Thursday, July 4, 2013

CERITA BERSAMBUNG (59)

MASIH ADA JALAN
Oleh : Oesman Doblank


LIMA PULUH SEMBILAN


          Pada akhirnya, Bondan memutuskan untuk melakukan apa yang memang perlu dia lakukan. Dan, Sumarni tak hanya berharap. Ia juga dibuat terkejut. Sama sekali tak menyangka, jika Bon dan, lantas memintanya untuk segera ke notaris Sumirah diminta untuk mengurus proses balik na ma rumah yang kini ditinggalinya. Bondan berha rap, setelah nama pemiliknya berubah dari Bon dan menjadi Andhika – nama adik tirinya, mere ka akan lebih leluasa menempatinya.
         Jika tak segera membuat akte balik nama, Bondan malah kuatir, kelak pikirannya berubah dan malah berniat mengambilnya kembali. Un tuk itu, Bondan mendorong agar urusan mengu bah nama pemilik rumah dari Bondan ke An dhika, diurus secepatnya.   
         Sumirah sekali tak tersinggung apa lagi kecewa. Malah, saat Bondan mengatakan, se benarnya ia ingin nama pemilik rumah yang dihibahkan kepada Sumirah, dalam akte, dirubah dari Bondan ke Sumirah. Hanya, ia kuatir, suatu saat, Sumirah menikah lagi dengan pria lain. Jika hal itu terjadi, apapun risikonya, Bondan lebih berani menggugat untuk mengambil kembali rumahnya dari tangan Sumirah. Sebab, Bondan tak ingin, jika kekuatirannya terbukti, adik-adik tirinya jadi korban.
        Sebab, bisa saja, suami baru Sumirah, nantinya menguasai rumah itu, semisal di akte ke pemilikan rumah, nama yang tercantum sebagai pemilik, bukan Andhika. Tapi, Sumirah. 
       Sumirah malah tertawa.
       Ia suka, blak-blakan ala Bondan. Terbuka tapi tak menyakitkan. Blak-blakan tapi malah membuatnya segar. Sikap dan sifat yang tak jauh beda dengan suaminya. Dan, itu sebabnya, Sumi rah berkenan diajak ke pelaminan, meski untuk itu, ia mengawali perkawinannya dengan berma cam gangguan. Sebab,  isteri pak Sadewa yang tak lain ibu kandung Bondan, kerap menterornya
        Namun, dari situ pula, Sumirah makin pa ham, mengapa pak Sadewa memilih kawin lagi. Dan, beliau merasa sangat beruntung. Akhirnya, bertemu juga dengan wanita yang diinginkan Bukan berarti tak menginginkan isteri pertama nya. Hanya, ibu kandung Bondan, tak ingin kesederhanaan, terlebih merasa dijerat kemiski nan.
         Yang juga disukai Sumirah dari putra sema ta wayang suaminya dengan isteri pertama, ia tak sebatas bisa menerima semua yang terjadi dan sama sekali tak memperlihatkan rasa sakit hati, terlebih membenci. Malah, ketulusan Bondan me nerima kenyataan, terlihat sangat jelas. Seolah ketulusan yang bersemayam di hatinya, tanpa ti rai. Sedemikian transparan.
         Di dalamnya, tak nampak benang setipis apapun yang menyimbolkan kepura-puraan terle bih lebih dari itu. Merekayasa diri misalnya, Sumirah percaya, kalau Bondan, seolah-olah nrimo tapi lubuk hatinya menolak
       Sangat identik dengan pak Sadewa, almar hum suaminya. Menurut Sumirah, sifat dan sikap anak tirinya, tak lain foto copy dari ayahnya, yang juga seperti itu. Paling mengesankan saat pak Sadewa mengatakan dengan jujur kalau ia akan menikah lagi.
         Saat itu, Sumirah tak saja merasa, yang dikatakan suaminya – ingin menikah lagi, adalah kejujuran yang jarang melekat pada diri suami yang entah dengan alasan apa, berniat menikah lagi. Ia nyaris tak percaya, jika pada akhirnya, malah Sumirah sendiri yang datang, melamar. Meminang dan dengan lapang dada, Sumirah menyaksikan akad nikah suaminya dengan wani ta lain.

Bersambung…………..


0 komentar:

Post a Comment