MASIH ADA JALAN
Oleh : Oesman Doblank
EMPAT PULUH LIMA
Sabar buru buru menyeka air mata dan
berusaha hentikan sesenggukannya. Baru kemudian dia menoleh ke arah suara.
Melihat lelaki brewok berpakaian necis, Sabar tak peduli
“Jangan banyak tanya, lu? Gue
mau nangis, kek. Mau ngakak, kek. Kenapa lu pake mau tau urusan orang”
Brengseknya, lelaki brewok malah tidak
merasa tersinggung. Malah, dengan sangat bersahaja dia menyahut
“Maafin saya, pak. Soalnya, saya
nggak bisa nangis. Padahal, isteri saya, baru saja me ninggal dunia “
Sabar yang malah kesal, membentak.
“
Terserah bapak. Toh, bapak bisa segera cari isteri lagi. Tapi, kalau kehilangan
orang ba ik, kehilangan manusia berhati malaekat, kemana saya bisa nyari
gantinya?”
“Oooh, berarti kita sama-sama
kehila ngan, ya, pak?”
“Mau sama, kek, mau beda, kek, itu
uru san masing-masing !”
Sabar yang merasa terganggu, jadi nggak bisa nahan sabar. Ia jadi lupa
kalau dirinya masih tetap sesenggukan. .
“Iya, pak. Tadi, pak dokter juga
bilang, masing-masing ada jalannya. Jadi, saya disaran kan untuk tidak
menangis. Sebab, isteri mening gal
karena sudah waktunya. Atas kehendak NYA, lho, pak. Sama sekali bukan atas kehendak
saya. Tapi, tadi, sesaat saya sempat sedih. Bener, pak.
Sekarang saya sudah kembali senang.
Ka yaknya, sudah plong. Bebas merdeka, pak.
Mudah mudahan, saya dapat kemudahan cari
isteri pengganti Tapi,sekarang ini, kok susah ya, pak, cari perempuan yang
nggak matre.
Isteri saya itu, matre banget,
pak. Nggak taunye, ibunya juga matre. Teman-teman ngerum pinya juga pada matre pak.
Padahal, saya kepe ngeeen banget, cari isteri yang sholehah. Nggak matre. Sayang
sama dua anak saya. Tapi, pasti su lit, ya, pak. Memang, sekarang ini zamannya zaman
matre, ya, pak ?”
“Maaf, saya sudah harus pulang.
Jangan ganggu saya lagi ! “
Sentak Sabar sambil berusaha mengelu
arkan sepeda motornya .
“Oh, bapak mau pulang? Pulang ke
ma na? Saya ikut, dong , pak ?”
“Kata bapak, isterinya baru saja mening gal? Dari pada ikut saya pulang, kan,
lebih baik bapak urus pemakaman isteri bapak. Bagaimana juga, sih ?” Sabar
makin sewot
“ Oh iya, ya, saya ini, kok
bagaimana ju ga yaa? Tadi,maksudnya, kan saya mau ambil ha pe yang tertinggal
di bagasi motor. Mau telpon mertua. Ngabarin anaknya sudah meninggal. Ta di,
waktu saya mau bawa ke rumah sakit, sudah saya kabarkan akan membawa isteri
saya ke ru mah sakit. Sekarang ini, kira-kira, menurut perki raan bapak, mertua
saya masih di rumah atau ma sih dalam perjalanan ke rumah sakit, ya, pak ?”
Sabar sudah bisa
menghidupkan motor nya. Sudah bisa jalankan motornya. Namun, harus perlahan.
Karena jalan di sela sela yang memenuhi tempat parkir, sangat sempit.
Setelah melap air matanya, ia berkata.
“ Sebaiknya, bapak tanya kembali
saja ke dokter. Saya pulang dulu. Assalammualai kum,”
“Walaikum salam, pak. Hati-hati,
pak. Jangan nerobos lampu merah. Tapi, kalau terlan jur nerobos karena bapak
tidak disiplin, saat ke tangkap polisi, jangan mau diajak damai, pak Bapak
bilang minta langsung ditilang saja, pak
Kan, lebih baik uangnya disetor
lang sung dan masuk ke kas negara. Buat bayar utang negara kita, pak. Kalau
tidak lunas lunas, apa ka ta dunia, dan bagaimana nasib anak cucu kita nan ti,
pak. Betul, kan, pak ? ”
Bersambung.........
0 komentar:
Post a Comment