Wednesday, August 14, 2013

ADA CERITA (10)

NYANYIAN HATI
Oleh: Oesman Doblank


SEPULUH


Wow..siapa yang tidak kaget lebih dari setengah mati? Bagaimana mungkin pikiran bu Karim tidak jadi semrawut. Tak heran jika beliau langsung kentut, eh, kalang kabut. Malah, juga wajar jika usai membaca pesan putrinya, bu Karim berteriak sekencangnya memanggil suami tercinta.
“Ada apa?” Tanya pak Karim yang hanya menutupi tubuhnya dengan handuk, karena saat ia mendengar teriakan isterinya tengah berada di kamar mandi
“Ini..ini…ada ini,” sahut bu Karim yang hanya bisa menyodorkan kertas di tangannya.
“Mau serahkan kertas saja kok sampai berteriak seperti orang kesurupan, sih, bu ?”
“Ini..ini,” bu Karim yang sudah gugup hanya  mampu  menyodorkan kertas ke suaminya.
Ia tak bisa atau tak sanggup menjelaskan dengan kata-kata.
Untung, pak Karim yang meski hanya sejenak tapi sempat mengencangkan lilitan handuk di pinggangnya, memiliki inisiatif untuk mengambil kertas dari tangan isterinya. Tanpa buang waktu, pak Karim langsung membaca pesan Mirna
“Haaah ?!” Usai membaca, pak Karim kontan ternganga.
Untung, meski usianya sudah hampir enam puluh tahun, pak Karim bebas dari penyakit jantung atau penyakit kronis lainnya. Jika sebaliknya? Hanya Tuhan yang tahu apakah pak Karim hanya sekedar shock atau malah lebih dari shock alias meninggal dunia
“Anak kita mau bunuh diri, bu ?” sergah pak Karim.
Percuma pak Karim menyimpulkan..
Bu Karim sudah ngegelosor di lantai kamar Mirna. Pak Karim yang biasa mampu menghadapi masalah dengan tenang, kali ini, jangankan mau tenang. Dalam keadaan gugup saja, pikirannya langsung cerentang perenang.
Apa yang harus kulakukan? Jika terlebih dahulu mencari Marwan dan menjelas kan ia rela mengikuti kemauan calon mantunya, apakah Mirna akan bisa diselamatkan? Jika benar niat bunuh dirinya masih minggu depan, memang keputusan pak Karim mengalah dan lebih berpihak pada keinginan Marwan, bisa menyelamatkan Mirna.
           Tapi bagaimana jika Mirna bilang minggu depan tapi sebenarnya direalisasi secepatnya. Oooh, Tuhan. Apa yang harus kulakukan?
           Untung, tak lama, bu Karim membuka mata dan dia terbangun. Meski masih terlihat lemas, pak Karim mulai lega. Perlahan , ia mendekat ke isterinya. Pak Karim membelai pipi isteri tercinta. Meraih tubuh isteri dan mengangkat dengan sekuat tenaga.
           “Bagaimana dengan Mirna, pak ?”
           “Bu..tenang dulu. Rileks dan jangan dulu dipikirkan. Percayalah, anak kita tidak mungkin berbuat yang tidak-tidak “
          “Bapak masih mau merayu agar saya tenang, sementara pikiran saya terbang, ke awang-awang, melayang-layang, tak tahu harus melakukan apa, karena kuatir habis memikirkan anak tercinta, Mirna.

          Bagaimana kalau ada kabar tentang anak kita yang kedapatan mati setelah meloncat dari hotel paling tinggi atau mall, pak?” Ujar Bu Karim yang tak mampu menghalau rasa cemas











Bersambung....

0 komentar:

Post a Comment