Saturday, June 8, 2013

CERITA BERSAMBUNG (39)

MASIH ADA JALAN

oleh: Oesman Doblank

TIGA PULUH SEMBILAN


Meski dengan gerakan perlahan, Ariyani memutar tubuhnya. Niat nya berbalik, ingin menghadap dan melihat apa kah Sabar, suaminya, memenuhi permintaannya atau tetap di tempatnya, tanpa bersiap meninggalkan ruangan. Saat itulah, Bondan yang sejak tadi berdiri dan tidak mau mengganggu, terse nyum padanya. Senyum yang tak hanya terlihat indah. Tapi juga tertangkap sangat ramah
Ariyani, jelas gelagapan. Maklum, ia baru saja berhenti menangis. Karena tak tahu harus berbuat apa, ia yang sudah menghadap ke sua minya, spontan mendorong Sabar dan memberi isyarat kepada suaminya.
Sabar langsung menoleh. Kini, Sabar meli hat jelas, siapa yang berdiri di depan matanya. Sabar gugup setengah mati. Tapi, Bondan malah biasa saja. Malah, menciptakan suasana yang bi sa membuat Sabar bebas dari beban
“ Su…sudah lama, boss?”
“Yaa, kalau di sini, baru dua hari. Di kan tin, lama juga, sih. Kayaknya, mungkin sekitar tidak ada seminggu atau kurang dari tujuh hari “
“Si Boss bisa saja. Maunya becanda dan nggak pernah mau kelihatan susah “
“Ja..ja..jadi…ini…” Ariyani yang tadi ma lu, gugup, meski makin kelihatan gugup, berusa ha bicara.
Meski tidak melanjutkan kalimatnya, Ari yani yakin, yang berdiri di hadapannya adalah so sok yang sudah atau baru saja diceritakan langsung oleh suaminya
“ Ya, ini dia, boss, yang tadi abang cerita kan. Lihat, benar, kan? Orangnya sederhana, gan teng dan nggak pernah kelihatan susah “
“ Lu kalau ngomong jangan berlebihan. Gue, kan, waktu pertama mau naik ojek bilang, nama gue bukan boss. Tapi, Bondan. “
“ Iyaa, boss. Saya tuh sudah cerita sama is teri saya, nama boss, memang Bondan. Tapi, sa ya harus tetap manggil boss, karena sudah kebia saan. Iya, kan, Ni “
“I..i..iya, boss”
“Tuuh, kan, isteri saya saja, meski sudah saya bilang Bondan, tetep manggil boss Padahal, saya nggak nyuruh dan sama sekali tak menginti midasinya boss?”
“Yaa, terserah lu aja, deh, bang. Sekarang,
Ayo kita ke ruang rawat isteri lu. Gue kan tadi bi lang sama lu, mau bezuk dan mau kenal sama is teri lu “
Bondan kontan tertegun. Begitu pun dengan isteri si tukang ojek
“Boss…ini isteri saya. Sudah didepan mata anda, boss. Nggak perlu mencari dan bersusah payah menuju ke ruang lain, boss, “ kata Sabar yang bergegas menjelaskan namun tak mengira jika Bondan malah kembali berulah, entah untuk maksud menggoda atau malah menunjukan dirinya kalau Bondan lebih suka bicara jujur dan apa adanya
“Yaa, lu tuh bagaimana juga, sih, bang? Ayo, cepat kita ke ruang rawat isteri lu. Ntar waktu bezuk keburu habis “
“Boss…tolong jangan bikin saya bingung, boss. Saya nih, sudah bersama isteri saya. Se dang senang dan bahagia. Kalau boss ngajak sa ya cari isteri saya, ke mana mencarinya, boss? Ia sudah di sini.Di sisi saya ini, isteri saya, boss. Dia yang dari tadi maksa saya supaya cepat nyu sul boss dan mengajak boss ke sini “
“Gue jadi ngeraguin kejujuran, lu, bang “
Sabar garuk-garuk kepala. Nggak ngerti sa ma sekali, ke mana arah tujuan pembicaraan Bon dan.
“ Gue yakin, lu udah nggak jujur. Soalnya, lu sendiri, kan, yang bilang, kalau isteri lu, lebih cakep dari si Jupe. Nyatanya? Cakepan Jupe ke mana- mana, bang. Tetap seksian Jupe. Jupe tuh nggak ada gendutnya.
Isterilu, woow, gendang dangdut alias gendut. Maaf lho, mbak. Saya sama sekali nggak bermaksud ngejelek-jelekin mbak. Saya Cuma kesal sama suami mbak, karena dia nggak jujur sama saya.

