Saturday, July 20, 2013

CERITAKU-CERITAMU (3)

JALAN MASIH PANJANG
Oleh : Oesman Doblank

TIGA


Kebanyakan pengemudi – entah angkutan umum atau mobil pribadi,  lebih ingin mendahului timbang didahului. Semua sepertinya hanya ingin cepat sampai di tujuan, timbang lebih baik saling mengalah atau sedikit bersabar.
Agaknya, jalan raya sudah dianggap tak pantas untuk mengaplikasikan kesabaran. Padahal, kesabaran harus mengejawantah dimana dan kapan saja. Bukan malah dianggap tak pantas diterapkan di jalan raya
Sepertinya  keinginan membangun budaya tertib dalam berlalu lintas justeru  sudah semakin ter singkir dari hati masyarakat pengguna jalan. Entah bagaimana cara meluruskan jika yang nampak melekat dengan begitu kokoh di jiwa para pengemudi, hanya egoisme. Ingin selalu berada di depan dan lebih dahulu dari yang lain
Padahal, sikap dan kepribadian yang malah semakin  menonjol ini, tak hanya merugikan banyak orang. Tapi juga sangat merugikan setiap pribadi. Terlebih, kecelakaan bisa terjadi kapan , di mana dan bisa menimpa siapa saja. Dan jika ujung ujungnya jalan raya jadi pusat kemacetan lalu lintas, entah berapa banyak BBM terbuang sia sia.
Komeng hanya bisa tersenyum saat seorang pengemudi motor terjatuh, karena menghindari mikrolet di depannya yang berhenti mendadak. Ketika orang-orang berhamburan – entah mau menolong atau malah ingin mencari peluang meraih keuntungan, Komeng lebih ingin masuk ke sebuah taksi yang ngetem di tepi jalan dan meminta sang pengemudi untuk segera meluncur.
“ Kemana pak? “ pengemudi taksi yang baru saja melarikan mobilnya mencoba menjalin rasa akrab.
“ Grogol, pak “ Komeng menyahut seperlunya.
Bukan tak ingin berakrab-akrab. Tapi Komeng tahu diri kalau ia sudah lelah. Capek. Bukan lantaran ia tak dimengerti oleh Badrun dan hanya ia yang paham tentang Badrun. Tapi, sejak pagi, ia sudah meninggalkan rumah. Setelah melaksanakan tugas rutinnya, bermain dan membimbing anak-anak jalanan di kawasan Kebayoran Lama, Komeng ke Blok M. Meski hampir sejam ia berada di Gramedia, selama di  sana hanya numpang membaca. Tak berarti tidak punya niat membeli buku. Dia hanya mampu membaca karena memang sedang bokek.
Uang di dompetnya  hanya cukup untuk ongkos. Kalaupun ia bersedia memenuhi ajakan Badrun yang ingin mendiskusikan soal PNS di sebuah tempat bergengsi, karena Badrun yang janji mentraktir. Jika tidak, ia pasti tidak naik taksi. Tapi, naik bus.
“ Saya prihatin, lho dik, dengan nasib pengendara motor
yang terjatuh karena ulah sopir mikrolet “
Sebenarnya, Komeng sudah ingin menyandarkan kepalanya dan memejamkan mata. Tapi, saat melirik ia jelas melihat sopir taksi memperhatikan dari kaca spion dan sangat ingin berdialog, Komeng terpaksa menimpali.
“ Oh yaa ?”
“ Memangnya adik sama sekali tak prihatin ?”
“ Kalau bicara soal prihatin, keprihatinan saya jauh lebih dahsyat, pak ?”
“ Maksud adik ?” Sopir taksi menekan pedal gas lebih dalam.
“ Yaa, saya baru tidak prihatin jika para pengemudi kendaraan memilih berhati hati.Tidak ngebut seenaknya, dan selalu memikirkan keselamatan dirinya dan keselamatan orang lain “
Sopir taksi bukan tidak tersinggung. Tapi, tampaknya ia memilih berusaha menjinakkan ketersinggungannya. Dan, ia berhasil. Sebab, yang kemudian dilakukan olehnya terasa sangat melegakan Komeng. Terlebih, sang supir yang jelas berasal dari Sumatera, terlihat jelas dari tanda pengenalnya, lalu menurunkan laju kendaraannya.








Bersambung……

0 komentar:

Post a Comment