Friday, May 31, 2013

CERITA BERSAMBUNG (35)

MASIH ADA JALAN
oleh : Oesman Doblank


TIGA PULUH LIMA


“Nah... yang sedang dirawat ini isteri saya, namanya Ariyani,” kata Sabar kemudian
“Maaf, yaa, pak. Kami hanya memastikan. Jika bapak orangnya, kami hanya melaksanakan amanah, mengantar kedua bingkisan ini untuk bapak “
“Iya, pak. Selamat ya, pak ?” Karyawan yang membawa bingkisan peralatan bayi, segera menyodorkan bingkisan yang dibawanya.
“Bing…bingkisan i....ini benar, untuk saya? Dari siapa? ” Tanya Sabar yang tentu saja merasa sangat terkejut.
Itu sebabnya, Sabar tak berkenan untuk langsung menerima bingkisan dari tangan sang karyawan kantin rumah sakit
“Pak, saya hanya melaksanakan amanah Tadi, pak Bondan yang saat kami tinggal masih di kantin, memanggil kami. Lalu, menanyakan, apakah bingkisan yang terpajang di kantin seba tas untuk pajangan atau bisa dibeli. Setelah saya jelaskan bisa dibeli oleh sia pa saja, beliau minta tolong agar kami segera mengantar bingkisan ini ke pak Sabar.
Beliau hanya bilang, isteri bapak dirawat di ruang nomor 313. Kata pak Bondan, kalau bapak tanya beliau di mana, saya harus bilang, beliau masih di kantin dan sedang asyik ngopi“
“ Bang…kenapa malah bengong seperti itu? Abang nggak lihat, mereka kelihatan capek karena sudah bawa bingkisan itu sejak dari lantai satu?”
Mestinya, tanpa diingatkan siapa pun-ter masuk isterinya, Sabar bergegas menerima bing kisan yang memang untuk Sabar. Terlebih, sudah dijelaskan pemberinya: pak Bondan. Hanya, tak seorang pun yang tahu, mengapa, Sabar, malah langsung ke sudut ruangan dan membuat semua orang di ruang nomor 313, mendadak harus ter kejut.
Baru kali ini, mereka – termasuk isterinya, melihat seseorang, yang diberi hadiah bingkisan untuk isterinya yang melahirkan, malah mena ngis. Meraung-raung.
“ Bang…Bang Sabar, Istighfar, bang. Istighfar!”
Dari ranjangnya, Ariyani yang tak boleh banyak bergerak, hanya bisa meminta dan mengi ngatkan agar suaminya beristighfar.
Kedua karyawan kantin, yang juga kaget, segera meletakkan bingkisan di bawah ranjang Ariyani, dan mereka tak berani menghampiri Sa bar, yang sudah di sudut ruangan, berdiri dengan tubuh merapat ke dinding, yang tangisnya malah terus meraung, sesenggukan.
Pasien lain yang juga sedang dibesuk, ten tu saja hanya bisa memperhatikan, dan mereka yang tetap di tempat masing-masing, hanya bisa saling pandang. Mereka melihat, sesuatu yang aneh tapi nyata
“Pak..apa kami salah?”
Karyawan kantin yang tadi membawa bing kisan peralatan bayi, memberanikan diri untuk bertanya.
Mendengar pertanyaan, Sabar yang terus menangis bak bocah, menjawab.
“ Kalian sama sekali tidak salah. Cuma, ka lian tidak tahu, isteri saya pun tidak tahu, kalau hari ini, saya mendapat begitu banyak limpahan karunia dari Tuhan. Hari ini, saya memang harus menangis dan hanya bisa menangis. Sebab, se panjang hidup saya, baru hari ini, Allah memper temukan saya dengan hambanya yang berhati mu lia. Dia itu orangnya ikhlas, tau.