          Soalnya, tadi, dengan begitu meyakinkan dan penuh kebanggaan, dia bilang ke saya, iste rinya lebih cakep dari Jupe. Waktu saya bilang nggak percaya, suami mbak malah ngotot. Seka rang, boleh dong, kalau saya ngotot? Sebab, apa yang tadi dia bilang sambil ngotot, sangat tidak sesuai dengan apa yang saya lihat sekarang “



Bersambung.......


























CERITA BERSAMBUNG (38)

                                     MASIH ADA JALAN
oleh: Oesman Doblank

TIGA PULUH DELAPAN


Niken yang untuk pertama kalinya bertemu dengan seorang  pengunjung kantin yang baik hati, juga ikutan mengungkapkan isi hatinya
“ Iye, Jul. Padahal, tadi sudah ngasih. Eh, barusan ngasih lagi. Sekarang gue baru nyadar. Juga gak nyangka, kalau hari ini, malah kepingin nangis tanpa mikir di mana gue berada. Huhuhu ….pantes pak Sabar ngebingungin kita. Nggak taunya, gue baru ngerti. Gue baru tau, kalau kete mu sama orang yang begitu baik, gue malah lang sung kepingin nang is. Huhuhuhuhu “
Julia juga melakukan hal yang sama. Ha nya, mereka tak berani melawan pengawas karya wan kantin, yang bergegas menghampiri dan langsung mengingatkan kalau mereka sedang be kerja. Niken dan Julia berbarengan minta maaf. Juga berbarengan lari ke dapur kantin. Di sana, mereka bebas menumpahkan rasa haru, yang mendadak membelenggu Niken dan Julia.
******

BONDAN baru masuk setelah terlebih dahulu mengalah, memberi kesempatan beberapa orang pembezuk ke luar dari ruang nomor 313, yang telah bertemu dan usai membezuk keluarga mereka. Bondan tak menghiraukan suara tangi san dari seorang perempuan di ruangan itu. Ia konsen,mencari Sabar.
Bondan baru menemukan Sabar setelah sampai di ranjang rawat pasien yang terakhir. Sekarang ia tahu, tangisan yang sejak masuk ruangan sudah ia dengar, berasal dari isteri Sa bar.
“ Yang nangis, tuh, isterinya? Katanya, yang nangis jejoakan pak Sabar. Tau ah, gelap Emang gue pikirin ?”
Bondan hanya bisa ngomong dalam hati. Ia tidak kesal, dengan kedua pelayan kantin, yang tadi melaporkan pak Sabar nangis gegeru ngan. Bondan menoleh. Pasien dan pengunjung yang ada, menyambut dengan senyum yang me nurut Bondan sangat diada-ada. Senyum kepaksa Boleh jadi karena sedang dirundung beban, harus bayar rumah sakit.
Senyum seperti itu, tentu saja membuat Bondan, jadi kikuk Juga bingung, karena tak mungkin mengganggu Sabar yang tengah sibuk membujuk isterinya. Kalau isteri Sabar bermen tal baja. Jika bermental krupuk, pasti malu kare na tertangkap sedang menangis sesenggukan oleh Bondan
“Sekarang, malah kamu yang sulit saya bu juk. Tadi, sebelum kamu tahu permasalahannya, berkali-kali kamu suruh saya istighfar. Giliran sa ya yang minta kamu istighfar, bukan dituruti ma lah nyubit saya terus.Apa, sih, yang harus saya lakukan agar kamu berhenti menangis.
Apa saya harus mencium kamu di muka umum, agar kamu tidak sesenggukan terus mene rus ?”
“ Enak saja. Saya tuh sama sekali belum minat minta dicium, bang. Apalagi di depan umum”
“Lalu apa yang harus saya lakukan agar kamu berhenti menangis?”
“Saya kepingin segera bertemu dengan orang itu. Ingin kenal, ingin berterima kasih dan ingin mengatakan, semoga dia selalu dilindungi dan diberkahi oleh Allah. Tapi, kamu, bukannya segera nyusul malah terus membujuk saya “
“Tadi sudah saya bilang, kan, agar kamu bersikap saya “
“ Bilang agar kamu bersikap sabar saja, susah? “
“Lhooo, Sabar itu nama, saya, Ni. Jadi, logis, toh, kalau saya bilang kamu bersikap saya?”
“Yang logis itu, kamu segera turun. Temui dan ajak boss kemari. Baru saya nggak menangis lagi, seperti yang sudah saya bilang berkali-kali”
“Okee. Janji, yaa, kamu nggak nangis lagi”
“Aku janji,” kata isteri Sabar.
Sabar langsung memenuhi permintaan isterinya. Ariyani.





