Monday, August 12, 2013

ADA CERITA (9)

NYANYIAN HATI
Oleh: Oesman Doblank


SEMBILAN



   “ Kenapa kamu malah cemberut seperti itu?” tanya pak Karim.
   “Iyaa, Mir..mestinya kamu tuh senang. Batal sama si Marwan, kan kamu bisa cari lelaki lain yang wataknya sehaluan dengan ayah kamu. Kalau malah nggak senang pernikahannya diramaikan oleh pesta yang meriah, apa kata dunia?”
   Mirna, malah meninggalkan kedua orangtuanya dan masuk ke kamarnya dengan membanting pintu.
   “Kok Mirna jadi berubah aneh seperti itu?” Tanya pak Karim
   “Mana aku tahu?” jawab Bu Karim
   “ Kalau aku tidak tahu dan ibu juga tidak tahu, lalu bagaimana caranya agar kita bisa tahu?”
   “Pak ibu jelas kepingin tahu. Hanya, bagaimana caranya, ibu sendiri, mana tahu?” sahut bu Karim sembari mengangkat kedua tangan dan mengangkat bahu
    Pak Karim termangu. Ia heran mengapa Mirna, putrinya, kok, mendadak jadi sontoloyo seperti itu. Seolah ia sudah tahu dan mengerti, hasil pembicaraan ayahnya dengan Marwan tak beda dengan kondisi lalu lintas di ibukota, yang tingkat kemacetannya sudah sangat memusingkan kepala setiap orang yang tengah berada di jalan raya.


                                                                       ooooooooooooo



                                                                                (2)



PAK dan bu Karim pikir, apa yang baru saja terjadi atawa kebuntuan perundingan tentang pesta pernikahan yang macet total, tak membuahkan akibat apapun. Soalnya, sehari dua setelah semua berlalu, tak ada tanda-tanda yang bisa membuat kening licin berubah jadi berkerut.
Semua biasa saja. Sebiasa awan biru yang tak berubah jadi hitam jika tak mendung
Saat diajak bicara dengan ayah ibunya, Mirna memang sempat cemberut dan nyaris membuat orangtuanya kalang kabut. Tapi sehari setelah itu - bahkan,   esok dan lusanya, Mirna sudah leluasa dan lebih banyak mengurai senyum.Kenyataan yang menggembirakan pak dan bu Karim. Mereka tak hanya merasa bisa tidur nyenyak. Makan dan minum pun dirasakan sangat nikmat, apalagi sang isteri selalu memasak rendang kesukaan suami
Pak dan bu Karim tentu saja lega.
Tapi di hari berikutnya,  bu Karim yang pagi sekitar pukul delapan masuk ke kamar  Mirna dan bermaksud mengajaknya sarapan karena puterinya belum juga muncul ke ruang makan, dia kontan tercekat.
Wajahnya langsung pucat dan pikirannya jadi tidak keruan.
Bagaimana mungkin wajah bu Karim bisa seriang seperti mendapat amplop gaji dari sang suami, jika sesampai di kamar, yang ditemui bukan putri tercinta, melainkan secarik kertas yang sepertinya sengaja diletakkan di ranjang Mirna.
           Jika kertas itu dalam keadaan aslinya atau semulus warna putih kertas yang biasa bu Karim lihat, boleh jadi tak membuat bu Karim kaget. Bu Karim tercekat, kaget dan pikirannya menjadi tidak keruan, karena kertas itu berisi tulisan yang selama ini belum pernah bu Karim baca. Tulisan yang dibuat Mirna bukan permintaan uang untuk piknik ke Bali atau untuk shoping ke mall. Tapi, ekpresi kekecewaan Mirna

Ayah dan ibu yang kusayang….
Di kertas ini, Mirna hanya ingin mengatakan. Semisal bang Marwan tidak jadi melamar dan akhirnya Mirna harus berpisah dengan kekasih tercinta, biarlah Mirna pergi saja dari dunia.
Mirna sekarang pergi ke sebuah tempat untuk menenangkan diri. Jika minggu depan Mirna kembali, dan belum juga ada kepastian kapan Mirna dinikahi…percayalah…Mirna lebih baik mati.
Mirna yakin, melompat dari lantai paling tinggi sebuah mall di kawasan Jakarta, adalah jalan terbaik yang mau tak mau harus Mirna pilih. Terlebih, saat ini melompat dari ketinggian sebuah mall sedang trendy


Wassalam,



Mirna

Usai membaca isi surat yang ditulis oleh anaknya, Bu Karim tak ingat lagi soal Jakarta Fair atau indahnya Bali. Yang langsung melintas di pikirannya cuma bagaimana kalau putrinya benar-benar membuktiksn apa yang diungkapkan di kertas dan baru saja dibaca oleh bu Karim










Bersambung....






0 komentar:

Post a Comment