          Saya tak pernah meminta apa pun, ia juste ru terus memberi. Memberi..dan lagi-lagi membe ri. Dan, bingkisan ini, adalah pemberiannya yang kesekian kalinya. Kalian boleh kaget, boleh ter cengang dan boleh menuduh saya gila, karena di tempat ini, saya memang sedang menangis “


Bersambung........















































<script type="text/javascript">

  var _gaq = _gaq || [];
  _gaq.push(['_setAccount', 'UA-41008897-1']);
  _gaq.push(['_setDomainName', 'sketsadanpantun.blogspot.com']);
  _gaq.push(['_setAllowLinker', true]);
  _gaq.push(['_trackPageview']);

  (function() {
    var ga = document.createElement('script'); ga.type = 'text/javascript'; ga.async = true;
    ga.src = ('https:' == document.location.protocol ? 'https://' : 'http://') + 'stats.g.doubleclick.net/dc.js';
    var s = document.getElementsByTagName('script')[0]; s.parentNode.insertBefore(ga, s);
  })();

</script>

CERITA BERSAMBUNG (34)

MASIH ADA JALAN
oleh : Oesman Doblank

TIGA PULUH EMPAT


          Meski sulit, akhrnya Sabar bisa meyakinkan dan ia melihat isterinya yang semula kuatir, menarik nafas lega. Lalu, tersenyum. Lantas, Sabar mendengar jelas, isterinya mengucap
“Alhamdu lillah Hirobbil Alamin”
Sabar mulai lega. Setelah merapikan tas pinggang, Sabar kembali membuka horden. Ia semakin lega, karena pasien di sebelah juga sibuk dengan urusannya sendiri.
“ Sekarang, kamu nikmati makanan enak yang abang bawa dari restoran mahal, yaa? Sete lah itu, abang akan jelaskan tentang Kebesaran Allah yang hari ini melimpahkan rezeki buat kita sekeluarga. Oke ?”
Ariyani tak bisa bilang oke. Ia hanya bisa mengangguk sambil menebar senyum. Meski be gitu, Sabar bisa menangkap senyum isterinya yang tidak full lega. Apa yang tertangkap oleh insting Sabar, memang tak begitu keliru. Soalnya, ia kenal betul siapa Ariyani. Terlebih, selama ini, ia memang tak pernah membawa pulang uang yang jumlahnya dianggap banyak itu
Nyatanya? Meski Ariyani sudah melihat dengan begitu jelas tumpukan uang di tas pinggang Sabar, dadanya tetap saja belum lapang. Di sana atau di hati Ariyani, masih ada penumpang.
Penumpang itu, bernama: tanda tanya.