Bersambung........







































Friday, June 7, 2013

HUMOR

oleh:  Oesman Doblank

CITA CITA TINGGI

" JADI... kalau sudah besar, kamu kepingin jadi Presiden?" Tanya seorang Ayah, yang tentu saja tersenopa, eh terpesona dan  bangga mendengar jawaban anaknya yang ditanya apa cita citanya. Eeeh sang anak langsung menjawab kalau dirinya kepingin jadi presiden
" Lhoo.. apa tidak boleh, kalau aku jadi Presiden," kata sang anak, yang nampak kecewa, karena ia mengira  rasa bangga ayahnya, bercampur ekpresi kaget & seperti tidak percaya.
Mengetahui hal itu, sang ayah segera menanggapi.
" Ayah justeru sangat mendukung cita-citamu, nak,” ujar sang ayah.
“ Hanya,” katanya kemudian, “Apakah setelah jadi Presiden kamu sanggup mensejahterakan rakyat?"
“ Boleh saja ayah berharap semuluk itu,” sahut anaknya.
“ Hanya, ayah perlu tahu, begitu nanti saya jadi presiden, saya pasti sibuk melakukan kompromi... dan demi kepentingan politik, saya hanya sanggup memenuhi janji mensejahterakan keluarga, kelompok, partner politik, dan para pembisik yang sangat ahli mencari muka"
" Jadi, kewajiban mensejahterakan rakyat, akan langsung kamu abaikan?" Tanya sang ayah
"Ayah gimana juga, sih," tegas anaknya yang sudah duduk di kelas enam SD GOMBAL ITU INDAH, " TUHAN saja tidak akan mengubah nasib satu kaum kecuali kaum itu sendiri yang harus dan ingin mengubahnya. Jadi, nggak mungkin seorang presiden bisa  mengubah nasib rakyatnya. Kecuali, nasib keluarga, saudara dan teman sejawat politiknya. Seperti yang barusan sudah saya katakan"
Malamnya, sang ayah berdoa, agar cita cita anaknya lebih baik tidak dikabulkan.

































