Sunday, June 23, 2013

CERITA BERSAMBUNG (52)

MASIH ADA JALAN
oleh : Oesman Doblank


LIMA PULUH DUA


Setelah menyeka air mata di sudut matanya, Sumirah kembali meneruskan kalimatnya
“Mestinya, kabar itu saya sampaikan ketika bapak wafat atau sebelum dimakamkan. Hanya, tak mungkin saya lakukan, karena saya sendiri baru tahu kalau bapak sudah pergi menjelang almarhum dikebumikan.
Ssetelah mendapat kabar dari rumah sakit, saya tak tak tahu harus berbuat apa. Sebab, pihak rumah sakit yang baru bisa menghubungi saya, menjelaskan, jenazah bapak sudah akan di makamkan, setelah dua hari disemayamkan dan pihak rumah sakit sebelumnya tak tahu kemana harus mengabarkan.
Apa sebab dan mengapa bisa terjadi se perti itu, baru saya ketahui setelah saya tiba di sana. Mereka menjelaskan, tak menemukan tanda pengenal korban. Saya yakin, dokumen bapak seperti ktp dan sim, tak mungkin tertinggal. Lebih mungkin diambil orang saat terjadi kecelakaan, “ tutur Sumirah, meski membiarkan air matanya menetes, tapi berusaha untuk tidak menangis, meski akhirnya ia tetap sesenggukan..
Dan, Sumirah tak mampu lagi menjelaskan lebih banyak, karena setelah itu ia terkulai lemas. Sumirah hanya bisa pasrah. Semisal Bondan menuding ia sengaja tidak mengabarkan karena punya maksud tertentu, Sumirah tak akan tersinggung atau marah. Ia ikhlas, karena tak salah jika Bondan yang sangat kecewa, berpendapat dan lalu dengan kesal atau sambil marah, menilai dirinya sebagai wanita brengsek, yang setelah merebut ayahnya, malah tak segera mengabarkan tentang ayahnya yang telah meninggal dunia
Tapi, sama sekali Sumirah tak menyangka, jika Bondan, yang mendengar dan menyimak penjelasan Sumirah, tak memperlihatkan reaksi yang berlebihan. Malah, melihat Sumirah lunglai, Bondan memanggil Mbok Sinem dan ia meminta tolong kepada mbok Sinem agar mengambilkan obat gosok atau minyak kayu putih
Begitu telatennya Bondan menggosok-gosokkan minyak kayu putih di atas bibir Sumirah. Apa yang dilakukan Bondan, membuat Sumirah yang sesungguhnya sedang dalam keadaan shock, membuat Sumirah tenang dan ia menjadi kuat nenangkannya. karena kepergiaan pak Sadewa yang terjadi dengan begitu saja sangat mengejutkannya, ditinggal pergi oleh pak Sadewa poermukaan membantu Su mirah agar ibu tirinya yang nampak begitu lemas karena keletihan, tidak lantas pingsan
Kenyataan yang nampak begitu jelas di pelupuk mata Sumirah, benar-benar di luar duga annya. Jadinya, tak saja membuat Sumirah lega. Tapi sekaligus membuatnya leluasa untuk bicara banyak hal. Sumirah mencoba memanfaatkan pe luang yang dianggapnya sangat terbuka. Tujuan Sumirah bukan untuk mengambil hati atau mera ih simpati. Sebatas menjelaskan dan berharap Bondan mengerti dan memahami apa yang se sungguhnya telah terjadi.
Boleh jadi, sampai saat ini Bondan masih membenci, tak saja pada ayahnya. Tapi juga membenci dirinya, atas tudingan merebut pak Sadewa dari sisi ibu Bondan. Juga boleh jadi, Bondan pun tidak simpatik pada isteri ketiga ayahnya yang telah tewas bersama pak Sadewa, dalam sebuah kecelakaan lalu lintas, beberapa hari silam.
“Di mana bapak dimakamkan, tante…eh, maksud saya, bu ?” tanya Bondan, yang tak bisa menyembunyikan kegugupan, karena ia memang baru pertama kali bertemu dan belum tahu, harus memanggil apa pada Sumirah.
Terlebih usia Sumirah, ibu tirinya hanya bertaut sekitar lima tahunan, dengan Bondan. Jadi, bisa dimaklumi jika Bondan gugup.




Bersambung.......

0 komentar:

Post a Comment