Dan, Ariyani jelas mendengar suara hatinya yang bilang : tumpukan uang itu milik siapa? Jika milik suaminya, dapat darimana? Bagaimana cara mendapatkan uang banyak dalam waktu singkat? Apakah dapat di pertanggung-jawabkan, membuatnya aman atau malah mencelakakan?
Pertanyaan seperti ini, harus diungkapkan Dan, Ariyani tak ingin menyimpan. Ia tak bisa membiarkan pertanyaan yang menggeliat di nuraninya, terlantar karena pengaruh uang. Tentu Terlebih, Sabar hanya tukang ojek. Selama meni kah, jangankan pernah menyimpan langsung uang berjumlah jutaan. Dua juta kontan saja, masih dalam tahap impian semata.
Tadi pagi saja, saat pamit mau ngojek, sua minya yang nginap di rumah sakit,bisa senyum karena terpaksa. Ariyani tau, senyum bang Sa bar, hanya sebatas untuk menghibur dirinya yang sedang dirawat, agar bisa dan bersedia te nang. Jika sorenya kembali datang, membesuk Ariyani, dan bisa membawa setumpuk uang, pa tutkah dipercaya dengan begitu saja?
Melihat isterinya mulai menyuap dan me ngunyah makanan yang dibawa, Sabar langsung bersyukur. Dalam hati, ia mengucap Alhamdu lillah. Sabar lalu menarik nafas. Ia sudah merasa lega. Ingin segera menjelaskan. Tapi, baru akan mulai bicara, ia mendengar suara.
“Maaf…jika kami mengganggu bapak dan ibu. Kami mencari pak Sabar, yang nama isteri nya bu Ariyani, dirawat di ruang nomor 313. Apakah saya bisa bertemu dengan pak Sabar ?”
Suara yang cukup keras dan jelas terde ngar, membuat semua orang di ruang rawat no mor 313, termasuk Sabar dan juga Ariyani, iste rinya, yang namanya langsung disebut dengan jelas, kontan menoleh ke pintu masuk.
Ariyani dan Sabar, yang menoleh berbare ngan, memperhatikan dua perempuan bersera gam karyawan kantin rumah sakit, yang masih berdiri di pintu. Seorang membawa bingkisan berisi buah-buahan mahal. Temannya, membawa bingkisan berisi peralatan bayi.
“Yaa, saya pak Sabar,” tanpa ragu, Sabar menyahut. Ia yakin, yang dimaksud, pasti diri nya. Sebab, nama isterinya juga disebut
Kedua karyawan berseragam, segera meng hampiri pak Sabar, yang isterinya menempati ran jang paling ujung, dari lima ranjang yang semua nya sudah terisi.
“ Benar bapak dan ibu bernama pak Sabar dan bu Ariyani?” Tanya karyawan kantin yang membawa bingkisan buah.
“ Yaa, saya Sabar “ sahut Sabar, yang lalu menoleh ke isterinya



