Sunday, June 16, 2013

CERITA BERSAMBUNG (46)

MASIH ADA JALAN
Oleh : Oesman Doblank


                                          EMPAT PULUH ENAM


              Sabar mengambil keputusan untuk tidak mau meladeni ocehan lelaki brewok itu lagi.
              “Pak..bilang betul, dong, pak. Waah, bapak belum pernah nonton Ipin dan Upin, ya?”
              Sabar segera  menjalankan motornya de ngan hati-hati. Setelah lepas dari ruang setapak di antara motor yang di parkir di kanan kiri, ia bergegas. Tak berminat menoleh dan melihat, apa yang sedang dilakukan oleh lelaki brewok berpakaian necis, yang mengaku baru saja diting galkan isteri selama-lamanya             .
             Bondan celingak celinguk. Tapi, belum juga melihat sosok si tukang ojek. Ia bertanya ke seorang satpam
               “Memang, tempat parkir motor di sebe lah mana,  pak ?”
               “Tuuuh, di sana. Di halaman belakang Duduk dulu aja, dik ?”
               “ Ma kasih, pak “
               Bondan sudah ingin duduk.
               Terdengar bunyi klakson motor 
               Bondan menoleh. Dengan santun, Bon dan pamit ke pak Satpam rumah sakit. Lalu menghampiri Sabar. Mengambil helm.
               “Kalau tau  lama, saya ikut abang ke tempat parkir,” kata Bondan yang bergegas me makai helm dan naik ke motor.
               “Nanti, abang jangan sampai lupa. Ka lau ada rumah makan, kita singgah. Perut saya su dah lapar lagi “
               “Siap boss,” sahut Bondan, yang begitu melihat plang  di tempat bayar parkir terangkat, segera meluncur.
                                  *******              
            MALAM kedua, rencana tetap nginap di rumah bang Sabar, terpaksa harus kembali diper timbangkan. Bukan lantaran rumah petakan yang dikontrak bang Sabar pengap. Juga bukan karena suasananya, bising oleh suara anak-anak yang umumnya lebih betah bermain  di luar rumah tim bang kumpul bersama orangtua mereka di rumah
          Pada hal, jika para orangtua dan anak-anak nya membiasakan diri untuk tetap betah berada di rumah – meski hanya rumah kontrakan, anak-anak tak menjadi liar. Liar dalam arti, saat bela jar mereka belajar dan orangtuanya menuntun anaknya agar lebih semangat dalam  belajar. Ti dak malah lebih semangat bermain, seolah-olah, seluruh waktu mereka hanya untuk bermain
            Jika hal pertama yang dilakukan, betah dan enjoi di rumah, yang kelak akan  terbangun, tak hanya indahnya kebiasaan bercengkrama. Ta pi, juga berbagai hal lain yang membuat hubu ngan orangtua—anak, makin harmonis. Makin dekat dan mesra. Makin saling mengerti dan memahami, di mana posisi anak dan dimana po sisi orang tua, yang memang berkewajiban dan senantiasa harus mengasuh, membimbing dan mendidik anaknya, agar tumbuh dan berkembang bersama kodrat kebaikan, seperti yang diajarkan Rasulullah SAW
            Jika para orangtua bisa mendidik dengan baik, mampu mengarahkan dengan benar, dan memotivasi dengan tepat, anak-anak mereka ak an tumbuh dan berkembang  menjadi anak anak yang sejak dini, akhirnya akan lebih mengenal dan terbiasa mengutamakan dan melaksanakan  berbagai kebaikan
           Pada akhirnya, yang tertanam di jiwanya adalah akhlak mulia. Budi pekerti yang membuat anak-anak, berjiwa sholeh dan sholehah. Tak malah sebaliknya, liar dan akhirnya tumbuh menjadi anak yang tidak orientatif pada ilmu dunia maupun ilmu akhirat
            Kalau saja kesadaran ke arah itu menjiwa di setiap orangtua, akan bermunculan anak-anak sholeh dan sholehah, yang duapuluh lima tahun mendatang, mampu memakmurkan dan menjadi kan Indonesia sebagai negara adi kuasa. Dan, anak seperti itu, bisa berasal dari mana saja. Tak terkecuali dari rumah petak yang sempit, panas dan pengap


Bersambung.......

0 komentar:

Post a Comment