NYANYIAN HATI
Oleh : Oesman
Doblank
ENAM
Karena
Marwan seperti mendesak atau ingin mendapat jawaban, Pak Karim tak lagi
berpikir panjang. Merasa terpaksa, pak Karim menjawab apa adanya
“Yaa, saya
memang bingung. Soalnya, saya belum tahu kapan tepatnya anak saya harus kamu
lamar. Tapi, bukan berarti saya tidak senang, “ ujar Pak Karim
“ Saya
justeru senang karena memang menanti kesungguhan dari kamu,” tambah pak Karim
“Syukur
kalau bapak senang. Hanya, saya baru akan melamar jika bapak menyetujui dua hal
yang akan saya ajukan kepada bapak,” Marwan langsung menanggapi
“Lhoo,
kenapa malah kamu yang harus ajukan syarat. Mestinya, kan saya yang berhak
mengajukan syarat, “ protes pak Karim
“Saya tidak
keberatan jika bapak memang ingin mengajukan persyaratan. Dan, apa salahnya
jika kita saling mengajukan persayaratan “
“Saya
setuju. Itu namanya, kita saling menghargai hak orang lain dan menjunjung
tinggi azas kesama-rataan.. Karena saya setuju, silahkan kamu jelaskkapa syarat
yang akan kamu ajukan “
Marwan tak mau lagi membuang waktu. Ia
berpikir harus memanfaatkan peluang yang ada di pelupuk mata dengan sebaik
baiknya. Makanya, tanpa ragu, Marwan segera mengemukakan dua permintaan.
Pertama, kata Marwan, ia akan melamar secara resmi sebulan ke depan dan ia tak
ingin ada jawaban lebih baik dipercepat atau malah lebih baik diundur. Untuk
hal kedua, Marwan menegaskan, jika memang pak Karim rela menikahkan anaknya
dengan Marwan, pak Karim harus rela jika saat pernikahan berlangsung, yang
menonjol hanya acara akad nikah. Bukan acara resepsi pernikahan
“Tanpa
pesta?” Potong pak Karim yang spontan tercengang.
“Pak…bukan
tanpa pesta. Tapi, tanpa semangat foya-foya. Soalnya, yang mau menikah itu saya
dengan Mirna. Sedangkan bapak, hanya mengijinkan dan menikahkan. Jadi, jika
bapak setuju, bulan depan saya akan melamar dan saat pernikahan saya tak ingin
ada pesta yang hanya menghamburkan uang dan hanya membuat kita semua lelah.
Jika bapak
tidak setuju, saya tidak akan melamar dan ikhlas untuk tidak menikah dengan
Mirna”
Syarat yang
diinginkan Marwan, membuat pak Karim tak
hanya kelabakan. Beliau kesal setengah mati, karena syarat dari Marwan benar
benar bertolak belakang dengan syarat yang ingin dia sampaikan. Syarat dari pak
Karim justeru sebaliknya. Sebab, pak Karim sudah merancang, saat pernikahan
putrinya, suasana pesta justeru sangat meriah.
“Tidak
bisa. Saya sama sekali tidak setuju”
“Yaa, sudah.
Jika memang bapak tidak setuju, apa boleh buat, Saya rela, kok, tidak jadi
berumah tangga dengan Mirna. “
Brengseknya, setelah itu, Marwan tak memberi ruang untuk meneruskan
dialog. Tanpa peduli pada kekesalan pak Karim, Marwan langsung pamit. Pak Karim
bukan tak ingin mencegah. Tapi, sinyeleneh Marwan, setelah bilang permisi malah
dengan cepat meraih tangan pak Karim dan mencium dengan khidmad. Setelah itu,
Marwan bergegas meninggalkan ruang tamu rumah pak Karim.
Bersambung……..
0 komentar:
Post a Comment