Bersambung..........






































<script type="text/javascript">

  var _gaq = _gaq || [];
  _gaq.push(['_setAccount', 'UA-41008897-1']);
  _gaq.push(['_setDomainName', 'sketsadanpantun.blogspot.com']);
  _gaq.push(['_setAllowLinker', true]);
  _gaq.push(['_trackPageview']);

  (function() {
    var ga = document.createElement('script'); ga.type = 'text/javascript'; ga.async = true;
    ga.src = ('https:' == document.location.protocol ? 'https://' : 'http://') + 'stats.g.doubleclick.net/dc.js';
    var s = document.getElementsByTagName('script')[0]; s.parentNode.insertBefore(ga, s);
  })();


</script>

Tuesday, May 28, 2013

CERITA BERSAMBUNG (33)


MASIH ADA JALAN
oleh : Oesman Doblank

TIGA PULUH TIGA


Sabar maklum, isterinya tetap kesal ka rena tak tahu – tepatnya belum tahu, jika saat ini dirinya tengah berada di puncak kegembiraan. Hanya, Sabar juga jadi kesal. Bukan pada Ariya ni. Tapi, kesal pada dirinya sendiri. Sebab, malah memilih merahaiakan kabar yang paling menggembirakan.
Karena hal itu, Sabar jadi terpikir untuk merapatkan hordeng pemisah antara pasien satu dengan yang lain, serapat-rapatnya. Ia tak ingin pasien di sebelah yang juga sedang dibesuk, mengetahui apa yang akan disampaikan ke isterinya. Ia tak peduli pada Ariyani yang kelihatan makin kesal karena Sabar tak memperhatikan keluhan isterinya.
Sabar bergegas mencopot tas pinggang nya.
“Sekarang, “ kata Sabar, dengan suara berbisik “Kamu lihat apa yang abang bawa. Setelah itu, tolong jangan mengeluh lagi. Oke ?”
“ Bang... untuk apa saya bilang oke? Abang kan, tukang ojek. Bukan tukang sulap yang bisa mengubah kertas kumel jadi setumpuk uang berwarna merah“
“Sssst..suara kamu jangan keras begitu? Sekarang, begini saja, kamu ambil tas ini, buka, dan lihat isinya, “ kata Sabar.
Ia menyarankan sambil menahan suaranya, agar tak terdengar orang ketiga, karena di saat yang sama, ia mendapat kesulitan menenangkan isterinya.
Setelah itu, Sabar hanya berharap agar isterinya mengerti dan paham dengan apa yang ia inginkan.
Padahal, yang diinginkan, ia bisa se perti Bondan, yang kalau melakukan sesuatu, kesannya sangat biasa saja, seperti halnya air me ngalir, tapi hakekatnya, mampu mendobrak apa yang tersembunyi di relung jiwa. Membuatnya terharu, dan kemudian menangis sesenggukan . karena ujung-ujungnya ia sangat merasakan baha gia.
Di saat seperti itu, begitu nikmat bersyukur pada Sang Pencipta karena benar-benar merasakan kebesaran, kasih dan sayang NYA. Akankah Ariyani, isterinya, dapat menikmati hal yang sama, seperti yang seharian ini ia rasakan dan nikmati dengan syukur yang mendalam?
“ Baaang…” seketika ia mendengar Ariyani memekik
Memang, kagetnya begitu mencuat. Namun, tak kelihatan hepi. Ariyani, malah tak hanya seperti tak percaya. Padahal, matanya melihat begitu jelas tumpukan uang yang bersemayam di tas pinggang kumel, milik Sabar, suaminya
“ Sssst…kan abang sudah bilang, buka dan lihat isinya. Kalau sudah tahu, ber syu kur pada Allah. Jangan malah bikin orang lain memperhatikan kita ?” Kata Sabar, sambil kembali menahan suaranya.
Sabar berharap, isterinya mengerti kalau ia tak sekedar mengingatkan. Tapi, juga ingin mengajak agar Ariyani merasakan hepi, setelah kaget melihat isi tas sang suami. Sayang, harapan Sabar tak langsung terpenuhi, karena sang isteri malah curiga
“ Tapi…uang sebanyak ini. Abang dapat dari mana ? Kalau nggak jelas juntrungan nya, saya malah jadi takut menerimanya “
“ Aduuuh, kamu itu bagaimana, sih. Tadi abang kan, bilang, Allah Maha Besar dan Maha Memberi Rezeki. Jadi...sekarang timbang kamu pamerin bingung, lebih baik kamu bersyukur. Setelah abang melihat kamu tenang, baru abang jelasin. Oke ?”


Bersambung.......

































<script type="text/javascript">

  var _gaq = _gaq || [];
  _gaq.push(['_setAccount', 'UA-41008897-1']);
  _gaq.push(['_setDomainName', 'sketsadanpantun.blogspot.com']);
  _gaq.push(['_setAllowLinker', true]);
  _gaq.push(['_trackPageview']);

  (function() {
    var ga = document.createElement('script'); ga.type = 'text/javascript'; ga.async = true;
    ga.src = ('https:' == document.location.protocol ? 'https://' : 'http://') + 'stats.g.doubleclick.net/dc.js';
    var s = document.getElementsByTagName('script')[0]; s.parentNode.insertBefore(ga, s);
  })();


</script>

CERITA BERSAMBUNG (32)


