NYANYIAN HATI
Oleh: Oesman Doblank
EMPAT
Padahal, saat itu juga - Jika tidak malu dengan usia dan tidak riskan
dengan statusnya sebagai calon mertua yang harus dijaga dan diperlihara dengan
sebaik baiknya, ngejitak Marwan atau menjewer telinga calon mantunya adalah
pilihan utama yang mestinya tak noleh dibatalkan. Dua hal ini, membuat pak
Karim harus ikhlas untuk meredam kejengkelannya.
Terlebih, ia tahu, calon menantunya, memang nyeleneh. Dan kenyelenehan
Marwan sudah tertangkap ketika Mirna, putrinya, membawa Marwan ke rumah dan
mengenalkan pada ayahnya. Saat itu, ia lupa menyuruh Mirna menyediakan air buat
Marwan dan putrinya yang memang tidak biasa melakukan pekerjaan di rumah, tidak
ngeh jika ia membawa sang pacar ke rumah.
Marwan, tak berpikir jika mereka baru ke nal. Entah karena memang haus
atau hal lain, ia tidak sungkan mengatakan, ia harus pamit sebentar karena
harus mencari warung atau toko, untuk membeli air mineral.
“Lhoo, kenapa harus beli? Kalau kamu haus dan ingin minum, di sini saja “
“Niat
saya seperti itu, pak. Sebagai tamu saya ingin disediakan minum dan dengan
ikhlas menikmatinya. Tapi, apa yang harus saya minum jika sejak tadi, yang ada
di meja hanya taplak, asbak dan pot
bunga “
Nyeleneh, kan?
Saat
itu, tentu saja pak Karim merasa disentil. Ia sadar, ia salah karena tak
memuliakan tamunya. Mestinya, jika ia tidak bisa beranjak dari ruang tamu
karena harus menemani Marwan, segera menyuruh putrinya menyediakan air. Eeh,
tahu putrinya memang malas, ia malah diam dan baru sadar setelah Marwan memperlihatkan
kenyelenahannya.
Waktu
itu, tentu saja, pak Karim maklum atas sikap Marwan yang nyeleneh. Malah, ia
agak kagum. Ia menilai calon mantunya berwatak blak-blakan. Berani mengatakan
apa yang harus dikatakan.
Tapi
saat ini ?
Jika ia harus maklum, bagaimana nasib
ide yang sudah dikonsultasikan secara intensif ke pakar acara pernikahan. Jika
tidak maklum, bagaimana jika calon mantunya malah konsisten mempertahankan
pandangan pribadinya yang tak suka dengan gagasannya.
Setelah menghela nafas dan berusaha
tenang, pak Karim mulai berusaha menampilkan wibawanya.
“ Kamu
tahu, saat ini sedang berhadapan dengan siapa? “ Tanya pak Karim
Melihat sikap calon mertuanya yang berusaha menampilkan wibawa, Marwan
bukan takut malah ingin langsung tertawa. Untungnya , ia berpikir jernih. Yang
kemudian diputuskan Marwan, mencoba mengamini kemauan calon mertuanya yang
sedang memperlihatkan kewibawaan yang sesungguhnya.
Tentu
saja Marwan menjawab, jika ia sedang berhadapan dengan pak Karim. Ayah Mirna
dan sekaligus calon mertuanya.
“Kalau kamu tahu dengan siapa kamu berhadapan, mestinya jangan
macam-macam?“
Kata sang
calon mertoku yang langsung merasa ada di atas angin
“Macam-macam?
Maaf pak, kayaknya sejak datang saya tidak macam-macam. Malah, kurang dari
semacam karena saya belum membahas soal rencana bapak secara mendalam, “ kilah MarwanBersambung....
0 komentar:
Post a Comment