar jam sembilan biasanya sepi. Bapak-bapak sudah berangkat ke kantor. Anak-anak sudah ke sekolah dan keba nyakan ibu komplek yang baik, pasti sibuk ma sak atau mengurus rumah.
Makanya,   meski sudah menstandarkan motor kreditannya yang sudah lunas sejak tiga bulan silam, Marwan tetap di atas sadel motor. Dengan tenang ia mengambil  hand phone dari saku celana. Marman menghubungi nomor tel pon rumahnya. Tak ada yang mengangkat. Dua kali, nada dering kembali berbunyi. Tetap tak diangkat. Setelah tiga kali menghubungi tapi tak ada yang mengangkat, Marwan yakin,  Mir na memang sudah tak ada di rumah.
Marwan lalu mengontak  nomor hape    Mirna. Ia tersenyum karena mendengar nada de ring dari seluler Mirna. Malah, Mirna begitu ce pat bereaksi. Langsung menyapa Marwan deng an begitu mesra.
          “Hallo, abang sayang? Sudah sampai di kantor ,ya? Selamat bekerja,  selamat menja lankan tugas, semoga hari ini, abang sayang da pat menyelesaikan semua urusan  dengan  ha sil yang memuaskan ”
          Kemesraan yang diciptakan Mirna, sama sekali tak mengejutkan. Marwan dan isterinya, memang sudah komit untuk saling menghargai. Saling bersikap mesra dan berusaha mencip takan kemesraan dalam kondisi apa pun. Mar wan tak heran. Sejak enam bulan silam, ia dan Mirna memang berusaha saling berbagai kemes raan. Begitu jadi pengantin baru, Marwan me minta agar Mirna berkenan membangun kemes raan bersama Marwan yang sudah sah menjadi suaminya
         Tapi, kali ini, ketenangan Mirna, menurut Marwan sangat luar biasa. Boleh jadi karena is terinya sama sekali tidak tahu jika Marwan,  su aminya, sudah di depan rumah mereka dan bu kan seperti yang diduga oleh Mirna, di kantor. Dan, boleh jadi, kemesraan yang telah tercipta dan dirasakan selama ini, adalah kemesraan yang juga sama - seperti dinikmati Marwan di pagi ini, adalah kemesraan hampa. Kemesraan  yang indah di luar tapi runyam di dalam karena pembalutnya bukan ikhlas. Tapi, dusta.










Bersambung…………

Monday, August 19, 2013

ADA CERITA (13)

NYANYIAN HATI
Oleh : Oesman Doblank

TIGA BELAS


Rencananya, Marwan akan terlebih da hulu santai, rebahan di teras mesjid. Begitu wak tu Dhuha tiba, ia berwudhu dan seperti biasa di lakukan di kantor, ia melaksanakan shalat sunat Dhuha. Setelah itu, baru kembali ke rumah de ngan  tenang dan rileks. Tujuannya, bukan un tuk membuat kejutan atau  berpura pura akan mengambil STNK di meja kerjanya yang lupa ia taruh kembali di dompet.
Lalu, kalau begitu, untuk apa Marwan yang sudah berangkat dari rumah, pada akhir nya harus kembali ke rumah, sebelum jam kerja berakhir? Ia hanya ingin menyelesaikan urusan nya yang sangat bersifat pribadi. Menangkap tangan dan membuktikan, apakah benar, Mirna, isterinya, setiap hari, setelah ia berangkat ke kantor,  tak lama berselang bergegas mening galkan rumah untuk ngepos di rumah tetangga bersama geng ibu-ibu yang sangat gemar nge rumpi?
Jika benar dan sesuai dengan kabar yang ia sendiri sudah mendengar, Marwan ti dak akan marah. Ia akan berusaha menasehati,   menjelaskan kalau yang dilakukan isterinya, adalah kekeliruan yang menyesatkan hati dan  perbuatan yang sesungguhnye tak menguntung kan karena hanya buang-buang waktu. Dan, ia akan meminta agar Mirna menyudahi kegema rannya bergibah. Sebab, ghibah adalah perbu atan yang tidak disukai  Tuhan. Isterinya,  pu nya kewajiban untuk  bergegas meninggalkan kebiasaan buruk, yang menurut Marwan malah cuma merugikan diri sendiri
          Semisal tidak benar, tentu saja ia akan da tang ke rumah si pemberi informasi dan mene gur tetangga yang saat menyampaikan perihal isterinya, mohon agar Marwan tak menyebut ja ti dirinya sebagai pemberi informasi. Sebab, tu juan dia hanya ingin membantu Marwan, agar sejak dini bisa menyelamatkan rumah tang ganya dari kekisruhan. Mengapa?
          Karena menurut tetangganya, selama ini, Marwan mengira Mirna adalah isteri yang baik. Padahal, gemar  berbohong pada suami. Jika tak segera diingatkan dan kemudian diperbaiki, bisa membuat rumah tangganya kehilangan ke harmonisan. Sebab, yang merebak di dalamnya bukan ke jujuran. Tapi, justeru kebohongan  
          Menurut tetangganya, setiap hari, begitu  Marwan berangkat ke kantor, tak lama ber selang isteri Marwan pasti pergi meninggalkan rumah. Ia langsung berangkat ke rumah bu Mae munah. Di sana, kumpul  bersama beberapa ibu yang punya hobi serupa. Saat kumpul, sering  lupa waktu dzuhur. Kalau terus di biarkan, dik Marwan akan menanggung risikonya. Tidak akan berhasil membangun rumah tangga yang sa kinah, mawahdah dan warohmah
Sebenarnya, setelah mendapat informasi penting dari tetangga yang tak mau disebut jati dirinya, Marwan bisa langsung mengkonfirmasikan ke isterinya. Hanya, Marwan tak mau me lakukannya. Ia yakin, jika menanyakan langsung, malah bisa timbul masalah. Sebab, sangat jarang orang yang sekalipun sadar telah berbuat salah, berkenan dan ikhlas mengakui kesalahannya dengan kesatria atau kesatrii.
 Dituding telah melakukan kesalahan pun, meski telah berbuat salah, bila tanpa bukti dan alasan yang kuat, malah berbalik marah dan berani menuntut balik dengan dalih telah mencemarkan nama baik. Buktinya, lihat saja para koruptor di Indonesia, selalu berkelit meski telah dicokok KPK







