NYANYIAN HATI
Oleh : Oesman Doblank
DUA
“Saya tidak suka pernikahan saya diwarnai oleh pesta super meriah. Apa
hebat dan apa manfaatnya bagi saya jika harus ikut-ikutan mensupport gaya hidup
yang tak diperintahkan dan hanya mengandung kesan mubazir. Pokoknya, saya hanya
ingin menikah dengan tata cara yang
sesuai dengan perintah agama.”
Marwan yang tentu saja tidak setuju dengan rencana calon mertuanya,
malah kelihatan tidak kikuk mengungkapkan ketidak-setujuannya. Malah, ia berani
bicara lebih tegas lagi.
“Pokoknya, hanya ada pengantin, ada mahar, ada saksi ada wali dan ada
akad nikah yang sakral. Selebihnya, doa dan makan bersama dengan kesederhanaan
yang bersahaja. Jika lebih dari itu, lebih baik saya tidak jadi menikah “
Tentu
saja, pak Karim, sang calon mertua tidak terima. Hanya, pak Karim masih bisa
mengendalikan emosinya. Ia tidak menanggapi dengan sikap yang berlebihan.
“Kamu jangan berfikir tidak logis. Perkawinan meriah itu, tak cuma hal
biasa dan sama sekali tak terkait dengan mubazir, Marwan. Saat ini, hampir setiap orang malah berpikir lebih baik
menjadikan hal terpenting dan terindah dalam hidup anak-anaknya, sebagai momen
tak terlupakan timbang harus diabaikan dan akhirnya hanya berlalu tanpa kesan.
Untuk itu, para orangtua lebih rela menghabiskan uang puluhan atau
ratusan juta daripada harus menghabiskan energi karena terkuras untuk memikirkan bagaimana caranya
mengantisipasi dan mengatasi gunjingan tetangga atau saudara, yang mengecilkan
dan menganggap remeh, karena orangtua tak mampu memadukan momen perkawinan
anaknya yang hanya sekali seumur hidup dengan sebuah pesta yang meriah “
Pak
Karim yang sudah merancang pesta meriah untuk perkawinan Mirna, putrinya yang
akan dilamar Marwan, tentu saja kesal. Bagaimana mungkin tidak, jika Marwan,
calon menantunya, malah memberi ide yang
bertolak belakang dengan kemauan dan
gagasan pribadi pak Karim, yang dianggapnya hebat.
Terlebih, pak Karim sudah beberapa kali berkonsultasi dengan boss sebuah
event organize yang juga dikenal sebagai pakar pesta pernikahan. Dan ia merasa
puas, karena gagasannya tak hanya dianggap hebat. Tapi, sekaligus dianggap
lebih brilian dan lebih maju puluhan langkah dibandingkan dengan ide orangtua
lainnya, yang pernah jadi kliennya, dan mereka juga ingin memeriahkan
pernikahan anak mereka dengan sebuah pesta yang kesannya harus wah dan selalu
berpesan tak ingin secuilpun pestanya malah menimbulkan kesan weh..weh weh
payah..
Malah, boss event organizer yang mengaku
sangat berpengalaman menangani acara pernikahan, menilai, baru kali ini ia
bertemu dengan klien, yang menunjukkan rasa cinta dan perhatian sedemikian
mendalam pada anaknya. Dia bilang. baru pak Karim yang mampu memberi gagasan
yang menurut dia tak sekedar hebat. Tapi sekaligus lebih cemerlang dari
berbagai hal yang oleh banyak orang dinilai sebagai sesuatu yang gemilang
Biasanya, kata boss event organizer yang mengaku tulus dalam menilai, seluruh
kliennya, datang hanya membawa kesanggupan membayar tapi tidak sanggup memberi
ide. Malah, tidak sedikit, yang baru bisa mengaku mengerti setelah dijelaskan
berkali-kali
Coba, gimana pak Karim tidak kesal? Boss EO yang pengalaman dan berkharisma,
serasa ikhlas memuji dirinya. Eeh, Marwan yang statusnye baru sebatas calon
mantu, malah meremerhkan dan sama sekali tidak menghargai ide idenya.
Calon mertua mana yang tidak kesal jika dibegitukan oleh calon mantunya? Busyet deh.
Bersambung…..