Showing posts with label Fiksi003. Show all posts
Showing posts with label Fiksi003. Show all posts

Sunday, April 28, 2013

CERBUNG (3)


MASIH ADA JALAN
oleh : Oesman Doblank

TIGA

.
Saat ini, Bondan bukan ingin menyesali nasib atau menggugat orangtua. Bondan lebih ingin, mengubah prilakunya. Mengubah jalan hidup. Ia ingin mulai meluruskan jalan yang masih tersisa. Jalan yang memang masih harus dilalui dan ditempuhnya.
Keinginan yang tak bisa didapatkan semisal berharap pada banyak teman. Pun pada orang tuanya. Tuhan sekalipun tak akan menolongnya. Sang Khalik, tak pernah berkehendak mengubah nasib satu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang berkehendak mengubahnya.
Bondan melihat, di pelupuk matanya hanya kesulitan yang memanjang. Tak melihat hal termudah atau kemudahan, kecuali tekadnya di bulatkan dan keinginannya diwujud-nyatakan
Itu sebabnya, Bondan bisa melihat jalan terang. Meski sedemikian berliku, tapi Bondan yang tak ingin terus keliru, bersikukuh. Bersikeras melaluinya, meski memang sangat berliku. Bondan tak ingin lantas meninggalkan. Terlebih menyerah.
Bondan tak merasa malu. Tekadnya tak pupus meski kesulitan tak berhenti memburu. Terlebih Mbok Sinem selalu membantu. Menemaninya berbincang kapan pun Bondan perlu teman mengobrol. Mendengarkan keluhan tanpa minta ini atau itu.
Bondan jadi punya alasan yang kuat hingga betah  di rumah. Dia mulai merasakan arti dan makna rumahku istanaku. Perlahan tapi pasti, Bondan mulai bisa menanggalkan kebiasaan buruknya. Mylai bisa menjauh dan jika kelak Bondan benar benar bisa meninggalkan lingkungan gaulnya, dia tak berniat melupakan kawan kawannya. Bagaimana pun mereka pernah singgah di hati Bondan, dan seburuk buruknya teman, tidak boleh dilupakan meski sah saja jika menjauh agar hal hal yang sudah tak dikehendaki tak menyapanya lagi. Tak berpeluang untuk menyeretnya kembali
Semua keburukan yang semula dianggap bisa membebaskan dirinya dari belenggu keresahan, karena hanya sepi dan sepi setiap kali ia berteduh dan diam di rumahnya yang mewah. Sepi demi sepi yang mencengkram, membuat Bondan hanya terus memburu dan terus membidik dengan hawa nafsu. Lalu, bersama kehendaknya yang dilarikan kemanapun ia suka, selalu saja ia mengira, yang diraih dan direguknya adalah kebahagiaan yang melebur segala duka laranya. Mengubur kenestapaan jiwanya, yang tak pernah ba sah oleh tetesan kasih sayang dan cinta.
Nyatanya?
Di setiap itulah yang sesungguhnya terasa dan senantiasa dirasakan, dirinya dalam cengkra man dusta. Malah membuat jiwanya tak pernah tentram. Semakin ia memburu dengan hawa naf sunya yang terus menderu, hasil konkritnya bukan ketentram. Tapi kepuasan tanpa dasar. Ke puasan yang tak pernah memberi apa-apa, kecuali mengembalikan ke suasana yang sama: nestapa.
ORANG-orang bijak, begitu mudah mengerti dan memahami hidup itu apa dan bagaimana. Orang bijak tak sebatas sangat arif meli hat. Tapi juga arif menilai. Itu sebabnya, orang bijak lebih merasa tak pandai menyalahkan atau membenarkan, kecuali memang terlihat jelas ada kesalahan di dalam kesalahan, dan nampak nyata kebenaran yang selalu melandasi kebenaran itu sendiri.
Jadi, siapa pun yang telah lupa berbuat baik atau telah berprilaku buruk, bisa saja mengubah sikap dan prilaku buruknya. Selama ada keinginan untuk merubah, yang nisbi bisa ada yang tak nampak bisa jadi nyata. Begitu pun se baliknya.
Bila dulu terus ingat dan sekarang lupa, merupakan hal biasa. Dulu lupa sekarang ingat, juga bukan sesuatu yang istimewa. Lupa dan ingat selalu saling mempengaruhi. Selalu berlom ba menguasai setiap jiwa manusia
