NYANYIAN HATI
Oleh : Oesman
Doblank
TIGA
Terlebih, jika pak Karim ingat pada pujian yang dilontarkan oleh pakar
pesta pernikahan, yang mengaku tulus saat menilai dan mengatakan ide pak Karim
tak sekedar hebat. Tapi juga sangat cemerlang. Kepingin rasanya ia ngegetok
sang calon mantu yang dianggapnya kurang ajar itu
Nggak ada alasan untuk tidak kesal pada Marwan, sang calon menantu yang
malah mengatakan untuk apa perkawinannya diwarnai oleh kemeriahan pesta yang
walaupun harus menghabiskan sekarung uang tapi pak Karim rela, eeeh, malah
dianggap sebagai ide dan perbuatan yang mubazir.
Bayangkan ! Ide hebat dan cemerlang malah dianggap mubazir. Dari mana
bisa pak Karim lenyapkan kesal dan tak menuding calon mantunya edan, jika pola pikir Marwan yang
bertabrakan, hanya menonjolkan permasalahan dan melahirkan kekesalan
“
Maaf, pak, mestinya bapak tidak perlu emosi seperti itu, “ tanggap Marwan
“Saya tidak emosi,” sahut pak Karim yang bilang tidak emosi, tapi ia
nyaris tak mampu menyembunyikan emosinya
“
Syukur kalau bapak tidak emosi. Hanya, jika memang tidak emosi, harus bapak
buktikan ”
“Apa
sih maksud kamu?” Tanya pak Karim, yang kepingiiiin banget ngejitak kepala
mantunya yang berambut gondrong.
“Maksud saya,” kata Marwan dengan begitu tenang. “ Bapak kan baru saja
bilang tidak emosi. Nah, jika yang bapak katakan benar, buktikan. Bapak duduk
dan bersikaplah biasa saja. Kalau bapak tegang seperti itu, mana bisa saya
percaya kalau bapak tidak emosi”
Pak
Karim – mau tak mau, harus berusaha menjadi orangtua yang arif. Orangtua yg
memang harus mampu menyesuaikan kata-kata yang baru saja diucapkan. Sedangkan
sikap yang baru saja diperlihatkan, sangat tidak sesuai dengan apa yang baru
saja ia katakana
“Maunya kamu saya duduk seperti ini, dan tersenyum seperti ini,” kata
pak Karim yang terpaksa duduk dan menyusun senyum, meski dongkolnya tak bisa
remuk redam.
“Maksud saya, yaa, bisa dikatakan begitu , pak. Kita, kan, sedang
berdiskusi tentang perkawinan saya dan Mirna. Itu pun, pasti nikahnya jika saya
sudah melamar secara sah. Saat ini, kan baru rencana melamar dan belum masuk ke
substansinya?”
“Tapi
kamu harus melamar anak saya. Sebab, kalian kan, sudah bertunangan dan saya
sudah kabarkan ke banyak orang, kamu akan melamar dan saya sudah mempersiapkan rencana pesta perkawinan “
”Naaah, disitulah letaknya kenapa saya harus secara spontan mengatakan saya tidak simpatik kepada bapak. Padahal, bapak
calon mertua saya. Padahal, selama ini saya tak punya alasan untuk tidak
simpatik sama bapak Tapi hari ini“
“Apa
kamu bilang?”
“Pak…beri saya alasan agar saya simpatik pada bapak dan juga bisa ikhlas
mendukung rencana bapak, “ tegas Marwan.
Ketegasan sikap yang diperlihatkan oleh calon mantunya, nyaris membuat
pak Karim tak bisa menahan amarah. Namun, Pak Karim mencoba menetralisir
emosinya.
Bersambung…….
0 komentar:
Post a Comment