Thursday, July 25, 2013

PEPATAH INDAH

oleh : Oesman Doblank


        MASIH ingat, kan, sama pepatah yang berbunyi GAJAH DI PELUPUK MATA NGGAK KELIHATAN SEMUT DI UJUNG LAUT NAMPAK.
         Alhamdulillah, kalau masih ingat. Sebab, sosok yang jadi sasaran pepatah ini, sangat jelas. Yaitu, sosok yang sehari hari bisa kita lihat dalam kisah TUKANG BUBUR NAIK HAJI. Di senetron serial yang diputar sejak sebelum Ramadhan silam, sampai Ramadhan datang maning, masih saja tayang. Meski barangkali membosankan karena tak ada habisnya, dapat dijadikan referensi untuk melihat seorang tokoh yang jadi sasaran pepatah Gajah Di Pelupuk Mata Nggak Kelihatan Semut Di Ujung Lautan Nampak.
         Yaa.. di negeri kita - atau malah di sekeliling kita, sosok seperti Muhidin yang dulu maunya dipanggil pak haji dua kali dan sekarang mesti manggil dia dengan pak Haji RW Muhidin, sangat banyak. Artinya, orang yang sangat suka melihat kesalahan orang lain tapi tak pernah melakukan intropeksi terhadap kesalahannya sendiri, kerap ada di sekitar kita.
         Boleh jadi ada di keluarga kita sendiri.
         Hanya, yang psati, selalu ada di sekitar lingkungan di mana kita tinggal atau dimana kita bekerja.
         Ulah manusia seperti haji Rw Muhidin, memang lebih pantas disebut sosok menyebalkan. Sosok yang tentu saja hanya bikin orang lain, kesal. Nah, nggak mungkin kita tidak kesal, kalau diperlakukan seperti emaknya Sulam, si tukang bubur yang jadi tokoh sentral tapi sudah sekian episode nggak pernah dinongolin dengan alasan, Sulam tengah berbisnis bubur di Timur Tengah.
         Haji RW Muhidin, sangat baik untuk dijadikan renungan oleh siapa saja yang tak kepengen jadi manusia yang mengingkari kesalahan. Sebab, sadar, bagaimana pun yang namanya manusia pasti pernah, suka atau sering melakukan kesalahan.
         Hanya, karena bukan sebagai sosok Muhidin, tentu saja setiap menyadari kesalahan segera minta maaf dengan ikhlas. Sebab, sebagaimana memberi maaf, meminta maaf kepada orang lain yang sudah merasa disakiti, sebenarnya sangat mudah. Tapi, jika hal itu terjadi pada sosok Muhidin, soal minta maaf seperti jadi sesuatu yang sulit. Jadi sesuatu yang malah dianggap meruntuhkan harga dirinya.
        Meski kita bilang "Hai Muhidin, anda seperti gajah yang tidak kelihatan dari dekat tapi di kejauhan semut yang begitu kecil sangat jelas nampak", dia tak akan peduli. Malah, berbalik ngotot dengan menuding orang yang mengatakan sebagai orang yang salah dalam mengapresiasi atau menyimpulkan
        Di mata Muhidin, pepatah gajah dan semut, tidak ada indah indahnya. Sebab, bagi dia, yang indah itu manakala bisa menyusahkan orang lain agar kesusahan orang lain menjadi hal yang menyenangkan bagi dirinya.
        Apa yang akan anda lakukan jika di sekliling kehidupan anda ada yang jelas jelas seperti Muhidin dan selalu berusaha membuat anda kesal, membuat anda malu, membuat anda jengkel?
        Mudah mudahan anda berkenan untuk selalu memberinya hadiah, entah berupa seikat kembang merah, atau yang lain. Tapi, bila anda malah "menghajarnya" dengan perlawanan agar dia mendapat pelajaran yang berharga, kayaknya itu hak anda deh.
       Cuma, marilah kita menjauh sifat sifat yang ada dalam diri Haji RW Muhidin, agar orang di sekitar tak menyebut pepatah gajah dan semut untuk diri kita. Juga jangan sampai kita diberi sebuah kado lain yang berbunyi AIR SUSU DI BALAS AIR TUBA.







    

0 komentar:

Post a Comment