Bersambung………

Saturday, August 17, 2013

SAMA SAMA AWAM

oleh : Oesman Doblank

     SEORANG kakek yang sama sekali belum pernah berkunjung ke rumah cucunya, berbekal alamat yang ditulis oleh sang cucu di secarik kertas, nekad pergi dari rumah tanpa diantar oleh isteri maupun lurah di desanya.
     Setelah mengikuti petunjuk bahwa ia harus naik bus nomor sekian ke sana dan kemari dan turun di satu tempat yang dekat dengan alamat tersebut, si kakek pun  bertanya ke seorang remaja berpenampilan punk.
     Saat anak muda itu bengong karena dia tak tahu apa yang ingin ditanyakan, si kakek mengambil secarik kertas dari sakunya dan  memberikan kertas berisi alamat rumah cucunya ke si anak muda berpenampilan punk.
     “Oooh, alamat rumah cucu kakek seperti yang tercantum di kertas ini?”  Tanya si anak muda berpenam pilan punk, sambil terus memperhatikan kertas, yang menurut si kakek pasti tengah dibaca berulang ulang
     “Katanya sih begitu. Soalnya, beberapa bulan lalu, dialah yang menulis alamatnya di kertas itu. Kalau kamu tau, tolong antar kakek ke sana yaa. Pokoknya, kakek akan memberimu sesuatu sebagai tanda ucapan terima kasih,” ujar si kakek yang berharap segera sampai ke rumah cucunya
    “Waaah, kalau alamat cucu kakek benar seperti yang tercantum dikertas ini, kayaknya saya tidak bisa nganterin kakek. Tapi kalau kakek sebutkan alamatnya, saya yakin, siap dan bersedia mengantar kakek sampai ke depan rumahnya. “ kata si anak punk
   “ Kamu ini bagaimana juga, sih? ALamatnya, kan tertera di situ dan kakek memperlihatkan alamat itu kepada kamu. karena nggak mungkin bisa nyebutin lantaran kakek ini lahir tahun empat lima dan saat itu nggak sempat sekolah karena selalu dikejar kejar belanda “
   “ Jadi…kakek tidak bisa baca dong?” simpul si anak punk
   “ Lhoo…kakek kan bilang tidak sempat sekolah. Sampai sekarang, nggak mungkin kakek bisa tulis baca. Masa sudah dijelasin dengan gambling kamu nggak ngerti, sih” Si kakek mulai kesal
   “ Ngerti, kek, ngerti. Tapi, kakek juga mesti ngerti Saya juga nggak sekolah dan tidak bisa baca “
   “Waaaah, gile juga luu. Dulu tuh gue nyesel kagak sekolah. Eeeh, lu malah bangga masih muda ngaku kagak sekolah “
   “ Santai aja, kek. Yang penting, nggak sekolah, kan, nggak melanggar hak azasi manusia “ 

