Showing posts with label Fiksi008. Show all posts
Showing posts with label Fiksi008. Show all posts

Friday, May 3, 2013

CERBUNG (8)



MASIH ADA JALAN
oleh: Oesman Doblank

DELAPAN


Di satu tempat yang tak diketahui baik oleh Bondan maupun Mbok Sinem, Susilawati menutup hapenye. Dia ngedumel karena masih belum bebas dari rasa kesal.
“ Baru demam, bukan ke dokter malah minta ibunya pulang. Kenapa anak itu jadi mendadak cengeng, sih? Apa dia nggak tau , ka lau ibunya lebih menderita? Apa dia nggak mi kir, aku bukan pembantu? “
Entah kenapa Susilawati jadi kelihatan begitu kesal. Entah kenapa Susilawati tak suka mendengar kabar kalau Bondan, anak kandungnya, yang sungguh sungguh sangat merindukan kehadiran ibunya yang dikabarkan sedang demam, malah ditanggapi dengan emosi
“ Tante…mana kopi panas saya?”
Kalau saja Susilawati tak mendengar suara lelaki yang bernada manja dari dalam rumah, ia tak bergegas beranjak dari kursi taman, halaman rumahnya.
“Pagi-pagi, bukannya mempercantik wajah, lalu sediakan saya kopi dan sarapan pagi untuk kita berdua, malah termangu dan cemberut. Ada apa sih, tiba-tiba saja tante jadi seperti pemain lenong yang habis mentas tapi honornya nggak dibayar ?”
Johan, anak muda sekitar 30 tahunan, yang hanya bercelana pendek, langsung menegur Susilawati yang ba ru saja masuk ke ruang tamu.
“ Apa kamu bilang ? “
Johan, yang dadanya bidang, dengan bulu berham buran di sekujur dadanya, tercengang. Ia tak menyangka, Susilawati yang belum lama berselang menggelinjang tak ada habisnya, terus mengetatkan pelukan dan tak habis ha bisnya mengumbar senyumannya yang merangsang, berka li-kali melenguh tiap merasakan nikmat yang ia berikan , dan selalu mengucapkan kalimat yang sama :
“Terima kasih, Johan. Hanya kamu yang cerdas dalam memberi kepuasaan dan membahagiakan tante, “ dengan suara indah dan sikapnya yang begitu mesra sam bil mengelap keringatnya yang membanjiri tubuhnya, me nanggapi candanya dengan emosional.
“Kalau aku tanya, kamu harus cepat jawab. Jang an berlagak tidak merasa bersalah ?”
“Maksud saya, kan, cuma kepingin bercanda, tan te. Tidak ada maksud lain kecuali ingin membuat suasana lebih indah. Agar kita tetap hepi “
Johan, segera menyahut. Tapi, kalimat yang ter ucap, jauh panggang dari api. Sama sekali tidak asli. Jauh dari kejujuran. Terus terang, jika melepas kata-kata yang terbersit dihati, bisa jadi bensin dan membakar emosi Ia kuatir suasana jadi kisruh. Sebab, Johan melihat emosi tan te Susilawati sudah tersulut. Entah karena apa dan oleh siapa.
Johan memilih mengalah, karena kuatir, tante Susilawati membatalkan kesediaannya memberi bayaran lebih. Johan tak ingin permintaannya yang telah disanggupi malah lantas diingkari, karena setelah berhasil memberi kepuasan di ranjang, dinilai gagal memberi kepuasan diluar ranjang
Hal itu, yang memaksa Johan berkata tidak jujur, Mestinya, yang ia bilang seperti ini.
“ Saya, kan, sudah kehabisan energi karena semua stock yang ada, sudah saya salurkan untuk memba kar hasrat tante. Masa’ mau ngopi dan sarapan agar dapat mengembalikan energi yang hilang, harus minta. Mestinya, kan, seperti biasa, sudah tersedia. Urusan tante yang meminta kepada pelayan villa “
“ Ingat, yaa, Johan. Lain kali, silahkan becanda. Tapi, jangan ketika saya sedang kesal. Kalau kamu tidak suka saya ingatkan, sekarang juga, kamu saya persilahkan pergi dari villa saya. Toh, saya tidak pernah sulit mencari pengganti kamu. Kapan saja saya perlu gigolo, hanya ting gal menelpon, dan yang jauh lebih hebat dari kamu bisa saya dapatkan “
“ Sorri, tante. Saya tidak tau kalau tante sedang kesal. Saya sungguh-sungguh minta maaf, tante “
Johan yang jadi kuatir kalau “honornya” tidak dibayar, ingat kedua anaknya yang perlu biaya sekolah. Ingat isterinya yang kerap didatangi tetangga untuk menagih hutang, dan ingat tukang kredit barang yang juga datang untuk tujuan yang sama : menagih cicilan barang yang diambil isterinya, dengan atau tanpa sepengetahuannya
Meski begitu, Johan tak kehilangan pikir. Ia segera bangkit dari kursi.. Mendekat. Menatap tante Susi lawati yang bibir seksinya masih cemberut. Tangan kanan Johan meraih pinggang Susilawati. Tangan kirinya menyi bak daster tipis yang membalut tubuh tante Susi. Menyentuh sela-sela strategis kakinya. Dan usapan tangan Johan terus bergerak liar.
Susilawati terdiam. Matanya terpejam. Johan merapatkan bibirnya ke leher Susilawati yang jenjang.
“ Johan…kamu jangan nakal. Saya nggak kuat,”
Emosi Susilawati, mendadak luluh.


Bersambung …..........