Showing posts with label Fiksi005. Show all posts
Showing posts with label Fiksi005. Show all posts

Sunday, April 28, 2013

CERBUNG (5)


MASIH ADA JALAN
oleh : Oesman Doblank

LIMA



Saking senangnya, Mbok Sinem jadi terharu. Bagaimana tidak, jika melaksanakan tugas yang begitu ringan saja , dibayar kontan dengan tujuh lembar ratusan ribu. Malah Bondan berjanji akan menggenapkannya jadi sejuta.
Bondan begitu sulit melupakan hari itu. Hari yang menurutnya sangat bersejarah. Hari di mana ia jadi bisa menilai, siapa dan bagaimana rekan-rekannya. Kalau saja ia tidak mengalami, Bondan yakin, suatu saat dirinya bisa celaka. Jika Bondan tak punya tekad yang kuat untuk mengubah kebiasaan buruknya dengan sengaja melupakan kawan-kawan yang selama ini dianggap kawan--tapi sebenarnya bukan kawan, boleh jadi, Bondan masih berada dan tetap bersama Marbun dan teman Bondan lainnya.
Di lintas kehidupan yang sepanjang malam kelayapan, mabuk mabukan, menikmati kehangatan memeluk dan dipeluk para abg dan tak kenal berhenti menyeruak malam, ternyata hanya geliat tak terkendali dari jiwa yang kekeringan perhatian dan kasih sayang.
Toh, ujungnya tetap hampa. Tetap tak mendapatkan apapun, selain lelah dan lelah.
Kalau pun ada nikmat, hampa manfaat. Kalau pun ada kepuasaan, hanya seketika dan yang kemudian kembali dirasakan tak lebih dari hampa. Sama sekali tak bermakna. Buahnya bukan kebahagiaan hakiki. Tapi kebahagiaan semu. Kebahagiaan yang di dalamnya sama sekali tak melekat hakekat. Ujungnya, sia sia.
Kesia-siaan yang jika berulang dan terus berulang dan tanpa berusaha menghalang, ketika semakin meluas boleh jadi hanya membuat diri terhempas.
Bondan tak cuma ingin menjauhi kebiasaan buruknya. Bondan yakin, dirinya bisa melupakan semua yang pernah disentuh dan dirasakan. Bondan tak ingin sampai ke titik sesal tak berguna. Kalau akhirnya ia merasa menyesal, karena dirinya merasa masih sangat berguna. Bukan berarti Bondan merasa telah benar-benar berhasil menyelesaikan masalahnya.
Ia baru bisa membebaskan diri dari ruang pergaulan yang sama sekali tak tertata. Belum bebas dari berbagai ruang yang siap mencengkram siapa saja termasuk dirinya
Bondan sadar, masalah yang dihadapinya sangat berat. Lebih berat dari para pejuang Pa lestina, yang kalau pun mereka harus berperang, sangat mengerti dan paham untuk apa mengorbankan harta dan nyawa. Lebih berat dari beban yang dipikul oleh Presiden dan para menterinya, yang kalau pun menyatakan siap berjuang untuk mensejahhterakan rakyat, dan bukan untuk mensejahterakan kelompok dan pribadinya.
Berjuang agar mengenal dan memahami diri sendiri, suangguh jauh lebih berat dari perang itu sendiri. Sebab, perang di medan lagi tahu siapa musuh dan apa target yang akan dicapai. Sedangkan Bondan, sama sekali belum paham siapa musuh yang sebenarnya dan bagaimana cara dirinya memenangkan pertarungan
“ Tuhan…jika hamba tak sanggup mengubah prilaku buruk, hamba serahkan dan hamba pasrahkan segalanya hanya kepadaMu. Jika hamba sanggup, berikanlah kemudahan agar hamba selalu bisa melihat jalan kebaikan itu semakin terang benderang. Sehingga, langkah hamba hanya mengarah ke jalanMU. Hamba ingin berubah. Tuhanku…Beri hamba kemamuan yang penuh dan menyeluruh“
Bondan mulai ingat manusia hidup harus gemar berdo’a.
Harus membasuh tubuhnya dengan air wudhu
Seberat apapun harus membangun kebiasaan bersujud dengan ikhlas dan rasa syukur yang mendalam, karena seorang hamba seperti dirinya punya kewajiban yang sama, menyembah dan mengesakan Sang Pincipta Siiang dan Malam.
Memang terasa berat saat mulai berusaha mensucikan tubuh dengan air wudhu dan mensucikan hati dengan ruku' dan sujud, dan bacaan shalat yang telah sekian lama malah ditinggalkan. Dan ketika hasrat berserah diri kepada Sang pencipta mulai kembali dilakukan, Bondan berusaha menghimpun kemampuan agar keinginan yang mulai dirindukan bisa dilaksanakan. Bondan yakin, jika sudah bisa mengawali yang selama ini dirasakan sulit, ia akan terbiasa. Bondan mulai merasakan air matanya berjatuhan. Linangan air mata yang mengucur dengan sendirinya dari kedua pelupuk mata, seperti magnit. Kekuatan dan daya sedotnya yang sedemikian tinggi, seperti mengajak Bondan mengingat semua yang telah dilakukan.
Di saat saat seperti itu, Bondan mulai merasakan, betapa banyak manfaat yang didapat ketika dirinya mengingat masa lalu, masa dimana dirinya hanya larut dalam lakon indah yang menjebaknya. Masa di mana kebodohan demi kebodohan dilaluinya karena hawa nafsu yang sedemikian kuat memperdaya, membuat dirnya tak mampu mengingat apa yang lebih pantas dan lebih layak diingat.
Dalam kondisi seperti itu, Bondan malah menganggap lebih penting mengingat apa yang patut dan layak dia ingat dan dia kehendaki, seperti yang dikehendaki geliat hawa nafsu yang hanya mengajaknya mengejar kepuasan demi kepuasan yang sesungguhnya tak hanya seketika. Tapi juga abstrud. Begitu mudahnya Bondan terbawa dan kalau saja ia tak kuasa mendeteksi dengan apa yang terjadi, ia mungkin akan hanyut dan akhirnya tenggelam. Tak seorang pun yang peduli untuk menyeamatan.
Mengingat semua yang masih terlihat jelas di pelupuk mata, Bondan tak sanggup menepis rasa bersalah yang terbit seketika. Terbaca jelas, karena bak bak berita di koran atau majalah, menguraikan aneka peristiwa. Bondan membacanya dengan begitu seksama
Bondan sesenggukan sendirian, di kamarnya yang mulai terhampar sajadah. Di kamar pribadi Bondan yang sekian lama tak menggema doa, mulai terdengar lantun doa saat Bondan bersujud dan setelah Bondan menutup shalatnya dengan salam.



Bersambung.....