Friday, June 21, 2013

CERITA BERSAMBUNG (51)


MASIH ADA JALAN
oleh : Oesman Doblank

LIMA PULUH SATU


Si mbok Sinem, jadi lega. Karena Bondan tak menyalahkannya. Ia segera membantu mengangkat tubuh Bondan, yang masih dalam kondusi lunglai.
“ Den, ayo bangun, den. Temui isteri bapak den Bondan. Beliau menunggu sejak tadi pagi, den. Bersama kedua anaknya “
“ Jadi..isteri bapak saya ada di dalam, mbok?”
Mbok Sinem mengangguk. Ia lalu memapah Bondan, ke dalam rumah. Membawanya ke ruang keluarga. Di sana, isteri pak Sadewa, yang tengah duduk bersama duka, yang pipinya masih sembab, melihat mbok Sinem. Ia berdiri. Menatap mbok Sinem yang memapah Bondan, anak tirinya. Memang Sumirah, terlihat sangat kikuk. Tapi, sesaat kemudian, ia menghampiri Bondan, yang menatapnya dengan pandangan lesu.
Bondan menjawab ucapan salam ibu tirinya, yang tubuhnya tertutup rapat karena dia mengenakan busana muslim. Jilbabnya, panjang, sampai ke pinggul.
Tanpa ragu, Sumirah yang menguatkan diri, yang sudah berani datang ke rumah putra suaminya, menghampiri anak tirinya dan menyalami putra suaminya, Bondan.
Sumirah tak menyangka, jika Bondan tak hanya meraih tangannya. Tapi, juga mencium tangannya dengan takzim.
“Maafkan saya…saya tak mengurus pemakaman bapak, “ kata Bondan, sambil melepas genggaman tangan Sumirah
“ Saya yang harus berminat meminta maaf. Sebab, baru bisa datang, baru bisa menyam paikan kabar duka. Mestinya, tidak seperti ini. Hanya, saya sendiri tak tahu harus berbuat apa, ketika semua terjadi dengan begitu saja.
Saat kejadian, saya sedang di rumah. Sehari sebelumnya, bapak memang pamit dan pergi bersama supir, karena ditelpon oleh isterinya yang lain, dan bapak diminta untuk mengantarnya ke rumah sakit karena usia kandungannya yang sudah lebih dari sembilan bulan, sangat butuh perhatian bapak. Alasan itulah, bapak yang mestinya memenuhi jadwal bersama saya di rumah, bergegas meninggalkan rumah.
Saya hanya berpikir tak akan terjadi apa pun. Toh, mengantar isteri yang akan melahirkan merupakan hal yang lazim. Hal yang tak akan pernah terpikir oleh siapa pun, kalau dalam perjalanan ke rumah akit selalu ada resiko yang harus siap ditanggung, yaitu risiko kedatangan maut. Nyatanya, dalam perjalanan itulah, hal yang tak pernah diperkirakan terjadi, dan…,” Sumirah, yang berusaha menjelaskan dengan gamblang mengapa ia baru sempat datang pagi ini dan baru bisa mengabarkan langsung kepada Bondan, terdiam sejenak.


Bersambung.......



0 komentar:

Post a Comment