Showing posts with label Fiksi007. Show all posts
Showing posts with label Fiksi007. Show all posts

Friday, May 3, 2013

CERBUNG (7)


MASIH ADA JALAN
oleh: Oesman Doblank

TUJUH


        Bondan kembali berbaring. Dengan penuh perhatian dan ketulusan  si mbok Sinem menekan dan menggerak-gerakan botol – berisi air panas, yang dilapisi handuk. ke sekujur tubuh Bondan
“ Kita harus banyak beristighfar, den. Agar hati selalu terjaga, dari segala keburukan. Dari segala hal yang bisa membuat kita lemah “
“Iya, mbok. Terima kasih, si mbok sudah memperhati kan dan mengingatkan saya “
Bondan sudah kembali tenang. Air panas di botol yang sebentar-sebentar bergerak dari dada ke perut dan sebaliknya, benar-benar menghangatkan dan membuat demamnya cepat turun. Ketulusan mbok Sinem merawat Bondan yang tiba-tiba terserang demam, membuat Bondan akhirnya kembali tertidur lelap.
Mbok Sinem kembali ke kamar mandi. Menuang isi botol yang sudah dingin, lalu meletakkanya di sisi wastafel. Setelah menjembreng handuk kecil, ia membuka kran air panas. Si mbok menaruh handuk kecil di wastafel. Mema tikan kran. Dengan hati-hati si mbok memeras handuk kecil yang barus saja dibasahi dengan air panas.
Si mbok kembali ke kamar. Sejenak, ia menatap Bon dan yang sudah lelap. Ia lalu mendekat dan meletakkan handuk hangat ke kening Bondan.
“ Duh Gusti, hanya Engkau yang sanggup melindungi dan meneguhkan jiwanya “ guman si mbok, yang seusai mendoakan bergegas meninggalkan Bondan.
Mbok Sinem terus berharap agar bu Susilawati mende ngar nada panggilan dari selulernya dan menjawab pang gilan si mbok yang mengontaknya.
“ Duh Gusti…tolong buka pintu hati ndoro Susi.
Jangan biarkan ndoro Susi jadi tuli “
Si mbok tidak ingin kecewa, meski telah beberapa ka li memanggil, bu Susilawati tak juga menjawab. Si Mbok meletakkan gagang telpon dan bergegas kembali ke ka mar Bondan. Ia menarik nafas panjang. Merasa lega meli hat Bondan semakin lelap.
Mbok Sinem hanya bisa merasa kasihan pada Bon dan. Ia punya orangtua tapi lebih malang dari anak-anak yatim piatu, yang malah dapat perhatian lebih dari para pengurus panti asuhan. Ia hanya diberi materi berlebihn ta pi tak dilengkapi dengan kasih sayang. Diberi payung ke mewahan tapi hanya membuatnya kehausan belaian kasih dan lapar parhatian
Kalau saja pak Sadewa dan bu Sisilawati membe rinya tablet kasih sayang, cinta dan perhatian yang tulus dan sepenuh hati, Bondan pasti tak harus terus menerus menahan rasa haus dan lapar terhadap cinta kasih.
“ Duh Gusti…hanya karunia dan hidayah Engkau yang menguatkan jiwanya. Hamba hanya bisa membantu dengan kebodohan dan ketidak-tahuan “
Tak cuma batin mbok Sinem yang menangis. Air ma ta mbok Sinem pun meleleh di pipi. Mbok Sinem yang berdiri di ambang pintu kamar Bondan, hanya bisa mena tap dan kalau pun ia melihat duka nestapa di wajah anak majikannya, tak mampu berbuat apa-apa
Dulu, mbok Sinem tak pernah merasa seperti ini. Saat Bondan hanya bermabuk mabukan, jarang di rumah kecuali bersenang-senang dengan cewek abg dan teman-temannya, mbok Sinem tak pernah menangis. Juga tak pernah merasa terganggu. Toh, ia ada hanya untuk kerja. Melayani kebutuhan majikannya
Selama ia suka dan bisa melakoninya, tak berhak menegur terlebih menasihati. Jika tak suka dan tak sang gup menjalani, tak ada larangan untuk pergi secepatnya dari rumah majikannya. Mau kembali ke kampung hala man, silahkan. Pindah ke maji kan lain, monggo wae. Mbok Sinem bebas mengambil keputusan dan melakukan
Tiba-tiba mbok Sinem terkesiap.
Ia mendengar dering pesawat telepon.
Mbok Sinem melangkah tergopoh. Bergegas me ngangkat pesawat telepon.
Susilawati, tak menampakkan kecemasan apapun. Ia malah kelihatan marah saat bicara lewat seluluernya.
“ Ada apa, sih, nelpon saya sampai berkali kali….maaf…maaf… Apa si mok nggak tahu kalau saya jadi sangat terganggu,” kata suara di sebrang sana yang penuh emosi.
“ A... a..anu ndoro. Den Bondan demam dan memanggil manggil ndoro,” Mbok Sinem mencoba menjelaskan. Namun, ia kembali mendengar suara yang mengandung amarah
“ Aaaah, baru demam saja sudah kepingin ngerepotin saya.
Mbok, ingat ya, Bondan tuh sudah besar. Dia kan bisa pergi ke dokter. Kalau perlu dirawat, telpon ambulan dan bawa saja ke rumah sakit ….
Apa ? Aaaah…bilang sama dia, buat apa manggil manggil saya. Bapaknya, kan, ada dan tiap saat bisa dihu bungi…… Dengar baik-baik, ya mbok. Sekarang, cepat si mbok hubungi ayahnya. Bilang sama ndoro Sadewa, anak ndoro sakit karena rindu kasih sayang ayahnya. Selama ia sakit, yang diinginkan hanya satu, ditemani dan dijaga oleh ayahnya…..
Awas, si mbok jangan cuma bilang iya, iya dan iya. Hubungi secepatnya dan tolong katakan, ndoro Susilawati akan menggugat jika dia tak mau menemani dan menjaga anaknya yang sedang sakit……
Apa ? Si mbok jangan macam-macam, yaa?! Ingat... kalau si mbok tidak berani sampaikan permintaan saya, harus siap tanggung risikonya…..
Aaaah..sudah. Pokoknya, jangan berani berani lagi nelepon, saat saya sedang istirahat. Dan bilang sama Bondan, jangan jadi lelaki cengeng. Anak lelaki itu harus kuat. Kalau mau hidup harus siap menerima kenyataan dan tidak perlu menyalahkan siapa-siapa…..
Naah, begitu, dong. Si mbok memang harus nger ti. Orang yang sudah tua itu, harus lebih mengerti. ….
Yaa, sudah. Syukur kalau si mbok maklum “



Bersambung.......