Friday, August 16, 2013

ADA CERITA (12)

NYANYIAN HATI
Oleh : Oesman Doblank

DUA BELAS



                                                  (3)          



             MESTINYA, Senin pagi, setelah shalat Subuh, Marwan bisa lebih lama berdzikir. Bah kan,  bisa leluasa semisal ia ingin seperti biasa, bertadarus, membaca Al Qur’an. Setelah itu,  tinggal memilih. Kembali bobo sampai dhuha tiba,tak masalah. Mau joging sendirian, keliling komplek perumahan, nyehatin badan, jelas oke juga.  Mengajak Mirna, isterinya, lebih oke Toh, semisal Mirna mau, paginya tak merepot kan. Ia hanya buatkan kopi susu dan roti bakar buat Marwan
           Kalaupun harus masak, pasti hanya untuk  makan Mirna sendiri. Marwan, suaminya, setiap  pagi lebih terbiasa minum kopi susu dan roti bakar. Ia tak biasa sarapan atau makan di pagi hari.  Sudah dicoba tapi tetap saja perutnya tidak mau kompromi. Ujung ujungnya pasti langsung ke belakang
          Ya, mestinya, Senin pagi, seusai shalat Subuh dan berdzikir seperti biasa,  Marwan tak perlu bergegas ke kamar mandi. Tak perlu re pot  membersihkan tubuh. Tak perlu repot ber patut diri di cermin setelah  berpakaian rapi. Tak perlu terburu-buru menyeruput kopi susu dan menikmati roti bakar buatan Mirna. Setelah memakai sepatu pun tak perlu cepat pamit pada isteri tercinta. Lalu, mengecup kening dan pipi nya, yang memang tak boleh alpa
         Juga tak perlu panaskan mesin sepeda motor sejenak. Setelah   mesin motornya normal, juga tak perlu bergegas berangkat, meninggal kan rumah menuju kantornya di salah satu ka wasan elit di Jakarta Selatan.
        Toh, boss sudah menerima surat permohonan cuti yang seminggu silam diajukan Mar wan. Jum’at kemarin, boss sudah  menyetujui dan mengijinkan Marwan untuk ambil cuti se lama tiga hari kerja,  mulai Senin sampai Rabu.
        “Lebih dari itu, aku pasti langsung potong gaji kamu,” kelakar pemimpin redaksi  yang ak rab dengan para wartawan, karena dengan ak rab, dia selalu disupport dan anak buahnya pun rela kerja keras agar media mereka laku di pasaran  
Mestinya, tentu saja Marwan tak perlu bergegas seperti biasanya. Ia bisa berleha-leha di rumah. Juga bisa melakukan apa saja untuk bikin enjoi otak dan tubuhnya, yang selalu kerja keras sampai tengah malam. Toh,  me mang sedang cuti.
           Hanya, Marwan  yang sengaja tak bilang sedang cuti pada Mirna, justru bersikap seperti biasanya. Setelah shalat Subuh, berdzikir, Mar wan segera menyibukkan diri dan di saat yang sama seperti hari sebelumnya, Marwan  sudah bersiap untuk berangkat ke kantor.
Makanya, Senin pagi, ia tetap  mening galkan rumah. Sengaja dilakukan, agar Mirna yang memang sengaja tak dikabarkan ia sedang  cuti, yakin, Marwan, suaminya Senin sampai Jum’at, pasti berangkat ke kantor
Padahal, setelah Marwan pamit dan meninggalkan rumah, niatnya bukan bergegas sampai ke kantor. Juga bukan ke rumah janda muda atau ketemu dengan pacar gelap di suatu tempat.
Begitu keluar dari pintu gerbang kom plek perumahan, tempat yang dituju Marwan, hanya satu: mesjid. Lokasinya tidak jauh dari pintu gerbang komplek. Tepatnya di sebuah kawasan perkampungan dan jaraknya hanya sekitar satu kilo meter.





Bersambung……..

