MASIH ADA JALAN
Oleh : Oesman Doblank
EMPAT PULUH ENAM
Sabar mengambil keputusan untuk
tidak mau meladeni ocehan lelaki brewok itu lagi.
“Pak..bilang betul, dong, pak.
Waah, bapak belum pernah nonton Ipin dan Upin, ya?”
Sabar segera menjalankan motornya de ngan hati-hati. Setelah
lepas dari ruang setapak di antara motor yang di parkir di kanan kiri, ia
bergegas. Tak berminat menoleh dan melihat, apa yang sedang dilakukan oleh
lelaki brewok berpakaian necis, yang mengaku baru saja diting galkan isteri
selama-lamanya .
Bondan celingak celinguk. Tapi,
belum juga melihat sosok si tukang ojek. Ia bertanya ke seorang satpam
“Memang, tempat parkir motor di
sebe lah mana, pak ?”
“Tuuuh, di sana. Di halaman
belakang Duduk dulu aja, dik ?”
“ Ma kasih, pak “
Bondan sudah ingin duduk.
Terdengar bunyi klakson
motor
Bondan menoleh. Dengan santun,
Bon dan pamit ke pak Satpam rumah sakit. Lalu menghampiri Sabar. Mengambil
helm.
“Kalau tau lama, saya ikut abang ke tempat parkir,” kata
Bondan yang bergegas me makai helm dan naik ke motor.
“Nanti, abang jangan sampai
lupa. Ka lau ada rumah makan, kita singgah. Perut saya su dah lapar lagi “
“Siap boss,” sahut Bondan, yang
begitu melihat plang di tempat bayar
parkir terangkat, segera meluncur.
*******
MALAM kedua, rencana tetap nginap di rumah bang Sabar, terpaksa
harus kembali diper timbangkan. Bukan lantaran rumah petakan yang dikontrak
bang Sabar pengap. Juga bukan karena suasananya, bising oleh suara anak-anak
yang umumnya lebih betah bermain di luar
rumah tim bang kumpul bersama orangtua mereka di rumah
Pada hal, jika para orangtua dan anak-anak
nya membiasakan diri untuk tetap betah berada di rumah – meski hanya rumah
kontrakan, anak-anak tak menjadi liar. Liar dalam arti, saat bela jar mereka belajar
dan orangtuanya menuntun anaknya agar lebih semangat dalam belajar. Ti dak malah lebih semangat bermain,
seolah-olah, seluruh waktu mereka hanya untuk bermain
Jika hal pertama yang dilakukan, betah
dan enjoi di rumah, yang kelak akan terbangun, tak hanya indahnya kebiasaan
bercengkrama. Ta pi, juga berbagai hal lain yang membuat hubu ngan
orangtua—anak, makin harmonis. Makin dekat dan mesra. Makin saling mengerti dan
memahami, di mana posisi anak dan dimana po sisi orang tua, yang memang
berkewajiban dan senantiasa harus mengasuh, membimbing dan mendidik anaknya,
agar tumbuh dan berkembang bersama kodrat kebaikan, seperti yang diajarkan
Rasulullah SAW
Jika para orangtua bisa mendidik dengan baik,
mampu mengarahkan dengan benar, dan memotivasi dengan tepat, anak-anak mereka
ak an tumbuh dan berkembang menjadi anak
anak yang sejak dini, akhirnya akan lebih mengenal dan terbiasa mengutamakan
dan melaksanakan berbagai kebaikan
Pada akhirnya, yang tertanam di jiwanya
adalah akhlak mulia. Budi pekerti yang membuat anak-anak, berjiwa sholeh dan
sholehah. Tak malah sebaliknya, liar dan akhirnya tumbuh menjadi anak yang
tidak orientatif pada ilmu dunia maupun ilmu akhirat
Kalau saja kesadaran ke arah itu menjiwa di
setiap orangtua, akan bermunculan anak-anak sholeh dan sholehah, yang duapuluh
lima tahun mendatang, mampu memakmurkan dan menjadi kan Indonesia sebagai
negara adi kuasa. Dan, anak seperti itu, bisa berasal dari mana saja. Tak
terkecuali dari rumah petak yang sempit, panas dan pengapBersambung.......
0 komentar:
Post a Comment