MASIH ADA JALAN
oleh : Oesman Doblank
oleh : Oesman Doblank
TIGA
.
Saat ini, Bondan
bukan ingin menyesali nasib atau menggugat orangtua. Bondan lebih
ingin, mengubah prilakunya. Mengubah jalan hidup. Ia ingin mulai
meluruskan jalan yang masih tersisa. Jalan yang memang masih harus
dilalui dan ditempuhnya.
Keinginan yang
tak bisa didapatkan semisal berharap pada banyak teman. Pun pada
orang tuanya. Tuhan sekalipun tak akan menolongnya. Sang Khalik, tak
pernah berkehendak mengubah nasib satu kaum, kecuali kaum itu sendiri
yang berkehendak mengubahnya.
Bondan melihat,
di pelupuk matanya hanya kesulitan yang memanjang. Tak melihat hal
termudah atau kemudahan, kecuali tekadnya di bulatkan dan
keinginannya diwujud-nyatakan
Itu sebabnya,
Bondan bisa melihat jalan terang. Meski sedemikian berliku, tapi
Bondan yang tak ingin terus keliru, bersikukuh. Bersikeras
melaluinya, meski memang sangat berliku. Bondan tak ingin lantas
meninggalkan. Terlebih menyerah.
Bondan tak
merasa malu. Tekadnya tak pupus meski kesulitan tak berhenti memburu. Terlebih Mbok Sinem selalu membantu. Menemaninya berbincang
kapan pun Bondan perlu teman mengobrol. Mendengarkan keluhan tanpa
minta ini atau itu.
Bondan jadi punya
alasan yang kuat hingga betah di rumah. Dia mulai merasakan arti dan
makna rumahku istanaku. Perlahan tapi pasti, Bondan mulai bisa
menanggalkan kebiasaan buruknya. Mylai bisa menjauh dan jika kelak
Bondan benar benar bisa meninggalkan lingkungan gaulnya, dia tak
berniat melupakan kawan kawannya. Bagaimana pun mereka pernah singgah
di hati Bondan, dan seburuk buruknya teman, tidak boleh dilupakan
meski sah saja jika menjauh agar hal hal yang sudah tak dikehendaki
tak menyapanya lagi. Tak berpeluang untuk menyeretnya kembali
Semua
keburukan yang semula dianggap bisa membebaskan dirinya dari belenggu
keresahan, karena hanya sepi dan sepi setiap kali ia berteduh dan
diam di rumahnya yang mewah. Sepi demi sepi yang mencengkram, membuat
Bondan hanya terus memburu dan terus membidik dengan hawa nafsu.
Lalu, bersama kehendaknya yang dilarikan kemanapun ia suka, selalu
saja ia mengira, yang diraih dan direguknya adalah kebahagiaan yang
melebur segala duka laranya. Mengubur kenestapaan jiwanya, yang tak
pernah ba sah oleh tetesan kasih sayang dan cinta.
Nyatanya?
Di setiap itulah
yang sesungguhnya terasa dan senantiasa dirasakan, dirinya dalam
cengkra man dusta. Malah membuat jiwanya tak pernah tentram. Semakin
ia memburu dengan hawa naf sunya yang terus menderu, hasil konkritnya
bukan ketentram. Tapi kepuasan tanpa dasar. Ke puasan yang tak pernah
memberi apa-apa, kecuali mengembalikan ke suasana yang sama:
nestapa.
ORANG-orang
bijak, begitu mudah mengerti dan memahami hidup itu apa dan
bagaimana. Orang bijak tak sebatas sangat arif meli hat. Tapi juga
arif menilai. Itu sebabnya, orang bijak lebih merasa tak pandai
menyalahkan atau membenarkan, kecuali memang terlihat jelas ada
kesalahan di dalam kesalahan, dan nampak nyata kebenaran yang selalu
melandasi kebenaran itu sendiri.
Jadi, siapa
pun yang telah lupa berbuat baik atau telah berprilaku buruk, bisa
saja mengubah sikap dan prilaku buruknya. Selama ada keinginan untuk
merubah, yang nisbi bisa ada yang tak nampak bisa jadi nyata. Begitu
pun se baliknya.
Bila dulu
terus ingat dan sekarang lupa, merupakan hal biasa. Dulu lupa
sekarang ingat, juga bukan sesuatu yang istimewa. Lupa dan ingat
selalu saling mempengaruhi. Selalu berlom ba menguasai setiap jiwa
manusia
Mengapa?
Karena lupa adalah sifat. Ia melekat erat bukan pada hewan. Tapi,
melekat dalam diri manusia. Sengaja melupakan adalah perbuatan,
tindakan. Memang tidak nyata terlihat. Tapi membuahkan sesuatu yang
banyak mengandung manfaat.
