MASIH ADA
JALAN
oleh : Oesman Doblank
LIMA PULUH ENAM
(11)
BONDAN harus bisa
dan ikhlas memaklumi, segala sesuatu yang telah dan terlanjur
terjadi. Baik untuk hal yang membuatnya pernah merasa kehilangan
kasih sayang, maupun yang membuat dirinya harus kehilangan seorang
ayah, dimana untuk keinginan pribadinya yang sebatas mengurus
memandikan dan memakamkan jenazah almarhum, saja justeru tak
mendapatkan peluang melaksanakannya.
Begitu pun
hilangnya peluang untuk membuktikan kalau dirinya bisa menerima,
memaklumi dan sekaligus mampu memenej kekecewaan menjadi hal berguna
yang membuahkan kedamaian , ketenangan dan kebahagiaan. Bondan juga
harus rela kehilangan peluang untuk membalas kebaikan ayahnya yang
bagaimana pun konkritnya memperlakukan Bondan, tetap saja harus
dihormati dan Bondan harus menganggapnya sebagai sosok yang bagaimana
pun telah sangat berjasa, karena almarhum ayahnya sudah membesarkan
putranya dengan cara dan dalam kondisi yang dihadapinya .
Ia pun
benar-benar harus memaklumi, mengapa Sumirah, ibu tirinya, baru
mengabarkan kematian ayahnya, setelah acara pemakaman dan bukan saat
jenazah disemayamkan.
Bondan yakin,
Sumirah bicara apa adanya dan memang begitu kondisinya. Artinya, Sumi
rah yang sama sekali tak mengira suaminya me ninggal dunia, tak bisa
berbuat banyak. Selain ka rena saat kejadian ia di rumah dan ayahnya
se dang mengantar ibu tiri Bondan yang lain, saat peristiwa, juga ada
yang memanfaatkan kesem patan dalam kesempitan.
Membuat pihak
rumah sakit tak bisa me ngontak atau menghubungi keluarga korban, ka
rena dompet semua penumpang sedan hilang. Ta ngan-tangan jahil yang
tega memenggal orang yang dalam kondisi duka nestapa, membuat se mua
korban kehilangan identitas. Kalau saja peristiwa tabrakan itu tak
muncul di media cetak, Sumirah tak akan pernah tahu jika tak saja pak
Sadewa yang wafat. Marina dan juga supir setia mereka, juga wafat.
Itu sebabnya,
menurut Sumirah, ia tak bi sa berbuat banyak. Jangankan langung
mengabar kan, membawa jenazah pulang untuk disemayam kan saja,
Sumirah tak memiliki peluang. Saat dia datang ke rumah sakit, ketiga
jenazah sudah siap dimakamkan. Sumirah hanya bisa meneteskan se
senggukan. Akhirnya ia lebih memilih turut me ngantar jenazah ke
pemakaman, timbang harus membawa pulang untuk disemayamkan, karena
jenazah pak Sadewa, Marina dan supirnya, lebih pantas secepatnya
dimakamkan timbang harus di bawa pulang ke rumah Sumirah untuk disema
yamkan
Begitu pun
untuk hal lainnya.
Bondan yakin,
sekecil apapun tak akan datang dan tak akan menimpa dirinya jika
bukan lantaran kehendak sang Khalik. Tapi lantaran telah diatur dan
merupakah kehendak Illahi Rab bi, segala sesuatunya harus dihadapi
dan diterima dengan ikhlas. Ikhlas itu akan bermagma di jiwa, bila
mau, bisa mengerti, bisa memahami dan sanggup menerima segala
kehendak Sang Penga sih dan Penyayang,
Itu sebabnya
Bondan tetap kuat, tegar dan ia sama sekali tidak shock
Dulu, berbagai
peristiwa yang menimpa dirinya, selalu dianggap malapetaka. Bondan
tak pernah bisa mengerti dan memahaminya. Malah, pernah mengira Tuhan
tidak sayang padanya. Untuk itulah ia kecewa dan frustrasi. Larut da
lam kekecewaan dan hanya melakukan hal yang dianggapnya menyenangkan.
Kini, Bondan
yang pernah merasa kecewa dan frustrasi, justeru memahami mengapa
semua bisa terjadi. Mengapa ia harus mengalami nasib malang dan
mengapa semua yang datang dan menerpa dirinya, ia hadapi dan ia
terima dengan lapang dada dan kebesaran jiwa.
Hikmah yang
kemudian dapat ia petik dari sikapnya yang berubah total dan
kedewasaannya yang mulai mengental, benar-benar dahsyat. Bondan
sama sekali tak menyangka, jika ia sang at disayang ayahnya. Bondan
baru tahu, jika ayahnya sangat memperhatikan. Tak mengira ji ka
apapun yang dimiliki ayahnya – kecuali isteri, dijadikan sebagai
milik Bondan.
Bersambung...............