Wednesday, August 7, 2013

ADA CERITA ( 8)

NYANYIAN HATI
Oleh: Oesman Doblank

DELAPAN


     Siapa sih yang nggak kesal mendengar jawaban seperti itu? Padahal, boleh jadi, Marwan tahu kalau yang diajak ngobrol – setidaknya sudah layak dianggap sebagai calon mantu.
     Hanya, meski kesal, bu Karim sempat mengapresiasi dengan positif karena setelah itu keluar juga kalimat dari Marwan yang dianggap oleh bu Karim sebagai pertanyaan yang membuat dirinya terobati.
     “ Memangnya ibu suka dan mau martabak?”
     Tanpa mau basa basi meski biasanya suka dengan basa basi, Bu Karim yang penuh harap mengikuti gaya MArwan yang sudah menawarkan soal martabak.
    “Memangnya nak Marwan mau membelikan martabak untuk ibu?”
    “ Kalau memang ibu mau martabak, beli sendiri saja, bu. Atau minta saja sama Bapak agar mengantarkan ibu untuk beli martabak kesukaan ibu. Percayalah bu, saya nggak akan minta kok, bu”
    Mendengar jawaban seperti itu, hati calon mertua mana sih yang nggak jengkel atau bebas dari rasa kesal?.
    Cuma, bu Karim akhirnya sadar kalau Marwan  memang bukan tipikal calon mantu yang bisa dibegini atau dibegitukan. Makanya, timbang kesalnya memuncak, bu Karim memilih untuk mengambil keputusan tidak lagi menyoal atau berbincang tentang martabak. Ia yang waktu itu kesal, hanya bergegas masuk ke kamar.
     Mau tumpahkan kesal, sang putri kesayangannya yang sejak kecil tidak pernah diperkenankan untuk sibuk di dapur, di saat bersamaan muncul. Ia memilih masuk ke kamar, karena tak ingin Mirna tahu kalau ia kesal dengan kekasih anaknya, yang ngeyel dan dianggap terlalu blak-blakan.
    “Terus, kelanjutannya bagaimana, pak?” Tanya Bu Karim, yang tentu saja berpura-pura kecewa dan sekaligus kuatir, meski  sebenarnya sangat berharap agar Marwan tidak melanjutkan hubungannya dengan Mirna.
   “Kalau aku sih, terserah dia saja. Serius pasrah,. Tapi jika tidak serius, yaa, Alhamdulillah. “
   “Kok bapak bicara seperti itu, sih?” Bu Karim yang senang mendengar jawaban suaminya, semakin kepingin untuk tetap berpura-pura kuatir. Padahal, kabar itulah yang paling diharapkan
   “Habis aku mau bagaimana lagi? Dia itu, maunya nikah tanpa pesta. Sedangkan aku sama ibu, maunya kan pernikahan anak kita diwarnai dengan pesta yang meriah. Yang mengundang decak kagum para tamu, dan juga mendatangkan keuntungan bagi kita “
  “Kalau  memang alasannya seperti itu, nggak salah, kan, pak jika saya bersikap senada dengan bapak,” kata bu Karim yang memanfaatkan situasi untuk memancing di air keruh
  “Sangat tidak salah. Sikap itu justeru sangat benar, bu. Kita harus sepakat. Hanya, kita harus tahu sikap anak kita,” sahut sang suami yang tidak ngeh kalau isterinya hanya berpura pura
   Mereka kemudian sepakat untuk mendiskusikan langsung dan secepatnya dengan Mirna. Keduanya juga sepakat, untuk mempengaruhi Mirna agar putrinya tidak kecewa dengan sikap Marwan yang nyeleneh dan jika tahap awal berhasil, mereka akan membujuk agar Mirna lebih baik memilih untuk melupakan Marwan selamanya. Bukankah begitu banyak cowok yang bertebaran di muka bumi yang lebih layak dipilih untuk dijadikan suami?
   Hanya, apa yang mereka perkirakan, tidak sama dengan kenyataan. Begitu mendengar penjelasan ayah ibunya, Mirna malah langsung menerbitkan reaksi kecewa. Sang putri yang cantik langsung menyambut kabar dari orangtuanya dengan menyetel wajah cembetut.








Bersambung…….


0 komentar:

Post a Comment