MASIH ADA
JALAN
oleh
: Oesman Doblank
TIGA
BELAS
(5)
MENINGGALKAN
prilaku buruk, tidak semudah meninggalkan jejak langkah. Bahkan,
lebih sulit dari mengecat es dan menghitung buih-buih di luasnya
lautan dan samudra. Tapi, siapa pun yang bisa, sanggup dan berhasil
mengubah prilaku buruknya, dia adalah seseorang yang hebat.
Perkasa dalam arti
sesungguhnya. Karena berarti dia telah berhasil mengubah kebodohan
nurani menjadi kecerdasan yang membuat pribadinya mulia.
Hanya, apakah
setelah berhasil mengubah prilaku buruk, ia sanggup mengembangkan
kecer dasan hatinya menjadi kemuliaan yang tangannya menyelamatkan
dan bibirnya menentramkan siapa saja dan juga dirinya? Bagaimana jika
malah kembali lagi ke prilaku semula?
Jelas patut
dipertanyakan. Terlebih, Bondan baru melangkah ke babak baru sebuah
kehidu pan. Babak yang sungguh sangat asing. Selama ini ia hanya
bergelut dalam kemelut. Dalam cen tang perenangnya jiwa yang rapuh.
Jiwa yang ha nya dikendalikan oleh hawa nafsu. Lepas dari se gala
sebab yang bisa membuat Bondan begitu
Memang, sekecil
apapun, kemungkinan un tuk menjadi Bondan seutuhnya, tetap terbuka.
Dan kemungkinan itu --sekecil apa pun, adalah peluang. Terlebih,
bersamaan dengan itu, muncul kesadaran untuk mewujudkan. Hanya, bagai
ma na pun, tetap tergantung siapa yang melakukan dan apa motif
utamanya mengubah prilaku.
Apakah digunakan
sepenuhnya untuk tujuan mengubah prilaku, atau hanya sebatas mengisi
ti tik jenuh. Bila sepenuhnya untuk mengubah prilaku, berarti
kemungkian yang secuil dan kesada ran yang tumbuh, adalah hidayah dan
juga karunia. Jika sebaliknya, bukan hidayah. Tapi, se mata mata
hanya sebagai titik jenuh dan kelelahan dalam pencapaian yang tak
pernah jelas, mana ujung mana pangkalnya.
Bondan sadar, ia
bukan tak cuma bisa kembali ke asal muasal. Kemungkinan kembali,
juste ru lebih besar. Sebab, ia baru mulai mengubah dan belum
benar-benar berubah. Sedangkan selama ini, sudah nyaris tenggelam
bersama kebiasaan buruknya.
Kalau keraguan
masih tersisa, kalau tekad tidak sebulat keinginan yang mutlak ingin
dicapai, kalau iming-iming kemewahan masih menyisakan pesona, Bondan
tak punya tekad untuk hijrah. Hanya, Bondan tak punya keberanian
untuk menyebut yang dilakukan sebagai prilaku orang yang ingin
hijrah.
Bondan hanya
ingin mengubah jalan hidup dan menyelaraskan jati dirinya dengan
jalan hidup yang berbeda dengan masa silamnya
Pada Mbok Sinem,
pun, ia tak pamit dengan alasan ingin hijrah Ia hanya bilang akan me
nikmati suasana baru dengan mondok di sebuah pesantren di luar kota.
Tempat tepatnya di mana, ia belum bisa memastikan. Ia baru akan
mencari pesantren, yang menurutnya cocok untuk menjelajah dan
menikmati hidup barunya. Tentu sambil belajar dan mendalami agama
“Lalu,
bagaimana dengan si mbok, den ?”
“Ya, tidak harus
bagaimana-bagaimana, mbok. Si mbok tetap tinggal di sini. Toh,
sebulan sekali saya pulang “
“Sendirian ? “
“ Si mbok kan,
pernah bilang, anak si mbok bekerja di Jakarta dan belum punya rumah.
Ajak saja dia tinggal di sini. “
“ Tapi, den ?”
“ Si mbok nggak
usah kuatir. Mantu si mbok, kan tidak kerja. Saya akan minta agar dia
membantu si mbok mengurus rumah. Bilang sama dia, tinggal dan makan
di si sini, saya gratis kan. Tapi, jika ia juga bekerja di sini, saya
tak mau gratisan. Tiap bulan, pasti saya beri gaji “
“Sebaiknya,
apa tidak si mbok saja yang minta pensiun, den. Si mbok siap kok,
kembali ke kampung. Toh, asal usul si mbok memang hanya orang desa “
“ Mbok, saya
masih butuh si mbok untuk jaga dan merawat rumah. Lagipula, saya tak
me nganggap si mbok orang lain. Mbok sudah saya anggap orangtua saya
“`
“Tapi,mantu si
mbok itu,orangnya sangat malas, den. Suaminya hanya buruh pabrik,
tapi pola hidupnya, seperti orang kaya. Si mbok kuatir, den Bondan
malah….” Mbok Sinem tak bisa menuntaskan kalimatnya.Bondan
memberi isya rat agar si mbok Sinem tak terus bicara.
“ Mbok…Apa
salahnya jika dicoba. Kita beri dia kesempatan. Barangkali saja,
begitu ia tinggal bersama si mbok, prilakunya berubah. Oke ?’
“ Tapi saya
tidak ingin disalahkan, den “
“ Saya janji tak
akan menyalahkan. Yang penting, jika si mbok menilai tak ada
perubahan, bilang ke saya. Kita minta dia ke luar dan saya siap
carikan rumah kontrakan untuk anak si mbok dan keluarganya. Sekarang,
saya pamit, mbok. Hati-hati. Assalammualaikum “
Bersambung......
0 komentar:
Post a Comment