Thursday, June 6, 2013

PANTUN: ADA PETE BANYAK JENGKOL

oleh : Oesman Doblank


Kalau suasana cuma bikin bete
Bawaannya emang cepat dongkol
Kalau sajiannya cuma sebatas pete
Lantas, kapan dilengkapi sama jengkol

Eh... kalau memang ada sesuatu hal
Janganlah ngotot tuk dirahasiakan
Nggak tau yaa harga jengkol mahal
Makanya, pete jangan disia siakan

Busyet deh.. kenapa pakai sengit
Ngomong tuh gak perlu pakai emosi
Kalau harga jengkol mendadak selangit
Pasti para tengkulak pada spekulasi








































Wednesday, June 5, 2013

CERITA BERSAMBUNG (37)

MASIH ADA JALAN
oleh: Oesman Doblank

TIGA PULUH TUJUH

(8)



GELAS kopi yang masih ada di meja, memang sudah kering. Hanya tersisa ampas Ta pi, Bondan masih belum mau beranjak. Dia ma sih ingin rilek di kantin. Menikmati suasana ru mah sakit yang saat jam bezuk, padat pengun jung. Bondan melepas senyum, saat Niken dan Julia menghampiri mejanya
“Terima kasih, yaa. Maaf lho, kalau saya menyusahkan “
“Nggak apa-apa, kok, pak. Cuma, pak Sa bar itu, orangnya, kok, aneh, ya, pak?” Niken ter paksa, ngomong apa adanya
“Ooh, yaa?”
“Iya, pak. Saat kita sampaikan bingki san dari bapak, mestinya, kan, langsung diterima Yang ada, pak Sabar, malah nangis sesenggukan. Dia nggak malu, nangis di depan umum. Kita dan semua orang yang ada di ruangan, yaa, cuma bisa tercengang, lho, pak. Soalnya, baru kali ini melihat peristiwa aneh tapi nyata,“ Julia me nambahkan.
“Benar-benar nggak lazim, pak. Di mana mana, orang yang dapat bingkisan itu, ekpresi nya, kan, senang. Gembira. Riang. Eeeh, pak Sa bar malah menangis sesenggukan. Aneh dan benar-benar membuat semua orang heran,” sam bung Niken
Bondan, bukan tidak kaget. Tapi, ia tetap tenang.
“Masak iya, sih, dia begitu ?”
“Yaaa, bapak,” sergah Niken. “ Waktu ki ta berdua pamit aja, dia masih nangis. Sekarang, mudah-mudahan saja sudah tidak nangis lagi “
“ Bukan apa-apa, pak. Karena menggang gu ketenangan pasien lainnya,terpaksa, kita lapor kan ke satpam”
“Hahahahaha, aneh, ya? Oh iya, sekarang begini saja. Bingkisannya, kan, sudah saya ba yar. Yang belum, kopi dan beberapa kue yang sa ya makan dari piring ini. Oooh, hampir saya lu pa. Tadi, saya minta tambah kopi. Kopinya jadi dua gelas.”
Niken berinisiatif, bergegas ke kasir, am bil bon. Julia, berinisiatif merapikan meja. Tak la ma, Niken sudah kembali, menyodorkan bon ke Bondan.
“Waduuuh, saya nggak punya dua ribu rupiah, nih? Pinjam dulu dua ribu, boleh, nggak, yaa?”
Niken dan Julia, tak mikir panjang. Mere ka malah rebutan mengeluarkan uang receh dua ribu rupiah. Membuat Bondan jadi simpatik.
“Cuma dua ribu, saya ada, pak “ kata Niken.
“Pakai yang punya saya saja, pak,” usul Julia, yang juga berharap Bondan memakai uang recehnya.
“Kalau begitu, saya pinjam dari mbak ini seribu, dari mbak ini, juga seribu. Oke ?”
Bondan mengambil selembar uang ribuan dari Julia, selembar lagi dari Niken. Ia menya tukan dualembar ribuan dengan selembar lima pu luh ribuan, dari saku kirinya. Bondan lalu, mero goh saku kanannya, dan mengambil dua lembar ratusan ribu rupiah.
“Nah..yang ini, tolong bayar buat kopi dan makanan yang saya sudah makan. Dan, yang ini, hadiah dari saya buat kalian. Sekarang, saya permisi karena mau segera ke lantai tiga. Terima kasih yaa, “
Bondan bergegas meninggalkan kantin. Ia ingin segera ketemu dengan isteri Sabar dan bayinya. Bondan tak memperhatikan, Julia dan Niken saling pandang, senang, girang, dan, ke duanya spontan sesenggukan
“Tadi, gue kesel, bingung ngeliat ulah pak Sabar, yang kita anterin bingkisan, bukan senang malah jejoakan. Sekarang, gue baru nya dar, kenapa pak Sabar nggak malu nangis di depan umum. Huhuhuhuhuhuu Tuh cowok baik banget, sih ? “