                                           

Thursday, August 15, 2013

ADA CERITA (11)

NYANYIAN HATI
Oleh : Oesman Doblank


SEBELAS


      “Bu…jangan bicara seperti itu. Bicaralah yang baik. Kalo susah bicara, berdo’a saja. Meski cuma dalam hati, kan tetap didengar olehNYA?” pak Karim membujuk isterinya agar tenang dan bisa menerima kenyataan dengan hati lapang.
         Meski dengan susah payah, Pak Karim yang berinisiatif bisa mengangkat tubuh isterinya dan memapah bu Karim. Dalam kondisi terengah engah, pak Karim mendudukan isterinya di ranjang Mirna
        “Percayalah…semua akan beres dan Mirna akan tetap bersama kita “
       “Tapi ancamannya itu, pak? Bagaimana kalau Mirna benar-benar nekad. Oooh, apa kata dunia yang semakin sontoloyo  jika anak kita yang cantik malah mati bunuh diri, pak ?”
       “Bu..Istighfar, bu. Istighfar. Jangan biarkan diri ibu dikuasai oleh kekuatan setan “
       Bu Karim kayaknya masih  mendengar. Ia langsung tersadar dan beristighfar.
       “Naah, kalau ibu bisa tenang, pikiran saya kan berubah jadi terang. Bisa mikir kembali apa yang harus kita lakukan “
       “Cepat selamatkan Mirna, pak. Saya tak mau kehilangan anak kita “
      “Buu..saya juga nggak ingin kehilangan Mirna. Sekarang, kalau ibu sudah  tenang, izinkan saya pergi untuk menemui Marwan “
     “Terserah bapak mau pergi kemana dan ingin ketemu dengan siapa. Saya hanya ingin Mirna selamat “
    “Oke..doain saya agar bisa menemukan Mirna dan membawa dia pulang dengan selamat dan sehat seperti sediakala. Oke?”
    Isteri pak Karim hanya menjawab dengan anggukan tanpa semangat.. Pak Karim segera menyelimuti tubuh isterinya . Setelahnya, pak Karim mencium kening bu Karim dengan gaya sok mesra
    Bu Karim yang merasa sangat tak biasa diperlakukan semesra itu, tentu saja, bertanya, meski saat mengajukan pertanyaan tidak punya semangat baja
    “Tumben bapak mengecup mesra kening saya. Siapa yang sudah bisa mengubah kebiasaan buruk bapak, Biasanya, kan bapak  malah cuma gemar melototin “
    “Bu..ibu itu, kan sedang sedih. Jadi, saya perlu menghibur , agar ibu tentram dan selama meninggalkan ibu untuk cari Mirna, saya bisa terus konsen di sepanjang jalan?”
    “Konsen cari Mirna apa konsen sama janda muda, pak?”
     ”Huuuh, kenapa sih, ibu, malah jadi meracau ? Saya ini benar mau cari Mirna, bu ”
Sahut Pak Karim yang jadi merasa serba salah, karena dia tak mengira jika isterinya bicara seperti itu.
     “Jangan..jangan isteriku tahu kalau aku sedang naksir si Mira, ” pak Karim jadi menerka nerka dan kuatir rahasianya ketahuan, ia berjanji untuk lebih hati hati dalam menjalankan missinya.






    


Bersambung…….

Wednesday, August 14, 2013

ADA CERITA (10)

NYANYIAN HATI
Oleh: Oesman Doblank


SEPULUH


Wow..siapa yang tidak kaget lebih dari setengah mati? Bagaimana mungkin pikiran bu Karim tidak jadi semrawut. Tak heran jika beliau langsung kentut, eh, kalang kabut. Malah, juga wajar jika usai membaca pesan putrinya, bu Karim berteriak sekencangnya memanggil suami tercinta.
“Ada apa?” Tanya pak Karim yang hanya menutupi tubuhnya dengan handuk, karena saat ia mendengar teriakan isterinya tengah berada di kamar mandi
“Ini..ini…ada ini,” sahut bu Karim yang hanya bisa menyodorkan kertas di tangannya.
“Mau serahkan kertas saja kok sampai berteriak seperti orang kesurupan, sih, bu ?”
“Ini..ini,” bu Karim yang sudah gugup hanya  mampu  menyodorkan kertas ke suaminya.
Ia tak bisa atau tak sanggup menjelaskan dengan kata-kata.
Untung, pak Karim yang meski hanya sejenak tapi sempat mengencangkan lilitan handuk di pinggangnya, memiliki inisiatif untuk mengambil kertas dari tangan isterinya. Tanpa buang waktu, pak Karim langsung membaca pesan Mirna
“Haaah ?!” Usai membaca, pak Karim kontan ternganga.
Untung, meski usianya sudah hampir enam puluh tahun, pak Karim bebas dari penyakit jantung atau penyakit kronis lainnya. Jika sebaliknya? Hanya Tuhan yang tahu apakah pak Karim hanya sekedar shock atau malah lebih dari shock alias meninggal dunia
“Anak kita mau bunuh diri, bu ?” sergah pak Karim.
Percuma pak Karim menyimpulkan..
Bu Karim sudah ngegelosor di lantai kamar Mirna. Pak Karim yang biasa mampu menghadapi masalah dengan tenang, kali ini, jangankan mau tenang. Dalam keadaan gugup saja, pikirannya langsung cerentang perenang.
Apa yang harus kulakukan? Jika terlebih dahulu mencari Marwan dan menjelas kan ia rela mengikuti kemauan calon mantunya, apakah Mirna akan bisa diselamatkan? Jika benar niat bunuh dirinya masih minggu depan, memang keputusan pak Karim mengalah dan lebih berpihak pada keinginan Marwan, bisa menyelamatkan Mirna.
           Tapi bagaimana jika Mirna bilang minggu depan tapi sebenarnya direalisasi secepatnya. Oooh, Tuhan. Apa yang harus kulakukan?
           Untung, tak lama, bu Karim membuka mata dan dia terbangun. Meski masih terlihat lemas, pak Karim mulai lega. Perlahan , ia mendekat ke isterinya. Pak Karim membelai pipi isteri tercinta. Meraih tubuh isteri dan mengangkat dengan sekuat tenaga.
           “Bagaimana dengan Mirna, pak ?”
           “Bu..tenang dulu. Rileks dan jangan dulu dipikirkan. Percayalah, anak kita tidak mungkin berbuat yang tidak-tidak “
          “Bapak masih mau merayu agar saya tenang, sementara pikiran saya terbang, ke awang-awang, melayang-layang, tak tahu harus melakukan apa, karena kuatir habis memikirkan anak tercinta, Mirna.

