NYANYIAN HATI
Oleh : Oesman Doblank
LIMA BELAS
Meski
dadanya bergemuruh, Marwan te tap berusaha mengendalikan dirinya. Ia memba las
dengan sikap seperti biasa.
“ Kamu
di mana dan sedang apa, say?“
Marwan
sengaja mengimbangi kemesraan Mirna, karena tak berharap isterinya tahu jika
posisinya sudah di depan rumah. Juga tak ingin
isterinya curiga, dan tahu
jika suaminya se dang
menginvestigasu kebohongan isterinya
“Aku
di pelupuk mata abang. Hihihihi, tepatnya, mama sedang di halaman rumah kita.
Baru mau nyiram tanaman, tapi batal. Maklum,
baru mau nyiram tanaman, eh, mantan pacar mendadak ngontak mama “
Marwan tak mendengar suara lain. Ia ya kin, ibu-ibu yang sedang kumpul,
sudah saling mengatur diri. Sudah menerapkan kerja sama. Mereka bisa kompak
karena terbiasa mengha dapi hal seperti ini. Tak merasa repot menahan keinginan
bersuara atau tertawa. Atau entahlah, yang jelas Marwan hanya mendengar suara
isterinya
Marwan turun dari motor, melangkah ke pagar rumahnya. Lalu memandang
ke halaman rumah, memastikan. Memang tak
ada siapa pun. Marwan yakin, ia tak melihat
isterinya yang mengaku baru akan menyiram kembang. Marwan jadi yakin, isterinya memang tak ada di
rumah dan Mirna baru saja berdusta.
“Pantas tanaman kita semakin subur dan hijau daunnya sangat luar biasa.
Nggak taunya, selalu dirawat dan dijaga dengan apik. Oke, iste riku sayang,
selamat nyiram tanaman, yaa Sa lam mesra buat tanaman kita. Sampai jumpa “
“
Terima kasih abang sayang. Mmuuah “
“Mmuuah,” Marwan membalas mmuah isterinya
Marwan
mengembalikan hapenye ke saku celana Misi pribadinya, sukses. Fakta sudah ia
dapatkan. Kenyataan telah ia buktikan. Perta ma, isterinya tak mengangkat
telpon rumah. Ke dua, mengaku di halaman rumah dan sedang menyiram tanaman,
padahal, saat bicara, Mar wan di luar pagar rumah mereka. Menyaksikan, di
halaman rumah hanya ada sepi dan tak ada yang sedang atau ingin menyiram tanaman.
Jika ada air mengucur dari slang air dan jatuh ke tanaman, yang sedang
menyiram, pasti bu kan Mirna. Tapi, setan.
Dada
Marwan memang bergemuruh. Sa kit rasanya dibohongi isteri. Betapa kesal, kece
wa dan ingin rasanya, Marwan marah pada Mir na. Selama ini, ia menyangka Mirna
tak punya waktu dan hasrat mendustainya. Ternyata, isteri nya sedemikian pandai
merajut dusta. Dan, Mar wan membuktikan, dusta Mirna begitu nyata.
Meski
begitu, kemampuan Marwan me ngendalikan
emosi, sangat luar biasa. Ia begitu marah, tapi
hatinya tetap teduh.
Marwan menghidupkan motornya. Ia kembali meluncur. Tujuannya, ke rumah
bu Maemunah. Lokasinya, di gang sebelah. Tak lama Marwan sudah di sana. Setelah
mematikan mesin motornya, dengan tenang
Marwan melangkah. Hanya, langkahnya tertahan karena pagar halaman rumah bu Maemunah
digembok. Tapi, dari tempatnya berdiri, Marwan melihat beberapa pasang sandal
berserakan.
Bersambung…….
0 komentar:
Post a Comment