Showing posts with label Fiksi004. Show all posts
Showing posts with label Fiksi004. Show all posts

Sunday, April 28, 2013

CERBUNG (4)


MASIH ADA JALAN
oleh : Oesman Doblank

EMPAT


“ Lho, memang ada apa dengan Bondan ?” Tanya Heri Gondrong
“ Ada apa? Den Bondan tuh sakit, kok, malah nanya ada apa?”
“Yang benar, mbok ?” Gito jadi sulit untuk tidak percaya.
“ Kok, saya mengatakan yang benar, malah tidak dipercaya? Memangnya, mentang-mentang saya cuma pembantu, malah lebih pantas untuk tidak dipercaya? “ Mbok Sinem, bisa memperli hatkan sikapnya yang tersinggung
“ Bukan begitu, mbok. Kita cuma kepingin tahu, mengapa sudah lebih dua bulan Bondan tak pernah mau kumpul lagi sama kita,” Marbun mencoba menenangkan mbok Sinem.
“ Den Bondan bukan tidak mau kumpul, mas. Juga bukan tidak mau gaul. Yang harus di dahului oleh setiap orang sakit, tuh, bukan kumpul atau gaul, mas. Tapi, harus disiplin mengikuti saran dan anjuran dokter. Jadi, selain harus banyak istirahat den Bondan juga harus bersedia dirawat. “
“ Jadi, sekarang Bondan sedang istirahat, ya, mbok?” Tanya Doni.
“ Yaa, iya lah. Masa’ orang sakit malah kelayapan, malah ke pub !”
Doni berusaha membujuk agar diizinkan menemui Bondan. Doni langsung mencolek bahu mbok Sinem dengan gaya yang memang sangat sok akrab. Sok supel. Doni memang tengah berusaha meluluhkan hati mbok Sinem. Doni yakin, ia bisa membujuk. Hanya, Doni tidak tahu, jika mbok Sinem tahu, Doni berusaha membujuk dan melulukannya
“ Si mbok bisa aja, deh. Sekarang, boleh dong, kalau kita masuk. Kan kalau kita bisa segera ketemu dan bisa langsung membezuk Bondan, kita bisa menghibur dan memberi semangat agar Bondan cepat sembuh dari penyakit yang dideritanya ”
“Kalau memang mau masuk, silahkan. Tapi, “ sahut mbok Sinem yang sadar tengah memainkan peran dan untuk itu ia tak melanjuitkan kalimatnya
“ Jangan pakai tapi, dong, mbok ?” Sergah Doni sambil kembali mencolek bahu mbok Si nem, dan melirik ke rekan rekannya. Doni meng isyaratkan ke teman lainnya, kalau ia akan berhasil membujuk mbok Sinem. Tentu saja dengan sangat yakin. Heri Gondrong dan yang lainnya membalas memberi isyarat sambil tersenyum.
“ Harus pakai, mas. Soalnya, yang bisa saya lakukan, cuma sebatas menyuguhkan minuman atau makanan. Saya tak bisa memanggil dan meminta den Bondan ke luar dari kamarnya “
“ Nggak apa-apa, mbok. Toh, kita tak hanya bersedia tapi juga bisa masuk ke kamarnya. Kan, mbok tahu kita juga biasa kumpul dan nginap di kamar Bondan ?” Doni semakin optimis
“ Iya, mbok. Lagi pula, si mbok nggak usah repot-repot menjamu kita. Kita, kan, kalau mau minum atau mau makan, bisa ambil sendiri. Lagipula, kita tidak mau ngerepotin si mbok, kok, “ Gito ikut mencoba meyakinkan
“Yaa, silahkan saja mas semua masuk ke dalam. Cuma, jangan harap bisa ketemu den Bondan. “
“Jangan gitu, dong, mbok. Apa sih, susah nya bilang kalau kita datang dan mau bezuk Bondan di kamarnya? “
“ Kalau sebatas bilang begitu sama den Bondan, tak masalah, mas. Cuma, bagaimana bilang nya jika sejak sebulan lalu, den Bondan dibawa dan dirawat di rumah sakit di Singapura “
“ Kita kok, jadi nggak ngerti, mbok ?”
“ Iya, mbok. Apa, sih, maksud si Mbok ?”
“Mas…dengar, yaa. Sebenarnya, den Bondan tuh sudah sejak lama mengidap penyakit gawat. Tapi, baru ketahuan belakangan. Dua bulan lalu, saat den Bondan cek-ap, malah diminta masuk ruang inap Rumah Sakit Pertamina.
Dua minggu dirawat di sana sama sekali tak ada perubahan. Karena tak juga sembuh, majikan saya, membawa den Bondan berobat ke Singapura. Kalau memang mau besuk, yaa, mas harus berangkat ke Singapura. “
“ Oh alaaaah, si mbok ini piyee, toh. Mestinya, bilang dari pertama kali kita datang, dong. Jadi, kita nggak penasaran. Nggak kecewa, “ Sentak Marbun

Tapi ia tak bisa ngejitak mbok Sinem, meski kepingin banget ngejitak sang pembantu tua yang mendadak jadi sosok paling menyebalkan
“ Mbok..mbok… kalau ada duit, daripada buat besuk Bondan yang dirawat di Singapura, kan lebih baik kita beliin minuman “ Doni mulai kelihatan aslinya, nyeleneh.
“ Iya, mbok. Teler tuh lebih enak, tau “ Kata Gito, yang langsung membalikkan tubuh dan ninggalin si Mbok.
“ Mbok, lain kali, langsung kabarkan. Jangan ajak kita ngider ngalor ngidul nggak karuan. Ngerti?” Heri Gondrong bukan tidak emosi. Ta pi, dia hanya mampu memberi peringatan

Mbok Sinem tak kepingin menepis atau menangkis. Si mbok sengaja tak mau mau menggubris. Bukan tak ingin. Tapi, tak ingin ketahuan telah berbohong. Si mbok Sinem juga tak hendak berbasa basi, dengan berpura pura mencegah teman teman den Bondan pergi agar mereka tidak merasa kecewa. Mbok Sinem yang tahu mereka kecewa, tak menyoal anak anak muda itu pergi tanpa bilang. Padahal, saat datang mereka mengucap salam.
Si mbok Sinem baru beranjak ke dalam rumah setelah mereka masuk ke mobil dan sejenak kemudian sudah hilang dari pandang
Mbok Sinem segera masuk untuk melaporkan keberhasilan misinya.
Bondan tak bisa menahan tawa.
Melihat anak majikannya terbahak bahak, tentu saja si Mbok Sinem jadi senang. Cuma, mbok Sinem tidak kepingin ikut terbahak. Serasa tak pantas jika mbok Sinem memanfaatkan situasi untuk ikut ikutan ngakak. Tapi senyum si mbok Sinem tak juga hilang.
“Den,si mbok mau pamit ke dapur dulu, den “
“Astaghfirullah Hal Adziem. Sorri, yaa, mbok. Saya jadi lupa sama si mbok. Oh iya, terima kasih yaa mbok,” Bondan yang tersadar merasa tidak enak sama si mbok.
Tentu lebih tak enak enak jika malah lupa memberi bonus.
Bondan merogoh dompet. Senyum mbok Sinem kian sumringah saat tujuh lembar ratusan ribu disodorkan ke arahnya.
“ Besok saya tambahin, supaya jadi genap sejuta “
“ Segini aja lebih dari cukup, den “
“ Pokoknya, besok harus saya tambah. Kalau saya lupa, si mbok harus ingetin saya. Oke ?”
“ Trima kasih, den. Terima kasih “


Bersambung.......