Bersambung......






























CERITA BERSAMBUNG (36)

MASIH ADA JALAN
oleh : Oesman Doblank

TIGA PULUH ENAM


“Bang…istighfar, bang. Istighfar. Abang sudah mengganggu tata tertib di ruang rawat “
“Kamu tidak usah suruh-suruh saya. Saya tak bisa tidak menangis, Ani. Sejak tadi, saya te rus menangis. Hanya, kamu tidak tahu. Tidak pernah mengerti dan tidak paham. Saya bawa makanan pemberian, boss, kamu malah kesal, malah suruh saya kalau dapat duit harus irit. Saya lihatkan isi tas pinggang, kamu malah curigai saya.
Mestinya, kamu tanya saya dengan cara baik-baik, lalu, kamu beri saya kesempatan untuk menjelaskan. Tapi, kamu cuma bisa memperlihatkan rasa takut. Kuatir tidak bisa bayar biaya perawatan rumah sakit. Padahal, saya sudah bilang, Allah itu Maha Besar, Maha Memberi Rezeki. Kenapa kamu malah tidak mengerti? “
“Pak, maaf…kami harus bertugas. Kami bedua, permisi dulu, yaa ?”
Karyawan kantin yang membawa bingkisan buah-buahan, membe ranikan diri untuk menyela tangisan Sabar. Se bab, ia dan temannya tak mungkin bisa berlama lama di ruang itu. Bagaimana pun, meraka lebih berpikir harus segera kembali ke kantin untuk bekerja, timbang berlama-lama dan akibatnya malah kena tegur atasan.
Sabar yang sejak tadi menghadap ke din ding, menoleh. Sambil terus menangis, ia mena tap kedua karyawan kantin. Sesaat kemudian, ia bergegas membuka resleting tas pinggangnya. Mengambil selembar ratusan ribu rupiah.
Kedua karyawan kantin rumah sakit, ma kin bingung, karena Sabar yang terus menangis menyodorkan uang ke mereka. Isteri Sabar, juga heran, karena suaminya memberi selembar ra tusan ribu rupiah, tapi ia tak berani mencegah. Dan keheranan, menjalar ke semua orang yang ada dalam ruang rawat
“Kalian tidak boleh pergi, kecuali setelah menerima uang ini “
“Ta..tapi..pak Sabar. Ta..tadi, pak Bondan sudah memberi kami uang tip “
“Iya, pak. Tolong ijinkan kami kembali melaksanakan tugas “
Sabar yang masih sesenggukan, mengham piri dua karyawan, yang tak tahu harus berbuat apa. Keduanya tercengang, karena dengan gera kan cepat, Sabar yang masih sesenggukan, memasukkan uang di tangannya ke saku baju salah seorang karyawan kantin.
“ Terima kasih, kalian telah berbuat baik untuk saya. Silahkan kembali bekerja “
Setelah saling pandang, keduanya berge as meninggalkan ruang nomor 313.Sabar kemba li ke tempat semula. Terus menangis.
“ Bang…saya sudah ngerti. Saya sudah paham, kenapa abang nangis. Tolong jangan na ngis lagi, bang. Bu..bapak..semua yang ada di si ni, maafkan saya dan suami saya, ya ?”
“Iyaa..nggak apa-apa, bu. Tadi, kita me mang kaget. Sekarang, sudah nggak apa-apa, kok. Toh, cuma nangis. Terharu, memang mesti nangis. Itu baru logis. Kalau marah-marah, baru kita pada gerah. Iya, kan, bu ?
Sabar, baru sadar, kalau ia baru saja bikin onar. Tapi, ia tidak malu buat minta maaf.
Dua satpam, yang muncul mendadak, celi ngak-celinguk. Tentu saja bingung. Mereka baru saja dapat laporan ada yang bikin gaduh, nyatanya, ruang nomor 313, sangat kondusif. Sejenak, mereka saling tatap. Setelah itu, dengan cepat dan tanpa pamit, bergegas meninggalkan ruangan


