Tuesday, July 16, 2013

MUDIK APA NGGAK USAH MUDIK YA (2)

oleh : Oesman Doblank


       TARIKAN nafas Bejo yang panjang menandakan kebingungannya makin meningkat.
Emon bukan tidak iba. Hanya, meski ibanya diterang-jelaskan sehingga kadarnya mencapai seratus prosen dan ikhlas, tetap saja hanya sebatas iba. Pasalnya, Emon yakin kalau dirinya tidak bisa membantu. 
       Memang, meski nganggur, Emon tetap mencari uang dengan memanfaatkan sepeda motor kreditannya yang bulan depan lunas. Cuma, penghasilan dari ngojek nggak pernah bisa dipastikan. Saking banyaknya pengojek, setiap operasional, paling banyak Emon mengantongi tujuh puluh ribu rupiah. Itu pun kotor. Karena setelahnya harus kembali mengisi premium, yang harganya sudah disesuaikan menurut sudut pandang pemnerintah. 
      Kalau saja harga BBM disesuaikan menurut kepentingan dan kebutuhan masyarakat, mesti harganya memang sudah harus disesuaikan, tapi harganya tidak lebih tinggi. Tapi, malah lebih rendah. Setidaknya, dari empat ribu lima ratus jadi empat ribu saja. Jika seperti itu, layak dikatakan masyarakat sudah mendapatkan subsidi
      Cuma, kata Emon dalam hati, mengapa harus premium yang dikaitkan dengan duka nestapa Bejo, yang meskipun lebaran masih cukup lama tapi pusingnya sudah diaplikasikan saat ini. 
      " Kamu sendir, yakin lebaran nanti harus pulang?" Tanya Emon
      " Wah.. kamu pikir soal mudik lebaran harus diaplikasikan berdasarkan keyakinan? Emon.. Emon... kamu tuh sangat besar dalam kekeliruan dan sangat keliru dalam kebesaran. Sebab, tanpa keyakinan setiap perantau itu selalu mudik saat lebaran dan budaya mudik tidak mungkin bisa dilenyapkan, meski setiap tahun jalan di pantura nggak pernah beres dan membuat para pemudik selalu dipersembahkan ketidaknyamanan dalam perjalanan," tutur Bejo, yang meski belum bebas dari bingung tapi tetap bisa bicara panjang lebar
      " Begini saja," tukas Emon yang baru saja manggut manggut
      "Begini bagaimana?" Tanya Bejo yang berubah jadi optimis karena mengira Emon sudah punya solusi
      Dengan cepat Emon menyahut
      " Bagaimana kalau lebaran kali ini, kamu tidak usah mudik. Pertimbangannya, kan jelas, Kamu tidak punya uang, " kata Emon tanpa bermaksud menghalangi niat Bejo
      Tentu saja Bejo langsung tercengang
      "Jadi kamu punya niat untuk tidak mempertemukanku dengan keluarga dan kampung halaman yang kamu bilang boleh jadi merindukanku?" Kata Bejo, yang nampaknya menahan kesal, karena tak suka dengan opsi yang baru saja dikatakan Emon
      " Maksudku bukan begitu, Jo," Emon berusaha ingin menjelaskan lebih lanjut agar Bejo mengerti maksud sebenarnya
      " Maksud kamu, tidak berniat menghalangiku mudik lebaran ke kampung?"
      "Pasti seperti itu, Jo, Hanya, marilah kita berpikir secara rasional. Artinya, mudik itu kan, tak hanya butuh biaya. Tapi juga butuh mental dan kesehatan yang mantap. Sebab, bukan tak mungkin terhambat macet panjang yang makan waktu berjam jam dan membuat kamu bisa kesal karena mau cepat sampai tapi malah dihambat oleh jalan yang tidak pernah bagus dan kemacetan total yang tak bisa dihindari"
      " Emoooon... Emooon.. justeru di situlah indahnya mudik ke kampung halaman saat lebaran. Kalau jalan tidak rusak di saat arus mudik berlangsung, sama artinya kita tidak tinggal di Indonesia, Mon. Ini Indonesia, Mon. Bagaimana pun ini negeri kita dan wajar kalau jalanan rusak, karena proyek pembuatan dan pemeliharaan jalan itu dananya cukup besar. Kalau jalan dibuat bagus menurut standar biaya yang dianggarkan, kan daya tahannya bisa sepuluh tahun. Lantas, apa yang akan dikerjakan oleh mereka yang selalu berharap jalan rusak agar bisa diperbaiki?"
     " Oooh... begitu, Jo"
     " Yaa... begitu. Kalau tidak begitu, nggak mungkin jadi pemberitaan media. Sebab, jika perjalanan mudik lebaran lancar, justeru jadi tidak menarik untuk diberitakan. Soalnya, tidak ada masalah. Makanya selalu diberitakan, kan macet dan jalan rusak selalu jadi masalah. Hanya, buat apa memikirkan masalah klasik, Mon. Bukankah masalahku belum bisa di atasi?" Kata Bejo
     Emon garuk garuk kepalanya yang memang gatal karena berketombe.
     " Mon... kamu kan temanku. Tolong aku Mon... Ingat Mon, menolong teman yang sedang dalam kesulitan pahalanya itu besar, Mon, dan bisa dijadikan bekal untuk ke surga" Bejo kembali berkicau karena Emon malah garuk garuk kepalanya yang berketombe
     Lantaran Emon kepingin banget membantu Bejo yang rindu kampung halaman, ia pun terpaksa memberanikan diri mengatakan hal ini
     " Jo...," ujar Emon
     " Nanti, jika jelang kamu mudik tetap tak punya uang, kita gadaikan motorku. Nah, jika bisa dapat lima juta, uangnya kita bagi dua. Hanya, setelah hari raya kamu harus mengembalikan agar aku bisa nebus motorku kembali dan tetap bisa ngojek. Kamu setuju, kan?" 
     Bejo tercengang. Tak menyangka kalau Emon mau mengambil keputusan seperti itu.
     Dan, sejenak kemudian, Bejo langsung merangkul Emon sambil menangis sesenggukan karena dia merasa terharu. Bejo tak menyangka jika Emon, rela menggadaikan sepeda motornya untuk biaya mudik lebaran yang dirindukan Bejo.
     Sembari sesenggukan, Bejo yang masih memeluk Emon, mengatakan, setelah ia kembali ke Jakarta akan segera membayar agar Emon bisa  menebus motornya yang digadaikan dan bisa kembali ngojek.
    Hanya, Bejo tak menyebutkan, kalau di kampungnya dia punya dua ekor sapi. Rencananya, Bejo akan menjual seekor sapinya karena kebaikan dan perhatian Emon harus dibalas dengan hal yang sama. Bukankah elok jika bisa membalas kebaikan dengan hal yang sama?









0 komentar:

Post a Comment