MASIH ADA
JALAN
oleh : Oesman Doblank
TIGA PULUH
Sabar
terduduk. Kedua kakinya berselonjor Tubuhnya disandarkan ke batang
pohon. Sabar tak menghiraukan celananya yang pasti kotor oleh debu.
Ia lantas menatap langit, seseng gukan dan membiarkan air matanya
berhambu ran.
Sabar kembali
sesenggukan. Kalimat yang baru saja ia dengar, langsung membawa nya
ke puncak keharuan. Sabar, benar-benar merasa hari ini menjadi hari
yang paling indah dalam hidupnya. Hari yang sangat berbeda dengan
ribuan hari yang telah dilaluinya. Ia mengangkat kedua tangan, kedua
matanya yang bercucuran air mata, memandang luasnya langit
“Tengkyu
Tuhan…Tengkyu..Hamba menikmati limpahan karuniaMu yang begitu besar
dan tak terhingga.Oooh, Engkau
memang Maha Besar, yaa Tuhanku. Engkau memang Maha Agung dari segala
keagungan yang ada. Engkau begitu baik pada hambamu yang maha lemah
ini, Tuhanku. Bagaimana hamba sanggup membalas semua kebaikan yang
telah Engkau limpahkan pada hamba.
Tuhanku…ooh,
tengkyu hanya kucurahkan pada-MU, Tuhan..
Alhamdulillah Hirabbil Alamin, ya Rabbku “
Bondan,
bukan tak melihat apa yang dilakukan Sabar. Beberapa saat Bondan hanya bisa ternganga. Lantas, dengan agak
kesal ia menghampiri Sabar.
“ Lu itu,
ngapain, sih bang. Dari tadi, kayaknya kerjaan lu cuma nangis. Terus,
di tempat ramai begini, lu mewek? Kalau memang gue nggak boleh ikut
ke rumah sakit, nggak boleh bezuk isteri lu dan kagak lu kasih
kesempatan kenal sama bayi, lu, bilang terus terang.
Gue bisa panggil taksi
dan pulang sekarang juga, kok. Niih, ambil helm lu kalau nggak
percaya gue bisa pulang pakai taksi “
Masalahnya,
bukan nggak percaya, coi. Lagipula, apa susahnya si boss langsung
pulang pakai taksi. Wong, cari kontrakan pakai mobil sewaan yang anti
keterjang angin saja, pasti bisa, kok ?
Cuma,
ketulusan lu, itu, boss. Cara lu nolong orang, kok, kagak pernah
pakai rencana, sih. Ngalir begitu aja, kayak air? Lu benar-benar
kagak ngerti, ya, kalau hari ini, gue benar-benar bahagia. Lu tau
nggak, sih, karena lu begitu tulus, Allah langsung kasih gue karunia.
Langsung bikin gue terus hepi. Gue tuh nangis bukan kagak setuju sama
rencana, lu. Tapi, karena ketulusan lu itu yang bikin gue nggak
berenti dari rasa haru.
Gue rela,
kok, dikatain orang cengeng. Emangnye, gue pikirin. Gue tuh nggak
mungkin nggak nangis, boss. Keharuan demi keharuan, terus nerjang dan
datang silih berganti, karena ketulusan lu?
Sabar
kepingin banget, suara yang bergema di hatinya diungkap dan didengar
anak muda yang ia panggil boss. Tapi, ia nggak sanggup. Nggak bisa.
Sebab, ia tahu, ketulusan si boss adalah sejatinya ketulusan. Tidak
diiming-imingin apapun. Buktinya, di pangkalan, ketika Sabar curiga,
ia malah dibayar setengah juta.
Di rumah
makan mahal, nggak ngajak ke dalam dan Sabar mau ke warteg, malah
dipanggil pelayan dan nggak cuma bebas pesan makanan. Tapi, malah
diomelin kalau nggak pesan makanan enak buat isterinya.
Di rumah kontrakan ?
Mestinya, bisa ambil yang lebih bagus dengan harga empat belas ju ta
buat dua tahun. Eee, malah ambil yang enam juta dua tahun dan
sisanya, malah dikasih ke Sabar agar bisa bayar biaya rumah sakit.
Dan barusan ? DI tengah jalan malah bilang mau ikut ke rumah sakit.
“ Bang…lu
jangan nangis terus, dong. Gue tuh butuh kepastian. Kalau gue nggak
boleh ikut ke rumah sakit, ambil nih helm lu. Sekarang juga, gue mau
langsung pulang. Kalau lu ijinin, cepat berangkat. Lu pikir enak
diliatin banyak orang ?”
Bersambung......
Bersambung......
<script type="text/javascript">
var _gaq = _gaq || [];
_gaq.push(['_setAccount', 'UA-41008897-1']);
_gaq.push(['_setDomainName', 'sketsadanpantun.blogspot.com']);
_gaq.push(['_setAllowLinker', true]);
_gaq.push(['_trackPageview']);
(function() {
var ga = document.createElement('script'); ga.type = 'text/javascript'; ga.async = true;
ga.src = ('https:' == document.location.protocol ? 'https://' : 'http://') + 'stats.g.doubleclick.net/dc.js';
var s = document.getElementsByTagName('script')[0]; s.parentNode.insertBefore(ga, s);
})();
</script>
0 komentar:
Post a Comment