          Bagaimana kalau ada kabar tentang anak kita yang kedapatan mati setelah meloncat dari hotel paling tinggi atau mall, pak?” Ujar Bu Karim yang tak mampu menghalau rasa cemas











Bersambung....

Monday, August 12, 2013

ADA CERITA (9)

NYANYIAN HATI
Oleh: Oesman Doblank


SEMBILAN



   “ Kenapa kamu malah cemberut seperti itu?” tanya pak Karim.
   “Iyaa, Mir..mestinya kamu tuh senang. Batal sama si Marwan, kan kamu bisa cari lelaki lain yang wataknya sehaluan dengan ayah kamu. Kalau malah nggak senang pernikahannya diramaikan oleh pesta yang meriah, apa kata dunia?”
   Mirna, malah meninggalkan kedua orangtuanya dan masuk ke kamarnya dengan membanting pintu.
   “Kok Mirna jadi berubah aneh seperti itu?” Tanya pak Karim
   “Mana aku tahu?” jawab Bu Karim
   “ Kalau aku tidak tahu dan ibu juga tidak tahu, lalu bagaimana caranya agar kita bisa tahu?”
   “Pak ibu jelas kepingin tahu. Hanya, bagaimana caranya, ibu sendiri, mana tahu?” sahut bu Karim sembari mengangkat kedua tangan dan mengangkat bahu
    Pak Karim termangu. Ia heran mengapa Mirna, putrinya, kok, mendadak jadi sontoloyo seperti itu. Seolah ia sudah tahu dan mengerti, hasil pembicaraan ayahnya dengan Marwan tak beda dengan kondisi lalu lintas di ibukota, yang tingkat kemacetannya sudah sangat memusingkan kepala setiap orang yang tengah berada di jalan raya.


                                                                       ooooooooooooo



                                                                                (2)



PAK dan bu Karim pikir, apa yang baru saja terjadi atawa kebuntuan perundingan tentang pesta pernikahan yang macet total, tak membuahkan akibat apapun. Soalnya, sehari dua setelah semua berlalu, tak ada tanda-tanda yang bisa membuat kening licin berubah jadi berkerut.
Semua biasa saja. Sebiasa awan biru yang tak berubah jadi hitam jika tak mendung
Saat diajak bicara dengan ayah ibunya, Mirna memang sempat cemberut dan nyaris membuat orangtuanya kalang kabut. Tapi sehari setelah itu - bahkan,   esok dan lusanya, Mirna sudah leluasa dan lebih banyak mengurai senyum.Kenyataan yang menggembirakan pak dan bu Karim. Mereka tak hanya merasa bisa tidur nyenyak. Makan dan minum pun dirasakan sangat nikmat, apalagi sang isteri selalu memasak rendang kesukaan suami
Pak dan bu Karim tentu saja lega.
Tapi di hari berikutnya,  bu Karim yang pagi sekitar pukul delapan masuk ke kamar  Mirna dan bermaksud mengajaknya sarapan karena puterinya belum juga muncul ke ruang makan, dia kontan tercekat.
Wajahnya langsung pucat dan pikirannya jadi tidak keruan.
Bagaimana mungkin wajah bu Karim bisa seriang seperti mendapat amplop gaji dari sang suami, jika sesampai di kamar, yang ditemui bukan putri tercinta, melainkan secarik kertas yang sepertinya sengaja diletakkan di ranjang Mirna.
           Jika kertas itu dalam keadaan aslinya atau semulus warna putih kertas yang biasa bu Karim lihat, boleh jadi tak membuat bu Karim kaget. Bu Karim tercekat, kaget dan pikirannya menjadi tidak keruan, karena kertas itu berisi tulisan yang selama ini belum pernah bu Karim baca. Tulisan yang dibuat Mirna bukan permintaan uang untuk piknik ke Bali atau untuk shoping ke mall. Tapi, ekpresi kekecewaan Mirna

