NYANYIAN HATI
Oleh : Oesman Doblank
DELAPAN BELAS
Marwan duduk di depan isterinya,
menghadap ke Mirna. Ia merasa, dalam kondisi fit, mampu mengendalikan emosinya
“ Kita
harus mulai saling bicara, dan terbuka“ Marwan mulai bicara agar kebisuan
diantara mereka sirna. Sungguh hebat, karena Marwan memang mampu mengendalikan
emosinya
Marwan hanya menginginkan sang
isteri menjelaskan mengapa dirinya jadi
gemar berkumpul dengan para tetangga saat suaminya berangkat dan berada di
kantor untuk mencari nafkah. Mengapa
ia rela tertangkap tangan saat sedang
terlena, bergibah bersama di rumah bu Maemunah.
Setelahnya, yang Marwan inginkan sangat sederhana. Isterinya mau mengakui
kesalahannya. Segera meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi kesalahan
yang sama.
“ Apa
lagi yang mau dibicarakan?” kata Mirna, yang akhirnya memang mulai bicara.
Dan
ketika kebisuan sudah berubah, suasana yang mulai mencair seperti menandakan
adanya keinginan dua pihak untuk menyelesaikan masalah.
Hanya,
menurut Marwan, caranya sangat tidak patut.
Mestinya,
tentu saja biasa-biasa saja, tidak malah mengucap dengan cara yang ketus. Tak
perlu terus menerus menahan kesal atau rasa malu. Juga tak perlu cemberut
seperti itu. Toh, ia isterinya dan meski suami nya berhasil menangkap tangan
isterinya, Marwan, tak punya maksud untuk memanfaatkan momen sebagai alat untuk
menekan atau menyudutkan Mirna. Sama sekali tidak
“Menurut kamu, apakah memang tidak ada lagi yang layak dan mesti kita
bicarakan?” Marwan malah bertanya, dengan nada datar dan tetap mengendalikan
emosinya.
Mawan
benar-benar konsekwen dengan sikap nya, yang sama sekali tidak memanfaatkan
kesempatan untuk menekan atau
menyudutkan isterinya. Padahal, bisa saja memvonis karena isterinya tak hanya
kata orang telah melakukan hal yang tidak disukai Marwan. Tapi, Marwan sendiri
yang mendapatkan sang isteri berada di rumah seseorang, dan saat ditelpon
dengan sangat yakin dan sok jujur, mengaku tengah sibuk menyiram bunga.
“ Kalau
pun ada, untuk apa? “ Mirna malah kelihatan kesulitan mencairkan emosi
“Untuk
apa? Menjelaskan, misalnya, agar saya tahu mengapa kamu kok mau dan bisa melakukan hal yang tak perlu bahkan sangat
tidak disukai karena Tuhan melarang hambanya bergibah “
“Apalagi yang harus dijelaskan? Faktanya, toh, sudah di tangan abang “
“Yaa..tapi alasan dan sebab musabab yang
membuat kamu jadi bersikap norak seperti ini, saya belum tahu. Jadi, saya
mohon, tolong kamu jelaskan agar saya tahu”
“Mirna
sendiri tidak tahu persis, kok. Awalnya, hanya ngobrol di warung saat sama-sama
belanja. La lu, akhirnya abang mendapatkan isteri abang sedang di rumah
tetangga “
“Ooooh.
Lalu, kemesraan yang mama hadirkan se saat sebelum saya ketemu mama, maksudnya untuk apa ?”
Bersambung……..