MASIH ADA JALAN
oleh : Oesman Doblank

TIGA PULUH DUA


BONDAN mengajak Sabar yang ia tahu sudah tidak sabar, untuk mampir sejenak ke kantin rumah sakit yang berada di lantai dasar. Tapi, ia tidak memaksa Sabar, yang menolak dengan alasan kuatir makanan yang ia bawa dari rumah makan mewah, nantinya malah basi dan akhirnya mubazir, jika tidak segera dinikmati oleh isterinya.
“Yaa, sudah. Lu duluan aja, bang. Nan ti gue nyusul ke atas. Oh iya, dilantai tiga, kamar nomor 313, kan ? “
“Benar sekali boss. Saya duluan dan nunggu di atas saja, ya?”
“Oke, salam buat isteri lu. Gue mau ri lek dulu. Hati-hati “
Bondan melangkah ke kantin. Sabar yang memang sudah tak sabar, melangkah tergo poh, menuju lift. Sabar yang tangannya menjin jing tas plastik warna merah berlogo rumah ma kan mahal, tidak kecewa, ketika sampai di depan lift, ia tak bisa ikut naik karena lift baru saja ber gerak, naik ke atas dengan penumpang full.
Karena Sabar yang memang sudah tidak sabar, tak mau menunggu--meski hanya untuk beberapa saat, hanya berpikir harus cepat sampai ke lantai tiga, Rumah Sakit Mahal Itu Indah. Ia tak ingin nyasar ke lantai lain, karena ruang bersalin hanya di lantai tiga. Selebihnya, adalah lantai untuk ruang rawat inap pasien non bersalin. Ia bergegas menyusuri tangga
Sabar yang baru saja menyusuri anak tangga rumah sakit, meski jelas terengah engah, sama sekali tak merasa lelah. Begitu sampai ke lantai tiga, langsung bergegas menuju ruang rawat nomor 313.
Ariyani, isterinya, memang sangat kelihatan tak sabar menunggu kedatangan Sabar. Begitu melihat suaminya masuk ke ruangan, Ari yani tak memperhatikan nafas Sabar yang terse ngal dan tas plastik yang dibawa suaminya. Setelah menjawab salam, mencium tangan sua minya, Ariyani yang kuatir suaminya tak mampu membayar biaya rumah sakit, langsung menge luh.
Sabar terpaksa lebih ingin mendengar kan keluhan isterinya timbang segera menyodor kan tas plastik dan merogoh amplop setengah ju ta rupiah yang niatnya akan langsung diserahkan ke isteri nya.
Meski begitu, Sabar sama sekali tak tahu apa yang sebenarnya dikeluhkan Ariyani. Saat Ariyani mengeluh, Sabar sengaja berpaling dan ia hanya menahan senyum, karena kali ini, ia datang dengan solusi yang paling mumpuni
“ Masih ada keluhan yang ingin kamu sampaikan?” Tanya Sabar
Sabar yang yakin, isterinya tak akan mengungkap kalimat lain yang identik dengan keluhan dan juga kekuatiran, mendekat. Begitu duduk di tepian ranjang, dengan seksama dan penuh perhatian, ia menghapus air mata di pipi isterinya
“Bang…kekuatiran saya serius.Abang jangan anggap ringan soal biaya rumah sakit. Ka lau kita nggak bisa bayar, yang pasti disandera bukan abang. Tapi saya, tau ?”
“ Tenang saja, Allah itu, kan Maha Besar. Maha Memberi Rezeki bagi setiap hamba nya. Sekarang, lebih baik kamu nikmati yang abang bawa. Oh, iya, ini makanan enak, lho. Harganya ? Wooow… di luar jangkauan. Dua hari narik ojek, belum tentu bisa abang beli “
Sabar lalu sibuk mengeluarkan bung kusan. Ariyani tak menggubris.
“ Bang…kita butuh uang buat bayar biaya rumah sakit. Mestinya, dapat duit tuh diirit irit Bukan malah beli makanan mahal. Buat apa sih berlagak seperti orang kaya?“



Bersambung..........


























