MASIH ADA JALAN
oleh : Oesman Doblank
SEBELAS
“Mbook…biar
saya sendiri saja. Saya sudah kuat, kok. “
“Tapi, den,”
mbok kuatir dan merasa tidak enak.”
“Mbok…sebaiknya
si mbok istirahat. Jika tidak mau istirahat, tolong bikinkan kopi
susu untuk saya. Si mbok harus percaya, saya sudah tidak apa apa.
Coba pegang, tubuh saya sudah tak panas lagi, kan?”
Bondan, meraih
tangan si mbok, mena rik nya. Menempelkannya ke sekujur leher Bondan.
Juga ke keningnya.
“ Si mbok
percaya, kan, kalau saya sudah sehat?” Kata Bondan, tentu saja ia
meyakinkan, karena tahu, si Mbok terlihat kuatir dan sekaligus merasa
bersalah, telah melalaikan tugasnya. Tetap tertidur, saat den Bondan
terbangun.
“ Sekalian si mbok
bikinkan roti bakar, ya?” Mbok Sinem benar-benar sudah nampak lega.
Bukan baru saja selamat dari rasa bersalah.Tapi, sikap den Bondan
membuatnya lega.
Si
mbok tahu, den Bondan sengaja meraih tangan si mbok. Selain
menjelaskan tubuhnya sudah tidak panas lagi, sekaligus menenangkan
hati si Mbok. Bondan tahu, si mbok kuatir karena hal apa. Namun, tak
ia ungkapkan. Bondan malah menenangkan diri si mbok Sinem dengan
cara, yang membuat Mbok Sinem jadi tenang. Jadi lega.
Si
mbok Sinem bergegas ke luar dari kamar Bondan, setelah Bondan
merapatkan pintu kamar mandi dan menguncinya dari dalam. Sambil
melangkah ke dapur, tak henti-hentinya si mbok bergumam. Ia berdoa
untuk Bondan.
“
Duuuh Gusti yang Maha Agung, sehatkan dan kuatkan den Bondan “
Bondan menikmati
tubuhnya yang kuyup oleh guyuran air hangat dari shower. Tangannya
sibuk berge rak, ke sana kemari. Menggosok punggung, perut, ketiak,
dan tubuh lainnya, dengan sabun cair. Ia lalu meraih shampoo. Mencuci
rambutnya yang gondrong. Bondan tak hanya merasakan hangatnya air
yang mengucur dari shower. Tapi, juga merasakan segar. Dengan mandi
air hangat, ia merasa sudah seperti sediakala, sudah pulih. Sudah
sehat
“
Den..kopi susu dan roti bakarnya sudah di meja. Si mbok permisi dulu.
Mau ke warung, beli gas. “
Kalau
saja Bondan tak mendengar suara si mbok, Bondan yang baru saja
mematikan kran shower air panas, berniat lebih lama di kamar mandi.
Ia tak perlu bergegas mengeringkan tubuh dengan handuk. Toh, belum
mendengar gema azan Maghrib.
Bondan
bergegas meraih handuk dan melilitkan handuk warna hijau di tubuhnya.
Ia segera ke luar kamar mandi. Ke luar kamar tidur. Karena tak
melihat sosok si mbok, Bondan berteriak. Memanggil .
“
Mbooook…tunggu “
Bondan
tak banyak berharap, Ia mengira mbok Sinem sudah ke luar untuk ke
warung, membeli gas. Perlahan ia kembali ke kamar. Mengambil celana
dalam. Celana pendek dan t’shirt. Ia bergegas mengenakan celana
dalamnya, karena mendengar suara langkah mendekat. Untung, saat
pintuk diketuk, Bondan sudah bercelana pendek.
“
Masuk, mbok “
Begitu
masuk ke kamar, mbok Sinem yang melihat Bondan sibuk memakai kaos,
menunggu sejenak. Ia baru bertanya setelah melihat Bondan sudah rapi
memakai kaos, yang bagian depanya tertulis. Gantung Koruptor. Di
bawah tulisan, dua orang duduk di dahan. Tangannya memegang dan
dalam posisi siap menarik tubuh koruptor, yang lehernya sudah dijerat
dengan tambang besar
Bersambung
0 komentar:
Post a Comment