Friday, June 28, 2013

CERITA BERSAMBUNG (56)

MASIH ADA JALAN
oleh : Oesman Doblank

LIMA PULUH ENAM


(11)

BONDAN harus bisa dan ikhlas memaklumi, segala sesuatu yang telah dan terlanjur terjadi. Baik untuk hal yang membuatnya pernah merasa kehilangan kasih sayang, maupun yang membuat dirinya harus kehilangan seorang ayah, dimana untuk keinginan pribadinya yang sebatas mengurus memandikan dan memakamkan jenazah almarhum, saja justeru tak mendapatkan peluang melaksanakannya.
Begitu pun hilangnya peluang untuk membuktikan kalau dirinya bisa menerima, memaklumi dan sekaligus mampu memenej kekecewaan menjadi hal berguna yang membuahkan kedamaian , ketenangan dan kebahagiaan. Bondan juga harus rela kehilangan peluang untuk membalas kebaikan ayahnya yang bagaimana pun konkritnya memperlakukan Bondan, tetap saja harus dihormati dan Bondan harus menganggapnya sebagai sosok yang bagaimana pun telah sangat berjasa, karena almarhum ayahnya sudah membesarkan putranya dengan cara dan dalam kondisi yang dihadapinya .
Ia pun benar-benar harus memaklumi, mengapa Sumirah, ibu tirinya, baru mengabarkan kematian ayahnya, setelah acara pemakaman dan bukan saat jenazah disemayamkan.
Bondan yakin, Sumirah bicara apa adanya dan memang begitu kondisinya. Artinya, Sumi rah yang sama sekali tak mengira suaminya me ninggal dunia, tak bisa berbuat banyak. Selain ka rena saat kejadian ia di rumah dan ayahnya se dang mengantar ibu tiri Bondan yang lain, saat peristiwa, juga ada yang memanfaatkan kesem patan dalam kesempitan.
Membuat pihak rumah sakit tak bisa me ngontak atau menghubungi keluarga korban, ka rena dompet semua penumpang sedan hilang. Ta ngan-tangan jahil yang tega memenggal orang yang dalam kondisi duka nestapa, membuat se mua korban kehilangan identitas. Kalau saja peristiwa tabrakan itu tak muncul di media cetak, Sumirah tak akan pernah tahu jika tak saja pak Sadewa yang wafat. Marina dan juga supir setia mereka, juga wafat.
Itu sebabnya, menurut Sumirah, ia tak bi sa berbuat banyak. Jangankan langung mengabar kan, membawa jenazah pulang untuk disemayam kan saja, Sumirah tak memiliki peluang. Saat dia datang ke rumah sakit, ketiga jenazah sudah siap dimakamkan. Sumirah hanya bisa meneteskan se senggukan. Akhirnya ia lebih memilih turut me ngantar jenazah ke pemakaman, timbang harus membawa pulang untuk disemayamkan, karena jenazah pak Sadewa, Marina dan supirnya, lebih pantas secepatnya dimakamkan timbang harus di bawa pulang ke rumah Sumirah untuk disema yamkan
Begitu pun untuk hal lainnya.
Bondan yakin, sekecil apapun tak akan datang dan tak akan menimpa dirinya jika bukan lantaran kehendak sang Khalik. Tapi lantaran telah diatur dan merupakah kehendak Illahi Rab bi, segala sesuatunya harus dihadapi dan diterima dengan ikhlas. Ikhlas itu akan bermagma di jiwa, bila mau, bisa mengerti, bisa memahami dan sanggup menerima segala kehendak Sang Penga sih dan Penyayang,
Itu sebabnya Bondan tetap kuat, tegar dan ia sama sekali tidak shock
Dulu, berbagai peristiwa yang menimpa dirinya, selalu dianggap malapetaka. Bondan tak pernah bisa mengerti dan memahaminya. Malah, pernah mengira Tuhan tidak sayang padanya. Untuk itulah ia kecewa dan frustrasi. Larut da lam kekecewaan dan hanya melakukan hal yang dianggapnya menyenangkan.
Kini, Bondan yang pernah merasa kecewa dan frustrasi, justeru memahami mengapa semua bisa terjadi. Mengapa ia harus mengalami nasib malang dan mengapa semua yang datang dan menerpa dirinya, ia hadapi dan ia terima dengan lapang dada dan kebesaran jiwa.
Hikmah yang kemudian dapat ia petik dari sikapnya yang berubah total dan kedewasaannya yang mulai mengental, benar-benar dahsyat. Bondan sama sekali tak menyangka, jika ia sang at disayang ayahnya. Bondan baru tahu, jika ayahnya sangat memperhatikan. Tak mengira ji ka apapun yang dimiliki ayahnya – kecuali isteri, dijadikan sebagai milik Bondan.



Bersambung...............

0 komentar:

Post a Comment