Ayah dan ibu yang kusayang….
Di kertas ini, Mirna hanya ingin mengatakan. Semisal bang Marwan tidak jadi melamar dan akhirnya Mirna harus berpisah dengan kekasih tercinta, biarlah Mirna pergi saja dari dunia.
Mirna sekarang pergi ke sebuah tempat untuk menenangkan diri. Jika minggu depan Mirna kembali, dan belum juga ada kepastian kapan Mirna dinikahi…percayalah…Mirna lebih baik mati.
Mirna yakin, melompat dari lantai paling tinggi sebuah mall di kawasan Jakarta, adalah jalan terbaik yang mau tak mau harus Mirna pilih. Terlebih, saat ini melompat dari ketinggian sebuah mall sedang trendy


Wassalam,



Mirna

Usai membaca isi surat yang ditulis oleh anaknya, Bu Karim tak ingat lagi soal Jakarta Fair atau indahnya Bali. Yang langsung melintas di pikirannya cuma bagaimana kalau putrinya benar-benar membuktiksn apa yang diungkapkan di kertas dan baru saja dibaca oleh bu Karim










Bersambung....






Wednesday, August 7, 2013

ADA CERITA ( 8)

NYANYIAN HATI
Oleh: Oesman Doblank

DELAPAN


     Siapa sih yang nggak kesal mendengar jawaban seperti itu? Padahal, boleh jadi, Marwan tahu kalau yang diajak ngobrol – setidaknya sudah layak dianggap sebagai calon mantu.
     Hanya, meski kesal, bu Karim sempat mengapresiasi dengan positif karena setelah itu keluar juga kalimat dari Marwan yang dianggap oleh bu Karim sebagai pertanyaan yang membuat dirinya terobati.
     “ Memangnya ibu suka dan mau martabak?”
     Tanpa mau basa basi meski biasanya suka dengan basa basi, Bu Karim yang penuh harap mengikuti gaya MArwan yang sudah menawarkan soal martabak.
    “Memangnya nak Marwan mau membelikan martabak untuk ibu?”
    “ Kalau memang ibu mau martabak, beli sendiri saja, bu. Atau minta saja sama Bapak agar mengantarkan ibu untuk beli martabak kesukaan ibu. Percayalah bu, saya nggak akan minta kok, bu”
    Mendengar jawaban seperti itu, hati calon mertua mana sih yang nggak jengkel atau bebas dari rasa kesal?.
    Cuma, bu Karim akhirnya sadar kalau Marwan  memang bukan tipikal calon mantu yang bisa dibegini atau dibegitukan. Makanya, timbang kesalnya memuncak, bu Karim memilih untuk mengambil keputusan tidak lagi menyoal atau berbincang tentang martabak. Ia yang waktu itu kesal, hanya bergegas masuk ke kamar.
     Mau tumpahkan kesal, sang putri kesayangannya yang sejak kecil tidak pernah diperkenankan untuk sibuk di dapur, di saat bersamaan muncul. Ia memilih masuk ke kamar, karena tak ingin Mirna tahu kalau ia kesal dengan kekasih anaknya, yang ngeyel dan dianggap terlalu blak-blakan.
    “Terus, kelanjutannya bagaimana, pak?” Tanya Bu Karim, yang tentu saja berpura-pura kecewa dan sekaligus kuatir, meski  sebenarnya sangat berharap agar Marwan tidak melanjutkan hubungannya dengan Mirna.
   “Kalau aku sih, terserah dia saja. Serius pasrah,. Tapi jika tidak serius, yaa, Alhamdulillah. “
   “Kok bapak bicara seperti itu, sih?” Bu Karim yang senang mendengar jawaban suaminya, semakin kepingin untuk tetap berpura-pura kuatir. Padahal, kabar itulah yang paling diharapkan
   “Habis aku mau bagaimana lagi? Dia itu, maunya nikah tanpa pesta. Sedangkan aku sama ibu, maunya kan pernikahan anak kita diwarnai dengan pesta yang meriah. Yang mengundang decak kagum para tamu, dan juga mendatangkan keuntungan bagi kita “
  “Kalau  memang alasannya seperti itu, nggak salah, kan, pak jika saya bersikap senada dengan bapak,” kata bu Karim yang memanfaatkan situasi untuk memancing di air keruh
  “Sangat tidak salah. Sikap itu justeru sangat benar, bu. Kita harus sepakat. Hanya, kita harus tahu sikap anak kita,” sahut sang suami yang tidak ngeh kalau isterinya hanya berpura pura
   Mereka kemudian sepakat untuk mendiskusikan langsung dan secepatnya dengan Mirna. Keduanya juga sepakat, untuk mempengaruhi Mirna agar putrinya tidak kecewa dengan sikap Marwan yang nyeleneh dan jika tahap awal berhasil, mereka akan membujuk agar Mirna lebih baik memilih untuk melupakan Marwan selamanya. Bukankah begitu banyak cowok yang bertebaran di muka bumi yang lebih layak dipilih untuk dijadikan suami?
   Hanya, apa yang mereka perkirakan, tidak sama dengan kenyataan. Begitu mendengar penjelasan ayah ibunya, Mirna malah langsung menerbitkan reaksi kecewa. Sang putri yang cantik langsung menyambut kabar dari orangtuanya dengan menyetel wajah cembetut.