Mengapa? Karena lupa adalah sifat. Ia melekat erat bukan pada hewan. Tapi, melekat dalam diri manusia. Sengaja melupakan adalah perbuatan, tindakan. Memang tidak nyata terlihat. Tapi membuahkan sesuatu yang banyak mengandung manfaat.
Bondan bisa memperbaiki kekeliruannya.
Bondan merasa sangat beruntung. Terle bih, tekadnya yang kuat, membuatnya tak lagi ter tarik bemabuk-mabukan. Bondan mulai merasakan, kondisi tubuhnya yang jauh lebih sehat dan jauh lebih segar
Dan yang membuatnya hepi dalam arti se sungguhnya, selalu berada dalam kondisi sadar. Sebelumnya, lebih sering dalam kondisi teler. Pengaruh alkohol, membuatnya entah berada di mana. Bondan juga merasa sangat beruntung. Ia tak lagi disinisi. Tak lagi dicap sebagai pemabuk. Sejak bertekad melupakan kebiasaan buruk dan akhirnya bisa meninggalkan, siapapun tak punya alasan untuk menilai dirinya sampah
Bukan berarti tak ada yang merasa dirugikan oleh Bondan. Terlebih, Bondan juga sengaja melupakan kebiasaan buruk lainnya. Memang, sengaja melupakan kebiasaan buruk, sangat tidak mudah. Tapi, toh, yang kemudian dirasakan Bondan adalah ketenangan. Ia lega, karena sudah bisa menjadikan rumahnya sebagai rumahku istanaku. Rumah yang membuat dirinya tentram dan bebas dari berbagai perkara
Ia bisa tidak kelayapan dan tidak begadang. Juga tidak lagi melakukan hal-hal yang se belumnya malah dianggap sangat wajar. Padahal, wajar dalam dimensi merugikan orang lain dan merugikan diri sendiri.
Teman-teman Bondan tentu saja merasa sangat dirugikan.
Sejak Bondan sadar – mereka menganggap seperti itu, tak ada lagi yang mentraktir minum sampai mabuk. Tak ada lagi yang mengajak mereka mencari anak-anak abg untuk bersenang-senang dan kesudahannya pasti dikencani.
Teman teman Bondan, bukan tak mem persoalkan. Mereka, malah sengaja menemui Bondan. Kalau saja Bondan tidak cerdik dan saat menghadapi hal itu ia kehilangan akal sehat, Bondan yakin, ia tak pernah bisa meninggalkan kebiasaan buruknya. Bondan yakin, pengaruh teman-temannya, sedemikian hebat. Jika kembali dekat, akrab dan menyatu lagi, percuma Bondan insaf
Saat teman-temannya datang, Bondan minta mbok Sinem membantunya. Ia minta agar mbok Sinem, menemui teman-temannya dan melakukan hal yang langsung diintruksikan oleh Bondan. Tak sulit bagi mbok Sinem melaksanakan perintah Bondan. Terlebih, sudah seringkali Bondan minta bantuan kepada mbok Sinem. Mbok Sinem tak pernah mengecewakan Bondan.
Tiap kali melaksanakan perintah Bondan untuk melakukan kebohongan, yang dirasakan mbok Sinem justeru senang luar biasa. Itu sebabnya, Mbok Sinem tak pernah merasa berdosa, karena setiap usai melaksanakan tugas, Bondan tak pernah lupa atau sengaja melupakan jasanya.
Bondan pasti memberi bonus. Jumlahnya, lumayan besar. Minimal, sebesar gaji sebulan Tapi, sering lebih. Bondan memang dapat lebih banyak. Ia memang paling berhak menerima uang, dari ayah maupun ibunya. Kebiasaan membohongi majikan – ayah dan ibu Bondan, membuat Mbok Sinem semangat dalam melaksanakan misi untuk kepentingan anak majikannya
Jadi, bukan lagi mbok Sinem jika tidak siap melaksanakan perintah. Ketika teman-teman Bondan benar-benar muncul, tanpa ragu, mbok Sinem segera menghadapi mereka.
Mbok Sinem menyambut teman Bondan sebagaimana mestinya. Dengan lugu, Ia bertanya mau ketemu siapa dan untuk urusan apa. Saat mereka menjawab mau ketemu Bondan , mbok Sinem lang sung memainkan peran lugunya.
“ Kok, baru hari gini, sih, mau besuk den Bondan?”
Tak hanya Heri Gondrong yang kaget. Gito, Suparman, Doni dan Marbun, lupa jika mereka datang karena kesal sama Bondan, yang menghilang tanpa pesan, yang menjauh tanpa kabar.



Bersambung.........