<script type="text/javascript">

  var _gaq = _gaq || [];
  _gaq.push(['_setAccount', 'UA-41008897-1']);
  _gaq.push(['_setDomainName', 'sketsadanpantun.blogspot.com']);
  _gaq.push(['_setAllowLinker', true]);
  _gaq.push(['_trackPageview']);

  (function() {
    var ga = document.createElement('script'); ga.type = 'text/javascript'; ga.async = true;
    ga.src = ('https:' == document.location.protocol ? 'https://' : 'http://') + 'stats.g.doubleclick.net/dc.js';
    var s = document.getElementsByTagName('script')[0]; s.parentNode.insertBefore(ga, s);
  })();

</script>

CERITA BERSAMBUNG (31)


MASIH ADA JALAN
oleh : Oesman Doblank

TIGA PULUH SATU



Bondan malah makin kesal. Sabar yang diingatkan agar hentikan tangis, malah makin sesenggukan. Sabar yang tak mau cepat-cepat ambil helm dari tangan Bondan, juga nggak segera kasih jawaban apakah menolak atau mengijinkan Bonda ikut ke rumah sakit.
Bondan menaruh helm di dekat kaki Sabar.
“ Yaa, sudah. Kalau begitu lebh baik gue langsung pulang aja,” kata Bondan yang sudah ambil keputusan untuk pulang.
Tanpa ragu, Bondan bergerak. Meninggalkan Sabar yang masih kayak anak kecil ngak dikasih uang jajan.
Sabar baru ngeh, baru sadar, kalau Bon dan sudah bergerak. Langkahnya, memang begi tu santai. Tanpa beban. Tanpa kepingin tahu, me ngapa Sabar, yang langsung diajak ke rumah sa kit, malah turun dari motor, bersandar di pohon tepi jalan dan sesenggukan.
“Boooossss ?” Sabar berteriak.
Memanggil Bondan dengan suara yang jelas dide ngar. Ia lakukan itu, bukan takut ditinggalkan. Bukan kuatir Bondan langsung manggil taksi dan pulang ke rumahnya dengan begitu saja. Sabar takut berdosa. Takut mengecewakan si boss yang kebaikannya begitu tulus, tanpa rencana dan bisa dibilang lebih dari air yang mengalir.
Bondan mendengar teriakan Sabar yang memang gilnya. Ia menoleh, melihat Sabar yang berlari, bergegas menghampirinya sambil berte riak.
“ Saya nggak nolak, nggak melarang, saya malah senang. Sekarang juga kita langsung berangkat ke rumah sakit, boss”
Begitu mendekat, Sabar mengangsurkan helm ke Bondan, dan ia duluan ke motor. Menstarter. Siap meluncur. Membawa Bondan. Bukan ke pangkalan. Tapi ke rumah sakit, memenuhi permintaan Bondan.
“ Silahkan, naik, boss,“ Sabar terpaksa berinisiatif menawarkan. Ia takut Bondan batal kan niat karena tak segera naik tapi malah keli hatan kesal
“Lu ikhlas nggak ngajak gue ke rumah sakit ?”
“ Demi Allah, saya ikhlas, boss “
“ Lu nggak usah pakai sumpah segala, deh. Nggak usah niru-niru pejabat, yang berani sumpah tapi malah berani korupsi, yang berani disumpah, tapi lebih berani ngebohongin rakyat. Gue kesal, tau. Bukan sama pejabat. Tapi, sama lu. Di tempat umum, malah mewek sesenggukan. Memangnya, salah, kalau gue bilang mau bezuk isteri lu di rumah sakit ?”
Sabar kepingin banget ngejelasin semu anya. Agar boss ngerti, paham. Tapi, Bondan ma lah bergegas naik ke motor. Memberi intruksi yang nggak mungkin bisa ditolak oleh Sabar
“ Cepat lu jalan. Awas lu yaa, sekali la gi nangis di depan umum, kagak bakalan lagi gue mau pakai ojek lu “
Mau nggak mau Sabar harus nahan ke inginan menjelaskan, mengapa ia menangis. Me ngapa ia mendadak berada di puncak keharuan.
“Hati-hati…Ingat, gue mau bezuk orang melahirkan di rumah sakit, bukan mau jadi pasien rumah sakit. Lu ngerti, kan? “
“Pasti ngerti, boss. Si boss tenang aja. Allah pasti melindungi kita “
Sabar cepat menyahut. Ia segera me luncur. Menyalakan sein bagian kanan. Ia tidak jadi berbelok ke kiri, karena tujuan sudah beru bah arah. Buka ke pangkalan ojek. Tapi, ke ru mah sakit. Membezuk isterinya
Meski Sabar harus membatalkan dua rencana yang sudah disusunnya, ia malah bisa te rus tersenyum. Sepanjang jalan, ia konsentrasi. Ia bawa motor, bawa si boss, bersama kebahagi aannya. Hanya, ia belum menyusun rencana lain, untuk isterinya. Tapi, jika isterinya menanyakan darimana ia dapat uang sebesar setengah juta ru piah, Sabar akan menjawab apa adanya. Seperti air mengalir.





