Sunday, August 4, 2013

ADA CERITA (5)

NYANYIAN HATI
Oleh: Oesman Doblank


LIMA



         “Baru permukaannya saja, kamu sudah bikin saya kesal.  Kalau sampai ke dalam, saya yakin, kamu hanya membuat saya stress “
         “Waaah, ini namanya fitnah, pak. Sumpah, saya datang untuk kompromi dan sama sekali tak membawa niat untuk membuat bapak stress. Saya tidak segila yang bapak kira”
        “Kalau memang betul begitu, kenapa kamu malah seperti berniat untuk menjegal ide dan semangat saya ?”
        “Waaah, ini juga fitnah, pak? Kapan saya punya niat menjegal ide dan semangat bapak?”
        “Tadi, kamu kan bilang, ide dan semangat saya hanya menghasilkan hal mubazir “
       “Kalau yang bapak maksud tentang pesta besar-besaran untuk pernikahan saya, pendapat saya memang seperti itu, pak. Tapi, bukan berarti bisa saya jadikan alat untuk menjegal ide dan semangat bapak ?”
      “Jadi, kamu setuju dengan ide saya?”
      “Yaa, setuju saja. Toh itu ide bapak, dan bukan ide saya, kan ?”
     “Memang ini soal ide saya. Saya tentu saja harus bersyukur jika kamu setuju “
     “Jika bapak mau bersyukur, buat apa bilang bilang sama saya? Itu kan urusan pribadi bapak dengan Tuhan? Tapi, saya bersyukur jika bapak memang selalu bersyukur pada Tuhan
    Dengan begitu, saya jadi yakin, kalau calon mertua saya adalah sosok seorang hamba yang tak pernah melupakan Sang Pencipta “
    “Kamu kok jadi menceramahi saya?”
    “Pak…tolong jangan salah tafsir, pak. Kita sedang di rumah dan bukan di mesjid. Tempat yang paling tepat buat ceramah itu, yaa.. di mesjid , pak. Di sini, kan kita sedang bicara soal pernikahan saya dengan Mirna, putrid bapak”
    Bapak setuju, kan, kalau nanti sebelum  menikahi anak bapak, saya harus terlebih dahulu melamarnya?”
    “Kamu tuh, nggak bisa apa kalau tidak nyeleneh terhadap calon mertua?”
    Melihat tensi calon sang mertuanya mulai meninggi, Komeng memilih diam. Ia memilih meraih gelas berisi tee manis. Setelah mereguk teh manis dan setelah meletakkan gelas yang separuh isinya baru saja ia seruput, Komeng menyandarkan kepalanya di sofa. Ia berusaha untuk tidak menimpali kalimat yang baru saja terungkap dari bibir calon mertuanya
     “Memangnya siapa yang kamu suruh diam?” Tandas pak Karim, yang malah tambah kesal, setelah beberapa saat, Marwan yang terdiam tak juga mau bicara.
     “Nanti bapak kira saya nyeleneh?”
     “Makanya kamu jangan nyeleneh”
     “Pak…sekarang begini saja. Kapan tepatnya saya harus melamar anak bapak?”
     Pak Karim tak menyangka jika dirinya harus tersedak. Bukan karena Marwan mengalihkan fokus masalah. Tapi, isi pertanyaan yang baru diungkapkan Marwan, membuat pak Karim merasa surprise. Sebenarnya, pak Karim yang sudah berkonsultasi, memang ingin membicarakan secara khusus masalah ini.

     “Lhooo, bapak bilang saya tak boleh diam. Giliran saya bicara, bapak malah kelihatan bingung. Padahal, saya tanya soal kapan saya harus melamar anak bapak ?“ Marwan kembali memperlihatkan kesungguhannya untuk melamar putri pak Karim.











Bersambung......

0 komentar:

Post a Comment