Bersambung…….


Tuesday, August 6, 2013

ADA CERITA (7)

NYANYIAN HATI
Oleh: Oesman Doblank

TUJUH


    Sebenarnya, Pak Karim yang saat ditinggalkan oleh Marwan hanya bisa ternganga, sangat  ingin memanggil Marwan dan meminta agar dia kembali dan tetap duduk bersama untuk melanjutkan perundingan. Tapi, entah mengapa pak Karim justeru tak bisa melakukannya. Mulut pak Karim  seperti terkunci atau boleh jadi ada yang mengunci.
    Pak Karim yang  hanya bisa memandang sosok calon menantunya yang tak lama kemudian menghilang, seperti menyesali kebodohannya karena tak mampu meminta Marwan untuk tetap duduk bersamanya dalam perundingan.
     Dengan langkah gontai, pak Karim hanya bisa kembali ke kamar.
    Meski ragu, pak Karim tetap mengabarkan hasil pembicaraan dengan sang calon menantu ke isterinya. Bu Karim bukan tidak kaget. Namun, ia justeru merasa sangat senang, karena kabar yang baru saja dikatakan oleh  suaminya, memang sangat diharapkan.
     Sebab, yang diinginkan Bu Karim, putrinya, Mirna, tidak menikah dengan Marwan. Soalnya, Bu Karim sudah terlanjur yakin kalau dirinya tidak akan bisa menerima kehadiran Marwan dan dia sudah lebih dahulu menyimpulkan tidak akan pernah bisa dekat dengan calon mantunya yang dinilainya sok idealis, sok berprinsip dan kenyelenehan Marwan juga menjengkelkan.
    Maklum, bu Karim prototipe manusia yang lebih suka basa-basi. Sedangkan Marwan, malah lebih suka mengatakan apa adanya. Bahkan, sangat blak-blakan. Maunya selalu to the point. Menurut bu Karim, orang seperti Marwan, menyebalkan. Sebab, selama kenal dengan Marwan, tak pernah sekalipun anak muda itu memuji bu Karim. Baik saat dirinya tampil dengan dandanan cantik, maupun ketika bu Karim mengatakan kalau dia berasal dari keluarga terhormat karena orangtuanya termasuk salah satu dari sekian banyak orang kaya di kampungnya.
    Karakter Marwan yang ceplas ceplos lebih sering membuat bu Karim malah sebal.  
    Bukan tanpa alasan.
    Setelah Mirna mengenalkannya, bu Karim pernah sengaja berbincang dengan Marwan. Saat itu, Marwan datang dengan lenggang kangkung. Bu Karim sedang ingin martabak. Bu Karim pikir, Marwan yang meletakkan ransel dan membukanya, akan mengambil martabak kegemarannya. Gak taunya, dengan gaya yang begitu santai, Marwan malah mengeluarkan kamera dan membersihkan peralatan kerjanya. Tanpa bilang,” Maaf lhoo bu kalau mengganggu”
     Padahal, begitu bu Karim tahu apa yang diambil dan kemudian dilakukan Marwan, beliau memberi isyarat ingin dibelikan martabak dengan mengatakan:
     “Waaah, ibu kira mengeluarkan martabak. Gak taunya, yang muncul kamera,” kata bu Karim, yang meski kesal tapi mampu berakting dengan dayanya yang  sok ngajak bercanda.
     Bu Karim, yang sebenarnya kecewa tapi membalut kekecewaannya dengan gaya canda, makin merasa kecewa saat Marwan – dengan begitu tenang, mengatakan:.
     “Bu..martabak tuh harganya murah. Kalau kamera ini saya jual, dan saya belikan martabak, yang kebagian bukan cuma se-erte, bu. Tapi, se-erwe.”









