JALAN MASIH PANJANG
Oleh : Oesman Doblank
Oleh : Oesman Doblank
DUA
Mestinya,
kalau menurut Badrun, rekannya, Komeng, terpikat untuk melakukan hal yang sama.
Melakukan yang jutaan orang lain juga melakukan karena kenyataan menjelaskan kalau nyaris di semua
instansi, tumbuh dan berkembang budaya menyusup dari jalan belakang. Budaya
yang membuat mudah siapapun diterima menjadi PNS jika bersedia menyediakan dana
sekian puluh juta sebagai konpensasi untuk menikmati kemudahan yang seperti sengaja disiapkan bagi siapa saja yang ingin menjadi PNS dengan cara yang diberlakukan tapi tanpa aturan tertulis
Nyatanya
? Komeng malah menolak. Dia sama sekali tak tertarik untuk memanfaatkan peluang yang ditawarkan. Dan
peluang itu pasti mudah diraih dan mereka tak akan tertipu, karena seorang
paman Badrun punya kedudukan yang strategis.
Hanya, percuma Badrun memaksa,
karena ia tahu persis siapa Komeng. Dan, kalau pun ia mencoba membujuk agar
mengikuti jejaknya, Badrun jadi sangat maklum Komeng menyatakan tak berminat
“
Yaa, apa boleh buat jika kau malah bersikeras menolak. Tapi, kau jangan
tersinggung jika aku menga takan kau tidak akan lulus “
Komeng
malah menanggapi peringatan Badrun dengan senyum. Malah lagi, tertawa terkekeh
kekeh. Sepertinya, yang dikatakan oleh Badrun adalah hal lucu. Padahal, Badrun
yang tak pernah melawak, paling menolak jika diajak ke panggung untuk melucu
Terlebih Badrun
tak saja menjelaskan dengan serius. Tapi juga sangat yakin, siapa pun tak akan bisa
lulus dan tak mungkin diterima jadi PNS, bila cara menempuhnya justeru dengan
cara berbeda. Pasalnya, kenyataan semakin menjelaskan, mereka yang mela wan
arus dan tetap bertahan di jalan lurus, dijamin pas ti hanya bakal tergerus.
Sebab, yang dijami lulus hanya khusus
untuk mereka yang siap, berani dan rela menyuap.
“ Aku tetap
menghargai prinsipmu, Meng.
Sekarang,
ijinkan aku pamit “
Tapi, Badrun
yang sudah berdiri dan siap meni nggalkan Komeng, tak bisa bergegas melangkah
kare na Komeng meraih tangannya.
“ Kau tidak
tersinggung jika aku mengatakan satu hal? “
Badrun tidak
menyahut. Tapi gelengan kepala nya, sangat dimengerti Komeng.
“Aku hanya ingin
mengingatkan. Yang menyo gok dan yang disogok, sama-sama menjadi penghuni neraka
“
Badrun sempat
kaget. Tapi, ia lebih ingin mene pis tangan sahabatnya. Komeng tak berusaha
memper tahankan posisi tangannya. .
“ Kupikir kau
mau bilang siap bergabung.
Tapi kau memang
lebih pantas jadi ustadz, friend. Aku pamit “
Badrun segera
beranjak. Komeng tak merasa di tinggalkan. Ia menyeruput sisa kopinya. Menghela
na fas. Menatap jalan raya, yang semakin padat dengan berbagai jenis kendaraan.
Komeng jelas melihat, masi ng-masing pengemudi lebih menonjolkan kepribadian
mereka yang hanya dipenuhi oleh egoisme pribadi
Bersambung….
0 komentar:
Post a Comment