Friday, May 3, 2013

CERBUNG: (10)


MASIH ADA JALAN
oleh: Oesman Doblank

SEPULUH


Karena mendadak, supir kendaraan di belakang sedan yang dikemudikan Tarman, tak mampu mengendalikan mobil boksnya. Supirnya dan kenaknya pun, tak sempat beristighfar, ka rena tengah berbincang dengan kneknya. Saking asyik dan membuat supir dan knek ngakak ba reng, tak tahu jika sedan di depan mereka ber henti mendadak.
Tak ingin celaka, boleh saja. Tak ingin terkena musibah atau bencana, sah-sah sa ja. Siapa dan dimana pun, yang namanya manu sia, punya keinginan yang sama. Ingin selamat. Tak ada yang ingin mendapat kecelakaan. Berba gai bentuk musibah, mulai Tsunami sampai ban jir yang hanya semata kaki pun, inginnya dihin darkan. Tapi, sanggupkah manusia ‘berontak’ da ri kehendak Tuhan?
Semisal di belakang sedan yang dike mudikan Sutarman tak ada kendaraan lainnya, bo leh jadi, pak Sadewa hanya luka di kening , ka rena terbentur sandaran jok depan mobilnya. Ta pi, isterinya ? Belum tentu sekedar luka ringan, setelah ia terpental akibat mobil yang dibawa Su tarman berhenti dengan sangat mendadak
Nyatanya, di belakang sedan mewah mereka, banyak kendaraan lainnya. Salah satu nya, mobil boks besar, mengangkut berbagai jenis sembako. Bukan mobil itu yang membuat sedan di depannya--yang berhenti mendadak, tertabrak. Tapi, karena pengemudinya, tengah asyik berbincang, dan menurut kneknya, yang luka parah, ketika mereka asyik tertawa terba hak-bahak, jarak mobi boks besar dan sedan yang berhenti mendadak, hanya beberapa meter.
Jika supir sedan malah secara tak se ngaja menginjak rem, pengemudi boks yang gu gup dan berusaha menginjak rem, dalam keadaan demikian, malah menginjak gas. Tabrakan tak ter hindarkan. Benturan yang begitu keras dan sam pai menimbulkan suara menggelegar, tak saja me ngagetkan para penumpangnya. Orang-orang di tepi jalan pun, terkesiap.
Mereka, seketika berhamburan. Mo bil dan kendaraan lain yang melintas, dan jarak nya berdekatan, memang ada yang langsung saja menghilang. Tapi, juga banyak yang menghen tikan kendaraannya
Keingin-tahuan tentang nasib pengen dara dan penumpangnye, membuat kerumunan yang malah merepotkan pihak yang ingin mem bantu menyelamatkan, terhalang oleh kerumunan orang yang hanya ingin sekedar melihat nasib orang lain yang mengalami musibah.
Seketika, jalanan jadi macet total. Ke banyakan pengemudi, tertarik menghentikan ken daraan mereka, dengan seenaknya.
“ Kayaknya, semua penumpang sedan tak tertolong. Mati semua,” kata seseorang de ngan raut wajah yang biasa-biasa saja.
“ Pengemudi dan knek mobil boksnya mati juga?” tanya seorang pengemudi, dari da lam mobilnya. Ia kesal, karena yang ditanya ma lah mempercepat langkahnya.
Ia baru tahu, setelah beberapa orang mengejar sambil berteriak kencang.
“ Copet. Copeeet. Tangkap, orang itu, copet!”
“Pantas gue tanya dia malah jalan makin cepat. Nggak taunya, tuh orang, copet “ Gerutu si pengemudi yang lantas menggerakkan mobilnya. Ia tak sempat memperhatikan orang-orang yang mengejar copet, karena pengendara di belakangnya, terus membunyikan klakson.
Setelah melihat tiga ambulans yang dalam waktu singkat sudah tiba di lokasi keja dian, orang-orang yang berkerumun tak bisa le bih lama bertahan. Ketangkasan petugas bekerja, membuat evakuasi berlangsung dengan begitu singkat. Ketiga mobil ambulan bergerak lagi. .
Bunyi sirene yang memekakkan teli nga, entah sekedar menyuarakan permintaan agar diberi keleluasaan untuk melaju dengan kencang, atau sekaligus menyuarakan duka cita.
Yang jelas, orang-orang yang berkeru mun tak ada yang berkomentar, segalanya berja lan dengan cepat. Seperti halnya ketiga mobil am bulan, yang bergerak beriringan. Entah menuju rumah sakit terjauh atau paling dekat. Yang jelas, mereka hanya bisa memandang dan setelah am bulan lenyap dari pandangan mata, satu persatu meninggalkan lokasi kejadian.
Dua petugas polantas nampak sibuk melaksanakan tugas. Mengatur kembali agar ke macetan segera teratasi. Seorang lagi, sibuk ber komunikasi, sampai akhirnya, ia memberi aba-aba pada pengemudi mobil derek agar leluasa me laksanakan tugasnya. Membawa mobil sedan me wah yang rusak berat ke kantor polisi. Dan mobil boks besar, yang juga diderek ke tempat yang sama.
Bondan terbangun. Kondisi tubuhnya be lum pulih. Jauh dari segar. Memang sangat ken tara, jika Bondan masih lemas. Tapi suhu tubuh nya sudah berubah. Tidak lagi panas, seperti sebelum dikompres. Bondan baru ingin memang gil mbok Sinem. Tapi, saat ia menoleh ke pintu kamar, matanya menangkap sosok mbok Sinem, yang pantatnya terduduk di lantai, kepalanya tersandar ke tempat tidur Bondan.
Bondan membatalkan niat, memanggil mbok Sinem. Meski tubuhnya masih terasa le mas, Bondan meraih bantal. Dan perlahan ia me nggerakkan tubuhnya ke tepian ranjang. Dengan sangat hati-hati, Bondan meraih bahu mbok Si nem. Meski perlahan, ia bisa menarik tubuh si mbok, yang sedemikian lelap. Bondan melihat ruang yang cukup, untuk menempatkan batal empuk ke sisi bagian bawah ranjangnya.
Bondan sempat terengah-engah. Tapi, kepala si mbok sudah bersandar ke bantal empuk. Membuatnya lega. Terlebih, mbok Si nem terlihat sangat letih. Begitu lelapnya, hingga tak terbangun saat Bondan mengangkatnya. Bon dan menatap sejenak wajah mbok Sinem yang te rus lelap karena lelah menjaga dan mengurusnya.
Bondan melihat jam tangannya. Ia tersentak. Soalnya sudah setengah enam. Sudah menjelang maghrib. Bondan menguatkan diri, melangkah ke kamar mandi. Meski perlahan, ia bisa sampai ke pintu kamar mandi. Tapi, niatnya masuk terhambat. Ia mendengar jelas suara, si mbok.
“ Deeeen… Maaf…mbok tertidur. Biar si mbok membantu memapah”
Bondan menoleh. Melihat si mbok bergegas berdiri. Meletakkan bantal ke ranjang nya. Menghampiri Bondan dengan tergesa. Tapi, Bondan menolak keinginan mbok Sinem, yang ingin memapahnya ke dalam kamar yang hanya tiga meter dari ranjangnya

Bersambung

0 komentar:

Post a Comment