Thursday, June 20, 2013

CERITA BERSAMBUNG (50)


MASIH ADA JALAN
Oleh : Oesman Doblank


LIMA PULUH




                (10)


            MBOK Sinem menyambut Bondan de ngan isak tangis. Bondan mengira, ia kecewa de ngan menantunya, yang malah tak mau diajak tinggal bersama mbok Sinem, di rumah Bondan, meski gratis. Malah sekalian bisa ikut kerja deng an gaji yang jumlahnya lumayan.
            “ Si mbok, kok kayak anak kecil ? Kalau menantu si mbok tidak bersedia tinggal di sini, kan, no problem, mbok. Tokh, kita bisa cari yang lain. Siapa orangnya, terserah si mbok. Yang pen ting, cocok sama si mbok “
           “Ndoro Sadewa, den. Ndoro, Sade wa...Huhuhu “
           “ Ooh, bapak datang ? Ngirim duit, ya mbok? Asyiiik. Sekarang saya tahu, si mbok ter haru karena sebentar lagi dapat tips dari saya? Iya, kan? Hahahaha, Mbok..mbok..mau dapat tips, kok, malah sesenggukan. Mestinya, si mbok bersyukur pada Allah. Lalu, tersenyum. Mau ngakan seperti saya, juga nggak bakal saya larang, kok Mbok . Hahahahahaha”
           Mbok Sinem bukan tidak kesal. Tapi, kare na sangat hafal siapa dan bagaimana Bondan, ke kesalan mbok Sinem hanya dimakamkan di hati nya. Yang kemudian dilakukan mbok Sinem, se telah melupakan kesalnya, berusaha untuk me nyampaikan kabar duka. Meski mbok Sinem me rasa kesulitan menyampaikan, toh, bisa juga mbok Sinem berkata.
       “Ayah aden…ndoro Sadewa…wafat, den. Meninggal…”
       Bondan sungguh sangat terkejut. Ia tak percaya, kalimat si mbok yang terucap dengan terbata-bata, merupakan berita duka.
       “Apa mbok bilang ?” Tanya Bondan, yang tanpa sadar, meraih bahu si mbok, dan dengan reflek mengguncang tubuh pembantunya        
       “Ayah den Bondan meninggal,” sahut si Mbok dengan suara lemah
            “Apa? Bapak saya…meninggal ? “
            “ Iya, den. Dalam kecelakaan lalu lintas “
            “Innalillahi Wainnailaihi Rojiun…”
            Bondan melepaskan kedua tangannya da ri bahu si mbok. Ia terkulai. Tersungkur ke bumi. Tubuhnya  lemas. Bondan lalu seperti anak kecil, ia tak cuma sekedar kelihatan menangis. Tapi,  meraung raung. Meletupkan kesedihan ditinggal bapak
            “Huhuhuhuhuhuhuuuhuu, Ya Allah, Tu hanku Yang Maha Pengampun,  maafkan bapak saya. Jika bapak saya berdosa karena menelan tarkan saya, ampuni beliau, Tuhan. Ampuni ba pak  saya, Tuhan. Saya ikhlas. Saya rela…saya memaafkannya. Bapak, semoga Tuhan mengam puni semua dosa-dosa bapak, baik yang sengaja atau tidak disengaja. Baik dosa bapak yang nyata maupun dosa bapak yang tersembunyi dari manu sia…huhuhuhu
           Mbok… kapan terjadinya, mbok. Mana je nazah bapak saya, mbok. Saya ingin memandi kan jenazah bapak, mbok ”
Mbok Sinem menghampiri Bondan. Ia merunduk. Maraih kedua bahu Bondan.
             “ Ndoro meninggal dua hari lalu, den. Jenazahnya, dimakamkan kemarin pagi. Si mbok baru dapat kabar hari ini. Tadi pagi, isteri Ndoro datang. Si Mbok  tidak tahu kemana harus meng hubungi aden. “
             Bondan tertegun. 
             Tapi, sesaat berselang ia kelihatan beru saha untuk bersikap tetang. Informasi dari si mbok Sinem yang begitu singkat, dianggap seba gai info yang padat.  Membuat Bondan  maklum dan Bondan ikhlas mendapatkan kenyataan tidak bisa ikut memandikan jenazah ayahnya yang te lah dikebumikan, seperti yang dikatakan mbok Sinem.
            “Maafkan saya, mbok. Saya memang sa lah. Saya menyesal karena sejak Tari menikah, saya jadi malas membawa hape  “





Bersambung…………..

0 komentar:

Post a Comment