Bersambung...............

































<script type="text/javascript">

  var _gaq = _gaq || [];
  _gaq.push(['_setAccount', 'UA-41008897-1']);
  _gaq.push(['_setDomainName', 'sketsadanpantun.blogspot.com']);
  _gaq.push(['_setAllowLinker', true]);
  _gaq.push(['_trackPageview']);

  (function() {
    var ga = document.createElement('script'); ga.type = 'text/javascript'; ga.async = true;
    ga.src = ('https:' == document.location.protocol ? 'https://' : 'http://') + 'stats.g.doubleclick.net/dc.js';
    var s = document.getElementsByTagName('script')[0]; s.parentNode.insertBefore(ga, s);
  })();

</script>

SALING OMONG GEUDE


-->
Oleh :Oesman Doblank

-->
BEGITU ketemu Parmin, teman lamanya, Parjo langsung bercerita. Dia bilang, minggu silam, dia ada di Singapura, dan melihat langsung Gayus sedang berbin cang-bincang di rumah makan Indonesia. Bukan kebetu lan, bila di saat bersamaan ia juga sedang berada di sana.
“ Tiap saya ke negeri singa, saya pasti makan di restoran itu. Sebab, sudah kenal dengan para pelayannya Jadi, jika kehabisan uang, saya pasti bisa ngutang,” kata Parjo, yang bangga bisa ngutang karena cinta pada negerinya, yang sudah sangat terbiasa berhutang ke berbagai negara tetangga dan negara lain di dunia
Parmin, tak mau kalah. Dia bilang, baru empat hari yang lalu, ia ke Spanyol dan menyaksikan kehebatan Leonil Messi saat menyarangkan goal ke gawang lawannya. Setelah pertandingan, ia berusaha bertemu de ngan Messi.
“ Saya kira mister Messi sombong dan hanya ingin menolak saya yang ingin kenalan dengannya. Ternyata, dia gembira bisa berkenalan dengan saya dan saya langsung diajak ke apartemennya ,“ kata Parmin, yang tak mau kalah set. Malah, ia segera melanjutkan
“ Nanti, saat piala dunia berlangsung, saya diundang ke Brazil dan Messi yang sudah terlanjur minta agar saya bersedia tidur sekamar di hotelnya, tidak akan main membela timnya, jika saya tidak hadir diperhelatan akbar tersebut “
“ Kok bisa , Messi jadi begitu baik sama kamu ?”
“ Ya, begitulah nasib. Jika sedang baik, apapun bisa terjadi. Buktinya, kamu saja bisa langsung ketemu dan melihat Gayus di Singapura dan juga melihat ia kembali dibawa ke Indonesia oleh Satgas pemberantasan mafia hukum. Nah, saya juga bisa dong, ketemu Messi, diajak nginap di apartemennya dan di minta datang ke Brazil?”
“Waaah, duit kamu pasti lebih banyak dari aku, dong”
“ Kalau iya, memang kenapa?”
“ Pinjamin aku, lah. Lima puluh juta aja “
“Sori, duitku belum bisa dicairkan. Sebab, rekening ku belum gendut gendut”
“ Oleh pihak kepolisian atau oleh KPK ?”
“ Waa, mereka mana berani berbuat itu pada saya. Saya baru saja menyimpan buku tabungan saya di kul kas. Oh, iya, ngapain dan buat apa kamu pinjam uang ke saya sampai lima puluh juta rupiah?”
“ Yaa, buat bikin pasport. Aku, kan, sampai hari ini, belum pernah punya pasport ?”
“ Waaah, sama dong. Aku juga belum pernah punya pasport. Oh iya, cara bikin passport itu bagaimana,yaa?”
“ Kata ibuku, “ kata Parjo “ Setelah kita masukkan pakaian ke dalam koper, harus segera panggil taksi dan bergegas minta antar secepatnya ke bandara Soekarno Hatta. Kata beliau, sesampai di sana, pasti langsung diurus dan dalam waktu singkat bisa beres “
“ Waaah, gampang sekali, yaa? Aku ikutan, dong“
“ Kalau kamu serius mau ikut, besok kita sama sama ke puskesmas aja. Oke ?” Kata Parjo
Memang ada yang menyahut dengan suara jeas “Oke,”
Tapi, bukan rekannya. Melainkan seorang pria berseragam putih putih. Sang petugas RSJ datang untuk mengajak para pasien RSJ untuk segera kembali ke ruang rawat masing masing...






