Bersambung………

Monday, August 5, 2013

ADA CERITA (6)

NYANYIAN HATI
Oleh : Oesman Doblank


ENAM


   Karena Marwan seperti mendesak atau ingin mendapat jawaban, Pak Karim tak lagi berpikir panjang. Merasa terpaksa, pak Karim  menjawab apa adanya
   “Yaa, saya memang bingung. Soalnya, saya belum tahu kapan tepatnya anak saya harus kamu lamar. Tapi, bukan berarti saya tidak senang, “ ujar Pak Karim
   “ Saya justeru senang karena memang menanti kesungguhan dari kamu,” tambah pak Karim
    “Syukur kalau bapak senang. Hanya, saya baru akan melamar jika bapak menyetujui dua hal yang akan saya ajukan kepada bapak,” Marwan langsung menanggapi
    “Lhoo, kenapa malah kamu yang harus ajukan syarat. Mestinya, kan saya yang berhak mengajukan syarat, “ protes pak Karim
   “Saya tidak keberatan jika bapak memang ingin mengajukan persyaratan. Dan, apa salahnya jika kita saling mengajukan persayaratan “
   “Saya setuju. Itu namanya, kita saling menghargai hak orang lain dan menjunjung tinggi azas kesama-rataan.. Karena saya setuju, silahkan kamu jelaskkapa syarat yang akan kamu ajukan “
    Marwan tak mau lagi membuang waktu. Ia berpikir harus memanfaatkan peluang yang ada di pelupuk mata dengan sebaik baiknya. Makanya, tanpa ragu, Marwan segera mengemukakan dua permintaan. Pertama, kata Marwan, ia akan melamar secara resmi sebulan ke depan dan ia tak ingin ada jawaban lebih baik dipercepat atau malah lebih baik diundur. Untuk hal kedua, Marwan menegaskan, jika memang pak Karim rela menikahkan anaknya dengan Marwan, pak Karim harus rela jika saat pernikahan berlangsung, yang menonjol hanya acara akad nikah. Bukan acara resepsi pernikahan
    “Tanpa pesta?” Potong pak Karim yang spontan  tercengang.
    “Pak…bukan tanpa pesta. Tapi, tanpa semangat foya-foya. Soalnya, yang mau menikah itu saya dengan Mirna. Sedangkan bapak, hanya mengijinkan dan menikahkan. Jadi, jika bapak setuju, bulan depan saya akan melamar dan saat pernikahan saya tak ingin ada pesta yang hanya menghamburkan uang dan hanya membuat kita semua lelah.
    Jika bapak tidak setuju, saya tidak akan melamar dan ikhlas untuk tidak menikah dengan Mirna”
    Syarat yang diinginkan Marwan,  membuat pak Karim tak hanya kelabakan. Beliau kesal setengah mati, karena syarat dari Marwan benar benar bertolak belakang dengan syarat yang ingin dia sampaikan. Syarat dari pak Karim justeru sebaliknya. Sebab, pak Karim sudah merancang, saat pernikahan putrinya, suasana pesta justeru sangat meriah.
    “Tidak bisa. Saya sama sekali tidak setuju”
    “Yaa, sudah. Jika memang bapak tidak setuju, apa boleh buat, Saya rela, kok, tidak jadi berumah tangga dengan Mirna. “
    Brengseknya, setelah itu, Marwan tak memberi ruang untuk meneruskan dialog. Tanpa peduli pada kekesalan pak Karim, Marwan langsung pamit. Pak Karim bukan tak ingin mencegah. Tapi, sinyeleneh Marwan, setelah bilang permisi malah dengan cepat meraih tangan pak Karim dan mencium dengan khidmad. Setelah itu, Marwan bergegas meninggalkan ruang tamu rumah pak Karim.









Bersambung……..