Wednesday, June 5, 2013

CERITA BERSAMBUNG (36)

MASIH ADA JALAN
oleh : Oesman Doblank

TIGA PULUH ENAM


“Bang…istighfar, bang. Istighfar. Abang sudah mengganggu tata tertib di ruang rawat “
“Kamu tidak usah suruh-suruh saya. Saya tak bisa tidak menangis, Ani. Sejak tadi, saya te rus menangis. Hanya, kamu tidak tahu. Tidak pernah mengerti dan tidak paham. Saya bawa makanan pemberian, boss, kamu malah kesal, malah suruh saya kalau dapat duit harus irit. Saya lihatkan isi tas pinggang, kamu malah curigai saya.
Mestinya, kamu tanya saya dengan cara baik-baik, lalu, kamu beri saya kesempatan untuk menjelaskan. Tapi, kamu cuma bisa memperlihatkan rasa takut. Kuatir tidak bisa bayar biaya perawatan rumah sakit. Padahal, saya sudah bilang, Allah itu Maha Besar, Maha Memberi Rezeki. Kenapa kamu malah tidak mengerti? “
“Pak, maaf…kami harus bertugas. Kami bedua, permisi dulu, yaa ?”
Karyawan kantin yang membawa bingkisan buah-buahan, membe ranikan diri untuk menyela tangisan Sabar. Se bab, ia dan temannya tak mungkin bisa berlama lama di ruang itu. Bagaimana pun, meraka lebih berpikir harus segera kembali ke kantin untuk bekerja, timbang berlama-lama dan akibatnya malah kena tegur atasan.
Sabar yang sejak tadi menghadap ke din ding, menoleh. Sambil terus menangis, ia mena tap kedua karyawan kantin. Sesaat kemudian, ia bergegas membuka resleting tas pinggangnya. Mengambil selembar ratusan ribu rupiah.
Kedua karyawan kantin rumah sakit, ma kin bingung, karena Sabar yang terus menangis menyodorkan uang ke mereka. Isteri Sabar, juga heran, karena suaminya memberi selembar ra tusan ribu rupiah, tapi ia tak berani mencegah. Dan keheranan, menjalar ke semua orang yang ada dalam ruang rawat
“Kalian tidak boleh pergi, kecuali setelah menerima uang ini “
“Ta..tapi..pak Sabar. Ta..tadi, pak Bondan sudah memberi kami uang tip “
“Iya, pak. Tolong ijinkan kami kembali melaksanakan tugas “
Sabar yang masih sesenggukan, mengham piri dua karyawan, yang tak tahu harus berbuat apa. Keduanya tercengang, karena dengan gera kan cepat, Sabar yang masih sesenggukan, memasukkan uang di tangannya ke saku baju salah seorang karyawan kantin.
“ Terima kasih, kalian telah berbuat baik untuk saya. Silahkan kembali bekerja “
Setelah saling pandang, keduanya berge as meninggalkan ruang nomor 313.Sabar kemba li ke tempat semula. Terus menangis.
“ Bang…saya sudah ngerti. Saya sudah paham, kenapa abang nangis. Tolong jangan na ngis lagi, bang. Bu..bapak..semua yang ada di si ni, maafkan saya dan suami saya, ya ?”
“Iyaa..nggak apa-apa, bu. Tadi, kita me mang kaget. Sekarang, sudah nggak apa-apa, kok. Toh, cuma nangis. Terharu, memang mesti nangis. Itu baru logis. Kalau marah-marah, baru kita pada gerah. Iya, kan, bu ?
Sabar, baru sadar, kalau ia baru saja bikin onar. Tapi, ia tidak malu buat minta maaf.
Dua satpam, yang muncul mendadak, celi ngak-celinguk. Tentu saja bingung. Mereka baru saja dapat laporan ada yang bikin gaduh, nyatanya, ruang nomor 313, sangat kondusif. Sejenak, mereka saling tatap. Setelah itu, dengan cepat dan tanpa pamit, bergegas meninggalkan ruangan


Bersambung........


0 komentar:

Post a Comment