<script type="text/javascript">

  var _gaq = _gaq || [];
  _gaq.push(['_setAccount', 'UA-41008897-1']);
  _gaq.push(['_setDomainName', 'sketsadanpantun.blogspot.com']);
  _gaq.push(['_setAllowLinker', true]);
  _gaq.push(['_trackPageview']);

  (function() {
    var ga = document.createElement('script'); ga.type = 'text/javascript'; ga.async = true;
    ga.src = ('https:' == document.location.protocol ? 'https://' : 'http://') + 'stats.g.doubleclick.net/dc.js';
    var s = document.getElementsByTagName('script')[0]; s.parentNode.insertBefore(ga, s);
  })();

</script>



SAJAK SEPOTONG RINDU

oleh : Oesman Doblank


Ketika sepotong rindu
Melekat di dinding jiwa
dan mengabarkan tentang
orang miskin makin sengsara di sakitnya
aku hanya berdoa
agar rumah sakit berubah jadi rumah sehat
karena para dokter dan perawat
hanya tersenyum pada pasien
yang berkilau berlian dan emas permatanya

Ketika rindu
Kujadikan singkong rebus
dan kukirim ke gedung dewan
ke gedung legislatif
ke lembaga yudikatif
tak seorang pun melirik
karena tuan tuan di sana
lebih suka menghitung mega proyek
agar sekian prosen komisi
segera dicairkan untuk membangun masa depan
dan hawa nafsu yang terus berkeliaran

Ketika aku dan kau
tak kuasa lagi memotong rindu
lalu apalagi yang bisa disajikan
untuk saudara yang tertidur
di kolong jembatan
di emperan toko
yang ketika terbangun
bergegas menuju bak sampah
tuk mengais sisa sisa berkah
dari kekayaan alam yang melimpah

Kalau pun sepotong rindu
masih ada yang tersisa
Apakah deru pembangunan
boleh didengar oleh
orang orang
































<script type="text/javascript">

  var _gaq = _gaq || [];
  _gaq.push(['_setAccount', 'UA-41008897-1']);
  _gaq.push(['_setDomainName', 'sketsadanpantun.blogspot.com']);
  _gaq.push(['_setAllowLinker', true]);
  _gaq.push(['_trackPageview']);

  (function() {
    var ga = document.createElement('script'); ga.type = 'text/javascript'; ga.async = true;
    ga.src = ('https:' == document.location.protocol ? 'https://' : 'http://') + 'stats.g.doubleclick.net/dc.js';
    var s = document.getElementsByTagName('script')[0]; s.parentNode.insertBefore(ga, s);
  })();

</script>