MASIH ADA JALAN
Oleh: Oesman Doblank
ENAM PULUH
Saat itu, Sumirah merasa lebih baik
dengan tulus mengijinkan. Bukan karena
ia menyadari, tapi karena ketika itu, pernikahannya pun, nyaris sama. Malah boleh
dibilang serupa. Artinya, saat menikahinya
status pak Sadewa juga bukan lajang dan bukan duda. Beliau sudah beristeri
dengan satu orang anak.
Hanya, saat menikahinya Pak Sadewa melakukannya tanpa sepengetahuan isteri
pertamanya. Bukan karena ia tak ingin jujur
atau sengaja tidak mau jujur. Tapi, kejujuran dalam bentuk apapun yang dipersembahkan
kepada ibu kandung Bondan yang menjadi isteri pertamanya, tak akan diapresiasi dengan pertimbangan yang
bijak. Malah, kata Pak Sadewa, tak mungkin ia diijinkan menikah dengan wanita
lain.
Pak Sadewa yakin, isteri pertamanya yang
tidak pernah menghargai, jauh dari menghormati suami, dan dinilai terlalu neko
neko dalam me ngayuh biduk kehidupan rumah tangga bersama pak Sadewa yang
ketika itu ekonominya mulai membaik, memilih tidak mengizinkan dan ia siap
melakukan apa saja, asal pak Sadewa tidak meni kah dengan wanita lain, .
Sedangkan yang paling mengesankan, dan
hal ini yang tak akan mungkin bisa dilupakan oleh Sumirah, keleluasaan dan
kemudahan mene rima dirinya dan juga adik tirinya. Bondan sama sekali tak
melihat sosoknya yang patut dibenci. Juga tak menempatkan kedua adiknya sebagai
sosok, yang mengganggu kehidupannya. Paling tidak, mengganggu kemutlakan Bondan
dalam menikmati harta warisan.
Dan, sama sekali Sumirah tidak mengira,
ji ka rumah yang kini masih jadi tempat tinggal ia dan anaknya – meski suaminya
belum lama wafat, yang menjadi hak
mutlak Bondan karena namanyalah yang tercantum sebagai pemilik di akte, tanpa
pikir panjang atau berpikir rumit, diberikan kepada Andhika.
Duh… tak percuma, Sumirah melaksanakan
amanah suaminya, yang dengan sangat mewanti-wanti padanya, saat pak Sadewa
menyerahkan surat wasiat dalam sebuah amplop coklat. Kala itu, ia malah
diperkenankan untuk mengetahui isi surat wasiat yang dibuat suaminya. Tapi,
Sumi rah malah baru membuka amplop dan membaca surat wasiat yang dititipkan
padanya.
Sumirah sama sekali tak kecewa, meski su
rat wasiat yang dibuat suaminya sebelum beliau wafat, malah tak menyebut ia dan
anaknya sedi kitpun. Artinya, hanya Bondan yang mendapat kan hak atas harta pak
Sadewa. Memang, bersa maan dengan itu, pak Sadewa juga mewasiatkan pada Bondan,
yang harus memikirkan nasibnya dan juga kedua anaknya.
Duuh, tak sia-sia, Sumirah
melenyapkan bisi kan-bisikan nakal dan sekaligus keji, yang kala itu sangat mengganggunya.
Bisikan yang menga jak Sumirah untuk menyelewengkan amanah agar peninggalan
almarhum suaminya dapat ia kuasai sendiri. Hasilnya, ternyata adalah kegem
biraan dan kebahagiaan tak terhingga, seperti yang ia rasakan saat ini.
Bersambung………
0 komentar:
Post a Comment