NYANYIAN HATI
Oleh: Oesman Doblank
DELAPAN
Siapa sih yang nggak kesal mendengar jawaban
seperti itu? Padahal, boleh jadi, Marwan tahu kalau yang diajak ngobrol –
setidaknya sudah layak dianggap sebagai calon mantu.
Hanya,
meski kesal, bu Karim sempat mengapresiasi dengan positif karena setelah itu
keluar juga kalimat dari Marwan yang dianggap oleh bu Karim sebagai pertanyaan
yang membuat dirinya terobati.
“
Memangnya ibu suka dan mau martabak?”
Tanpa mau
basa basi meski biasanya suka dengan basa basi, Bu Karim yang penuh harap
mengikuti gaya MArwan yang sudah menawarkan soal martabak.
“Memangnya
nak Marwan mau membelikan martabak untuk ibu?”
“ Kalau
memang ibu mau martabak, beli sendiri saja, bu. Atau minta saja sama Bapak agar
mengantarkan ibu untuk beli martabak kesukaan ibu. Percayalah bu, saya nggak
akan minta kok, bu”
Mendengar
jawaban seperti itu, hati calon mertua mana sih yang nggak jengkel atau bebas
dari rasa kesal?.
Cuma, bu
Karim akhirnya sadar kalau Marwan memang
bukan tipikal calon mantu yang bisa dibegini atau dibegitukan. Makanya, timbang
kesalnya memuncak, bu Karim memilih untuk mengambil keputusan tidak lagi
menyoal atau berbincang tentang martabak. Ia yang waktu itu kesal, hanya
bergegas masuk ke kamar.
Mau
tumpahkan kesal, sang putri kesayangannya yang sejak kecil tidak pernah
diperkenankan untuk sibuk di dapur, di saat bersamaan muncul. Ia memilih masuk
ke kamar, karena tak ingin Mirna tahu kalau ia kesal dengan kekasih anaknya,
yang ngeyel dan dianggap terlalu blak-blakan.
“Terus,
kelanjutannya bagaimana, pak?” Tanya Bu Karim, yang tentu saja berpura-pura kecewa
dan sekaligus kuatir, meski sebenarnya
sangat berharap agar Marwan tidak melanjutkan hubungannya dengan Mirna.
“Kalau aku
sih, terserah dia saja. Serius pasrah,. Tapi jika tidak serius, yaa,
Alhamdulillah. “
“Kok bapak
bicara seperti itu, sih?” Bu Karim yang senang mendengar jawaban suaminya,
semakin kepingin untuk tetap berpura-pura kuatir. Padahal, kabar itulah yang
paling diharapkan
“Habis aku
mau bagaimana lagi? Dia itu, maunya nikah tanpa pesta. Sedangkan aku sama ibu,
maunya kan pernikahan anak kita diwarnai dengan pesta yang meriah. Yang
mengundang decak kagum para tamu, dan juga mendatangkan keuntungan bagi kita “
“Kalau memang alasannya seperti itu, nggak salah,
kan, pak jika saya bersikap senada dengan bapak,” kata bu Karim yang
memanfaatkan situasi untuk memancing di air keruh
“Sangat tidak
salah. Sikap itu justeru sangat benar, bu. Kita harus sepakat. Hanya, kita
harus tahu sikap anak kita,” sahut sang suami yang tidak ngeh kalau isterinya
hanya berpura pura
Mereka kemudian
sepakat untuk mendiskusikan langsung dan secepatnya dengan Mirna. Keduanya juga
sepakat, untuk mempengaruhi Mirna agar putrinya tidak kecewa dengan sikap
Marwan yang nyeleneh dan jika tahap awal berhasil, mereka akan membujuk agar
Mirna lebih baik memilih untuk melupakan Marwan selamanya. Bukankah begitu
banyak cowok yang bertebaran di muka bumi yang lebih layak dipilih untuk
dijadikan suami?
Hanya, apa
yang mereka perkirakan, tidak sama dengan kenyataan. Begitu mendengar
penjelasan ayah ibunya, Mirna malah langsung menerbitkan reaksi kecewa. Sang
putri yang cantik langsung menyambut kabar dari orangtuanya dengan menyetel
wajah cembetut.
Bersambung…….
0 komentar:
Post a Comment