Bondan bisa
memperbaiki kekeliruannya.
Bondan merasa
sangat beruntung. Terle bih, tekadnya yang kuat, membuatnya tak lagi
ter tarik bemabuk-mabukan. Bondan mulai merasakan, kondisi tubuhnya
yang jauh lebih sehat dan jauh lebih segar
Dan yang
membuatnya hepi dalam arti se sungguhnya, selalu berada dalam kondisi
sadar. Sebelumnya, lebih sering dalam kondisi teler. Pengaruh
alkohol, membuatnya entah berada di mana. Bondan juga merasa sangat
beruntung. Ia tak lagi disinisi. Tak lagi dicap sebagai pemabuk.
Sejak bertekad melupakan kebiasaan buruk dan akhirnya bisa
meninggalkan, siapapun tak punya alasan untuk menilai dirinya sampah
Bukan berarti
tak ada yang merasa dirugikan oleh Bondan. Terlebih, Bondan juga
sengaja melupakan kebiasaan buruk lainnya. Memang, sengaja melupakan
kebiasaan buruk, sangat tidak mudah. Tapi, toh, yang kemudian
dirasakan Bondan adalah ketenangan. Ia lega, karena sudah bisa
menjadikan rumahnya sebagai rumahku istanaku. Rumah yang membuat
dirinya tentram dan bebas dari berbagai perkara
Ia bisa
tidak kelayapan dan tidak begadang. Juga tidak lagi melakukan hal-hal
yang se belumnya malah dianggap sangat wajar. Padahal, wajar dalam
dimensi merugikan orang lain dan merugikan diri sendiri.
Teman-teman
Bondan tentu saja merasa sangat dirugikan.
Sejak Bondan sadar
– mereka menganggap seperti itu, tak ada lagi yang mentraktir minum
sampai mabuk. Tak ada lagi yang mengajak mereka mencari anak-anak abg
untuk bersenang-senang dan kesudahannya pasti dikencani.
Teman teman
Bondan, bukan tak mem persoalkan. Mereka, malah sengaja menemui
Bondan. Kalau saja Bondan tidak cerdik dan saat menghadapi hal itu ia
kehilangan akal sehat, Bondan yakin, ia tak pernah bisa meninggalkan
kebiasaan buruknya. Bondan yakin, pengaruh teman-temannya, sedemikian
hebat. Jika kembali dekat, akrab dan menyatu lagi, percuma Bondan
insaf
Saat
teman-temannya datang, Bondan minta mbok Sinem membantunya. Ia minta
agar mbok Sinem, menemui teman-temannya dan melakukan hal yang
langsung diintruksikan oleh Bondan. Tak sulit bagi mbok Sinem
melaksanakan perintah Bondan. Terlebih, sudah seringkali Bondan minta
bantuan kepada mbok Sinem. Mbok Sinem tak pernah mengecewakan Bondan.
Tiap kali
melaksanakan perintah Bondan untuk melakukan kebohongan, yang
dirasakan mbok Sinem justeru senang luar biasa. Itu sebabnya, Mbok
Sinem tak pernah merasa berdosa, karena setiap usai melaksanakan
tugas, Bondan tak pernah lupa atau sengaja melupakan jasanya.
Bondan pasti
memberi bonus. Jumlahnya, lumayan besar. Minimal, sebesar gaji
sebulan Tapi, sering lebih. Bondan memang dapat lebih banyak. Ia
memang paling berhak menerima uang, dari ayah maupun ibunya.
Kebiasaan membohongi majikan – ayah dan ibu Bondan, membuat Mbok
Sinem semangat dalam melaksanakan misi untuk kepentingan anak
majikannya
Jadi, bukan lagi
mbok Sinem jika tidak siap melaksanakan perintah. Ketika teman-teman
Bondan benar-benar muncul, tanpa ragu, mbok Sinem segera menghadapi
mereka.
Mbok Sinem
menyambut teman Bondan sebagaimana mestinya. Dengan lugu, Ia
bertanya mau ketemu siapa dan untuk urusan apa. Saat mereka menjawab
mau ketemu Bondan , mbok Sinem lang sung memainkan peran lugunya.
“ Kok, baru
hari gini, sih, mau besuk den Bondan?”
Tak hanya Heri
Gondrong yang kaget. Gito, Suparman, Doni dan Marbun, lupa jika
mereka datang karena kesal sama Bondan, yang menghilang tanpa pesan,
yang menjauh tanpa kabar.
Bersambung.........