Wednesday, May 8, 2013

CERITA BERSAMBUNG (13)


MASIH ADA JALAN
oleh : Oesman Doblank


TIGA BELAS

(5)

MENINGGALKAN prilaku buruk, tidak semudah meninggalkan jejak langkah. Bahkan, lebih sulit dari mengecat es dan menghitung buih-buih di luasnya lautan dan samudra. Tapi, siapa pun yang bisa, sanggup dan berhasil mengubah prilaku buruknya, dia adalah seseorang yang hebat.
Perkasa dalam arti sesungguhnya. Karena berarti dia telah berhasil mengubah kebodohan nurani menjadi kecerdasan yang membuat pribadinya mulia.
Hanya, apakah setelah berhasil mengubah prilaku buruk, ia sanggup mengembangkan kecer dasan hatinya menjadi kemuliaan yang tangannya menyelamatkan dan bibirnya menentramkan siapa saja dan juga dirinya? Bagaimana jika malah kembali lagi ke prilaku semula?
Jelas patut dipertanyakan. Terlebih, Bondan baru melangkah ke babak baru sebuah kehidu pan. Babak yang sungguh sangat asing. Selama ini ia hanya bergelut dalam kemelut. Dalam cen tang perenangnya jiwa yang rapuh. Jiwa yang ha nya dikendalikan oleh hawa nafsu. Lepas dari se gala sebab yang bisa membuat Bondan begitu
Memang, sekecil apapun, kemungkinan un tuk menjadi Bondan seutuhnya, tetap terbuka. Dan kemungkinan itu --sekecil apa pun, adalah peluang. Terlebih, bersamaan dengan itu, muncul kesadaran untuk mewujudkan. Hanya, bagai ma na pun, tetap tergantung siapa yang melakukan dan apa motif utamanya mengubah prilaku.
Apakah digunakan sepenuhnya untuk tujuan mengubah prilaku, atau hanya sebatas mengisi ti tik jenuh. Bila sepenuhnya untuk mengubah prilaku, berarti kemungkian yang secuil dan kesada ran yang tumbuh, adalah hidayah dan juga karunia. Jika sebaliknya, bukan hidayah. Tapi, se mata mata hanya sebagai titik jenuh dan kelelahan dalam pencapaian yang tak pernah jelas, mana ujung mana pangkalnya.
Bondan sadar, ia bukan tak cuma bisa kembali ke asal muasal. Kemungkinan kembali, juste ru lebih besar. Sebab, ia baru mulai mengubah dan belum benar-benar berubah. Sedangkan selama ini, sudah nyaris tenggelam bersama kebiasaan buruknya.
Kalau keraguan masih tersisa, kalau tekad tidak sebulat keinginan yang mutlak ingin dicapai, kalau iming-iming kemewahan masih menyisakan pesona, Bondan tak punya tekad untuk hijrah. Hanya, Bondan tak punya keberanian untuk menyebut yang dilakukan sebagai prilaku orang yang ingin hijrah.
Bondan hanya ingin mengubah jalan hidup dan menyelaraskan jati dirinya dengan jalan hidup yang berbeda dengan masa silamnya
Pada Mbok Sinem, pun, ia tak pamit dengan alasan ingin hijrah Ia hanya bilang akan me nikmati suasana baru dengan mondok di sebuah pesantren di luar kota. Tempat tepatnya di mana, ia belum bisa memastikan. Ia baru akan mencari pesantren, yang menurutnya cocok untuk menjelajah dan menikmati hidup barunya. Tentu sambil belajar dan mendalami agama
“Lalu, bagaimana dengan si mbok, den ?”
“Ya, tidak harus bagaimana-bagaimana, mbok. Si mbok tetap tinggal di sini. Toh, sebulan sekali saya pulang “
“Sendirian ? “
“ Si mbok kan, pernah bilang, anak si mbok bekerja di Jakarta dan belum punya rumah. Ajak saja dia tinggal di sini. “
“ Tapi, den ?”
“ Si mbok nggak usah kuatir. Mantu si mbok, kan tidak kerja. Saya akan minta agar dia membantu si mbok mengurus rumah. Bilang sama dia, tinggal dan makan di si sini, saya gratis kan. Tapi, jika ia juga bekerja di sini, saya tak mau gratisan. Tiap bulan, pasti saya beri gaji “
“Sebaiknya, apa tidak si mbok saja yang minta pensiun, den. Si mbok siap kok, kembali ke kampung. Toh, asal usul si mbok memang hanya orang desa “
“ Mbok, saya masih butuh si mbok untuk jaga dan merawat rumah. Lagipula, saya tak me nganggap si mbok orang lain. Mbok sudah saya anggap orangtua saya “`
“Tapi,mantu si mbok itu,orangnya sangat malas, den. Suaminya hanya buruh pabrik, tapi pola hidupnya, seperti orang kaya. Si mbok kuatir, den Bondan malah….” Mbok Sinem tak bisa menuntaskan kalimatnya.Bondan memberi isya rat agar si mbok Sinem tak terus bicara.
“ Mbok…Apa salahnya jika dicoba. Kita beri dia kesempatan. Barangkali saja, begitu ia tinggal bersama si mbok, prilakunya berubah. Oke ?’
“ Tapi saya tidak ingin disalahkan, den “
“ Saya janji tak akan menyalahkan. Yang penting, jika si mbok menilai tak ada perubahan, bilang ke saya. Kita minta dia ke luar dan saya siap carikan rumah kontrakan untuk anak si mbok dan keluarganya. Sekarang, saya pamit, mbok. Hati-hati. Assalammualaikum “

Bersambung......

0 komentar:

Post a Comment