Tuesday, May 28, 2013

CERITA BERSAMBUNG (32)


MASIH ADA JALAN
oleh : Oesman Doblank

TIGA PULUH DUA


BONDAN mengajak Sabar yang ia tahu sudah tidak sabar, untuk mampir sejenak ke kantin rumah sakit yang berada di lantai dasar. Tapi, ia tidak memaksa Sabar, yang menolak dengan alasan kuatir makanan yang ia bawa dari rumah makan mewah, nantinya malah basi dan akhirnya mubazir, jika tidak segera dinikmati oleh isterinya.
“Yaa, sudah. Lu duluan aja, bang. Nan ti gue nyusul ke atas. Oh iya, dilantai tiga, kamar nomor 313, kan ? “
“Benar sekali boss. Saya duluan dan nunggu di atas saja, ya?”
“Oke, salam buat isteri lu. Gue mau ri lek dulu. Hati-hati “
Bondan melangkah ke kantin. Sabar yang memang sudah tak sabar, melangkah tergo poh, menuju lift. Sabar yang tangannya menjin jing tas plastik warna merah berlogo rumah ma kan mahal, tidak kecewa, ketika sampai di depan lift, ia tak bisa ikut naik karena lift baru saja ber gerak, naik ke atas dengan penumpang full.
Karena Sabar yang memang sudah tidak sabar, tak mau menunggu--meski hanya untuk beberapa saat, hanya berpikir harus cepat sampai ke lantai tiga, Rumah Sakit Mahal Itu Indah. Ia tak ingin nyasar ke lantai lain, karena ruang bersalin hanya di lantai tiga. Selebihnya, adalah lantai untuk ruang rawat inap pasien non bersalin. Ia bergegas menyusuri tangga
Sabar yang baru saja menyusuri anak tangga rumah sakit, meski jelas terengah engah, sama sekali tak merasa lelah. Begitu sampai ke lantai tiga, langsung bergegas menuju ruang rawat nomor 313.
Ariyani, isterinya, memang sangat kelihatan tak sabar menunggu kedatangan Sabar. Begitu melihat suaminya masuk ke ruangan, Ari yani tak memperhatikan nafas Sabar yang terse ngal dan tas plastik yang dibawa suaminya. Setelah menjawab salam, mencium tangan sua minya, Ariyani yang kuatir suaminya tak mampu membayar biaya rumah sakit, langsung menge luh.
Sabar terpaksa lebih ingin mendengar kan keluhan isterinya timbang segera menyodor kan tas plastik dan merogoh amplop setengah ju ta rupiah yang niatnya akan langsung diserahkan ke isteri nya.
Meski begitu, Sabar sama sekali tak tahu apa yang sebenarnya dikeluhkan Ariyani. Saat Ariyani mengeluh, Sabar sengaja berpaling dan ia hanya menahan senyum, karena kali ini, ia datang dengan solusi yang paling mumpuni
“ Masih ada keluhan yang ingin kamu sampaikan?” Tanya Sabar
Sabar yang yakin, isterinya tak akan mengungkap kalimat lain yang identik dengan keluhan dan juga kekuatiran, mendekat. Begitu duduk di tepian ranjang, dengan seksama dan penuh perhatian, ia menghapus air mata di pipi isterinya
“Bang…kekuatiran saya serius.Abang jangan anggap ringan soal biaya rumah sakit. Ka lau kita nggak bisa bayar, yang pasti disandera bukan abang. Tapi saya, tau ?”
“ Tenang saja, Allah itu, kan Maha Besar. Maha Memberi Rezeki bagi setiap hamba nya. Sekarang, lebih baik kamu nikmati yang abang bawa. Oh, iya, ini makanan enak, lho. Harganya ? Wooow… di luar jangkauan. Dua hari narik ojek, belum tentu bisa abang beli “
Sabar lalu sibuk mengeluarkan bung kusan. Ariyani tak menggubris.
“ Bang…kita butuh uang buat bayar biaya rumah sakit. Mestinya, dapat duit tuh diirit irit Bukan malah beli makanan mahal. Buat apa sih berlagak seperti orang kaya?“



Bersambung..........


























<script type="text/javascript">

  var _gaq = _gaq || [];
  _gaq.push(['_setAccount', 'UA-41008897-1']);
  _gaq.push(['_setDomainName', 'sketsadanpantun.blogspot.com']);
  _gaq.push(['_setAllowLinker', true]);
  _gaq.push(['_trackPageview']);

  (function() {
    var ga = document.createElement('script'); ga.type = 'text/javascript'; ga.async = true;
    ga.src = ('https:' == document.location.protocol ? 'https://' : 'http://') + 'stats.g.doubleclick.net/dc.js';
    var s = document.getElementsByTagName('script')[0]; s.parentNode.insertBefore(ga, s);
  })();

</script>

0 komentar:

Post a Comment