Bersambung........


Sunday, June 2, 2013

TAK ADA AKAR ROTAN PUN JADI

oleh : Oesman


PENGANTAR

     Beda pengantar dan kata pengantar, sangat jelas. Karena sudah jelas, kayaknya beta tak perlu lagi memperjelas. Sebab, percuma menjelaskan yang sudah jelas. Mengapa? Karena selain kuatir nantinya makin jelas, juga gak enak kalau ada yang mengatakan, kok diperjelas malah menjadi sangat tidak jelas.
    Jadi, timbang diperjelas malah menghasilkan makna yang tidak jelas. bukankah lebih baik segera mengurungkan hal hal yang malah menjadi tidak jelas? Nah, itu sebabnya saya tak ingin memperjelas. Sebab, ada bukti kalau ada kata yang bisa mengantar dan juga ada pengantar yang kesulitan menguraikan kata kata.
    Mengapa bisa demikian ? 
    Ketika dikonfirmasi langsung ke kata dan juga ke pengantar, kedua belah pihak di satu sisi mengatakan sangat setuju. Alasannya, karena kata dan pengantar bisa saling dukung mendukung dan mengikat tali persaudaraan seerat eratnya, dan karena itulah kedua belah pihak lebih ikhlas untuk tidak tawuran timbang membudayakan tawuran
    "Tawuran itu hanya mencelakakan kedua belah pihak. Yang kalah dilarikan ke rumah sakit atau ke pemakaman, sedangkan yang menang bakal berurusan dengan penegak hukum "ujar si kata sambil melirik si pengantar.
    "Saya sepakat dengan apa yang dijelaskan oleh si kata," timpal si Pengantar. 
    Meski begitu, Pengantar malah menghimbau agar budaya tawuran pelajar, tawuran mahasiswa dan tawuran antar warga kampung, sebaiknya dimenej dengan sebaik baiknya sehingga bisa secepatnya menjadi perdamaian yang indah dan penuh pesona.
   "Tapi, lantas kapan kita bicara soal dan tentang tak ada akar rotanpun jadi," serobot si kata yang sepakat untuk tidak setuju membela yang bayar, karena dahulu kala, para pejuang selalu ke medan laga untuk membela yang benar
  " Lhoo, bukankah kamu mendekati saya untuk menjadi kata yang karena saya pengantar lalu tercipta kata pengantar?" tanya si pengantar
 "Itu sebabnya saya mengingatkan, setelah kita menjadi kata pengantar, segeralah beranjak ke substansi tak ada akar rotan pun jadi. Jika stagnan di kata pengantar, lalu apa ujar kata jika tak sanggup mengantar?"
   Karena nggak enak sama pak erte, akhirnya kedua belah pihak kembali sepakat untuk menyetop argumen ataupun deskripsi, dalam bentuk apapun.

