MASIH ADA
JALAN
oleh : Oesman Doblank
LIMA PULUH LIMA
Pada
akhirnya, Sumirah benar-benar me rasakan betapa indahnya nikmat
berdoa dan sela lu bersyukur pada Sang Khalik. Sumirah, kini sudah
merasa lega dan ia bisa pasrah, karena te lah menyampaikan hal yang
sebelumnya tak hanya tidak diketahui oleh Bondan. Tapi, juga hal lain
yang tak sekedar untuk diketahui. Bon dan justeru harus mengapresiasi
dengan sebaik baiknya. Bahkan, dengan kebijakan, kearifan dan
kedewasaan berfikir, bersikap dan bertindak.
Dan, sejak
segalanya diungkapkan, Su mirah hanya tinggal menunggu reaksi dan
sekali gus apresiasi dari Bondan. Jika dari aspek perka winan ayahnya
dengan dua wanita lain, dijadikan alasan kuat oleh Bondan untuk
bersikap dan ber tindak tegas karena alasan itulah yang membuat diri
nya menderita, dan atas penderitaannya selama ini, Bondan lantas
ingin membalas sakit hatinya, tak seorang pun yang berhak mencegah
Bondan untuk mengambil keputusan dalam bentuk apapun, meski dampaknya
sangat tidak mengenakkan bagi Sumirah
Jika pun
sebaliknya – dalam arti Bondan melupakan masa silam, dan akhirnya
ia mengap resiasi soal warisan pak Sadewa yang semua dikhususkan
untuknya dan untuk itu, Bondan yang diwasiatkan sebagai pemilik
seluruh harta keka yaan pak Sadewa, bersikap arif dan bijak dalam
mengambil keputusan, bukan berarti Sumi rah merasakan hal sebaliknya.
Bagi
Sumirah, yang terpenting ia telah menjelaskan segalanya dan
menyampaikan ama nah almarhum suaminya, Amanah paling penting yang
harus ia sampaikan kepada Bondan, adalah target paling utama. Makanya
setelah target dicapai, semua terasa melegakan Tak ada lagi beban.
Selebihnya, benar-benar ia serahkan kepada Tuhan, Allah Yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang.
Dan
keputusan serta kebijakan apapun yang setelah itu akan ditentukan
oleh anak kan dung suaminya, yang oleh pak Sadewa ditempat kan
sebagai akhli waris paling utama dan untuk itu, Bondan berhak atas
berbagai jenis kekayaan milik pak Sadewa, Sumirah tak akan berusaha
untuk mempengaruhi Bondan, agar dia diperha tikan dan anak-anaknya
diberi bagian
Sumirah
juga tak mau melakukan pro tes atau hal apapun. Sebab, jika hal itu
ia laku kan, sama artinya ia bodoh. Mengapa? Jika ia protes, untuk
apa ia melaksanakan amanah dengan sebaik-baiknya. Jelas tidak lucu,
jika pasca penyampaian amanah, Sumirah malah protes karena merasa
berhak atas kekayaan pak Sadewa.
Timbang
setelah itu ia protes, kan jauh lebih baik amanah pak Sadewa ia
selewengkan. Ia yakin, sangat mudah memanipulasi surat-surat berharga
yang kesemuanya sudah ia serahkan dan kini sudah berada di tangan
Bondan. Terlebih, saat ini, begitu banyak orang yang ber sedia
membantu siapa pun – asal bayarannya sesuai dengan permintaan,
meski harus melaku kan perbuatan yang melanggar hukum dunia dan hukum
Allah
Tapi,
buat apa jika malah mencelakakan dan hanya membuat jiwa yang tenang
jadi nestapa. Jadi kehilangan magnit imani, yang selama ini melekat
dengan begitu kuat dan dijaga sebaik-baiknya agar tidak cacat.
Sumirah
yang sudah merasa sedemikian plong, merebahkan dirinya di kasur. Ia
tatap kedua anaknya yang sudah sedemikian lelap dalam tidur. Setelah
menciumi kedua anaknya, Sumirah yang selalu melakukan hal itu dikala
anaknya sudah lelap dalam tidur, barulah Sumirah bangkit dan dari
ranjang dan dia melangkah ke kamar mandi.
Sumirah
yang meski pun merasa lelah, tetap bergegas berwudhu.
Dia
berharap, malamnya habis untuk mendekatkan diri pada Sang Khalik,
yang teah memberinya kelapangan sehingga setelah bertemu dengan
Bondan, dia merasa wajib bersyukur karena Sumirah yakin, yang dia
dapatkan bisa terjadi karena izin dan pertolongan dariNYA.
Bersambung.......
0 komentar:
Post a Comment