MASIH
ADA JALAN
oleh :Oesman Doblank
LIMA PULUH TIGA
“Saya
lebih suka dipanggil bu. Sebab, saya isteri pak Sadewa. Tapi,
terserah Bondan mau memanggil saya dengan sebutan apa. Yang jelas,
saya datang bukan sebatas ingin mengabarkan tentang berita duka.
Tapi, juga ingin membiarakan banyak hal. Saya akan menjelaskan semua,
jika memang diberi kesempatan untuk melakukannya “
Bondan
menarik nafas. Memandang sesaat ke Sumirah. Tanpa bermaksud menikmati
paras cantik Sumirah, yang meski tertutup rapat namun siapapun akan
mengatakan kalau Sumirah cantik. Sebagai wanita, sangat wajahnya
dibalut kerudung, me mang sangat menawan, untuk maksud yang tidak
baik. Bondan sadar, wanita cantik di depan mata nya, meski masih
terbilang muda dan penuh peso na, adalah isteri ayahnya.
“ Bagaimana
kalau ibu duduk dulu,” kata Bondan, yang mulai nampak tenang dan
kuat..
Bondan sudah
tidak gugup lagi. Pipinya pun sudah kering dari air mata yang sempat
mem basahi pipinya. Bondan sudah menyeka air mata duka. Dan, Bondan
yang sudah melihat Sumirah, ibu tirinya, duduk di sofa sambil
sesekali mena tap ke arah Bondan, kembali bersuara
“Saat ini,
saya hanya ingin melakukan sa tu hal, pergi berkunjung ke makam ayah.
Jika ibu bersedia mengantar, terima kasih. Tapi, jika ibu lelah atau
tidak bersedia karena hal lain, tolong berikan alamat makam tempat
ayah saya dikebu mikan, karena saya ingin secepatnya ke sana“
Sumirah
sadar, ia tidak boleh kecewa karena Bondan yang ingin diajaknya
membicarakan masalaj keluarga, malah minta alamat dan akan ziarah ke
makam ayahnya. Berarti Sumirah harus bersa bar. Namun, Sumirah yang
belum melihat peluang untuk menjelaskan permasalahan.tetap yakin, ia
akan memperoleh kesempatan untuk menjelaskan permasalahan dan semua
hal yang perlu dia ungkapkan agar Bondan mengerti dan memahami
semuanya.
Selain agar
Bondan tidak lagi berteka-teki, mengapa ayahnya menikah lagi dengan
Sumirah dan seorang wanita lainnya yang sudah wafat beberapa hari
silam bersama pak Sadewa, juga agar bisa menyelesaikan permasalahan
yang harus siap dihadapi oleh keluarga pak Sadewa, pasca wafatnya
beliau akibat kecelakaan lalu lintas
Banyak yang
akan dijelaskan, tapi harus menanti dengan sabar, memang membuat Sumi
rah harus menghadapinya dengan hati berdebar. Dikatakan demikian,
karena kesempatan untuk menjelaskan, bisa saja malah tidak
diperolehnya. Dan jika hal itu yang terjadi, Sumirah belum da pat
menentukan apa yang harus dilakukan, agar tetap dapat peluang untuk
menjelaskan.
Dan Sumirah
yang mau tak mau harus memilih lebih baik bersabar, segera memberita
nama, alamat pemakaman dan sekaligus letak makam pak Sadewa yang
telah beristirahat deng an tenang di tempat peristirahatan
terakhirnya
“Jika memang
Bondan butuh teman, Ibu bersedia kok, mengantarkan, “ tambah
Sumirah
“Tapi, hanya
jika ibu tidak lelah. Jika ca pek, silahkan istirahat dan nanti kita
bicara pan jang lebar “
“ Ibu memang
perlu istirahat. Tapi, bukan berarti lelah,” jawab Sumirah
Ibu tiri
Bondan, tak sekedar mem perlihat kan semangat menemani Bondan pergi
ke pema kaman, tapi juga memperlihatkan sikapnya yang diwarnai
keikhlasan. .
Bersambung...........
0 komentar:
Post a Comment