   Kaitan Akar Dengan Rotan

   Mengapa pepatah itu bunyinya harus Tak Ada Akar Rotan pun Jadi dan bukan Tanpa Akar Rotan Tak Akan Pernah Jadi ?
   Prof. Doktor Ir. Drs. Amburadul Banget, Phd, Msc, Pkk, Lsm, Mlm, ketika ditanyakan masalah terbesut, eh, tersebut, bukan menjawab dengan ilmiah, malah cemberut, melotot dan membentak
   "Jangan tanya sama saya. Memang kamu nggak tau kalau saya lagi pusing tujuh keliling karena sebentar lagi harga BBM mau naik? Jangan malah bikin saya dong. Sebab, bidang saya BBM bukan Akar atau Rotan.  Jadi, tanya saja langsung ke ahli akar dan ahli rotan, dan apapun jawabannya pasti jadi "
  Betapa sulitnya mengaitkan akar dengan rotan, di saat pengurus PSSI selalu membangun konflik Akibatnya, tanpa akar mau pun rotan, sepakbola Indonesia akhirnya harus ikhlas memberi peluang kepada negara lain untuk menjadi peserta perebutan piala dunia, yang akan segera di gelar di Brazil.
  Haruskah bertanya kepada orang bijak yang taat bayar pajak?
  "Wah, jangan tanya ke kami," pinta ketua Asosiasi Bayar Pajak Apa Nggak Ya, saat ditanyakan masalah ini. Dia beralasan, wajar jika kebanyakan pegawai pajak kaya raya. Sebab, Gayus saja, yang belum lama berdinas di sana, uangnya sudah milyaran. Apalagi para seniornya.
Hanya, bagaimana mungkin korupsi di sana bisa diberantas sampai ke akar akarnya, bila rotan tak dijadikan alat pemukul untuk memperbaiki moral.
  Aneh memang, jika tak ada akar rotan pun jadi dipermasalahkan secara panjang lebar. Padahal, artinya begitu simpel. Nggak percaya? Tanya saja ke engkong Lihun. Beliau pernah memanfaatkan keunggulan pribahasa ini. Saat itu, cuaca sangat panas. Waktu mau pulang setelah belanja di Glodok, duitnya kecopetan barang barangnya hilang. Karena diamanahkan untuk mengaplikasikan Tak ada Akar Rotan pun jadi, dengan ikhlas Kong Lihun pulang dari Glodok ke Kemanggisan dengan berjalan kaki.
  "Buktinya," kata engkong Lihun
 "Bisa juga tuh gue sampe di rumah dengan selamat. Cuma, pas sampai di rumah gue terpaksa mesti pingsan. Sebab, capenye nggak ketulungan. Mana mesti nahan haus," kata beliau sembari berbisik. Rupanya, Beliau menyampaikan pesan, agar pepatah tersebut dipertahankan sampai kapanpun. Cuma, kata beliau, harus disesuaikan dengan kondisi zaman. Tapi harus tetap dibuat menjadi relevan.
Artinya, kalau memang mau pintar harus belajar, jangan kalau nggak bisa menjawab kan bisa nyontek ke teman, kalau nggak dikasih jawaban ngajak berantem
Kalau kerja juga mesti jujur, jangan mentang mentang ada kesempatan dalam kesempitan, lantas kemaruk dan malah nggak habis habisnya ngembatin duit rakyat.
Jadi, kalau tak bisa makan Pizza kan masih bisa makan combro atawa pisang goreng yang harganya jauh lebih murah dan serasa serasi dengan lidah lokal.
Pokoknya, kalau nggak ada uang jangan ngutang.
Setuju? Saya sih setuju aja, ah.        




































 <script type="text/javascript">

  var _gaq = _gaq || [];
  _gaq.push(['_setAccount', 'UA-41008897-1']);
  _gaq.push(['_setDomainName', 'sketsadanpantun.blogspot.com']);
  _gaq.push(['_setAllowLinker', true]);
  _gaq.push(['_trackPageview']);

  (function() {
    var ga = document.createElement('script'); ga.type = 'text/javascript'; ga.async = true;
    ga.src = ('https:' == document.location.protocol ? 'https://' : 'http://') + 'stats.g.doubleclick.net/dc.js';
    var s = document.getElementsByTagName('script')[0]; s.parentNode.insertBefore(ga, s);
  })();

</script>