Saturday, August 31, 2013

ADA CERITA (18)

NYANYIAN HATI
Oleh : Oesman Doblank


DELAPAN BELAS


         Marwan  duduk di depan isterinya, menghadap ke Mirna. Ia merasa, dalam kondisi fit, mampu mengendalikan emosinya
         “ Kita harus mulai saling bicara, dan terbuka“ Marwan mulai bicara agar kebisuan diantara mereka sirna. Sungguh hebat, karena Marwan memang mampu mengendalikan emosinya
         Marwan  hanya menginginkan sang isteri menjelaskan mengapa dirinya  jadi gemar berkumpul dengan para tetangga saat suaminya berangkat dan berada di kantor untuk  mencari nafkah. Mengapa ia  rela tertangkap tangan saat sedang terlena, bergibah bersama di rumah bu Maemunah.
         Setelahnya, yang Marwan inginkan sangat sederhana. Isterinya mau mengakui kesalahannya. Segera meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.
         “ Apa lagi yang mau dibicarakan?” kata Mirna, yang akhirnya  memang mulai bicara.
         Dan ketika kebisuan sudah berubah, suasana yang mulai mencair seperti menandakan adanya keinginan dua pihak untuk menyelesaikan masalah.
         Hanya, menurut Marwan, caranya sangat tidak patut.
         Mestinya, tentu saja biasa-biasa saja, tidak malah mengucap dengan cara yang ketus. Tak perlu terus menerus menahan kesal atau rasa malu. Juga tak perlu cemberut seperti itu. Toh, ia isterinya dan meski suami nya berhasil menangkap tangan isterinya, Marwan, tak punya maksud untuk memanfaatkan momen sebagai alat untuk menekan atau menyudutkan Mirna. Sama sekali tidak
         “Menurut kamu, apakah memang tidak ada lagi yang layak dan mesti kita bicarakan?” Marwan malah bertanya, dengan nada datar dan tetap mengendalikan emosinya.
         Mawan benar-benar konsekwen dengan sikap nya, yang sama sekali tidak memanfaatkan kesempatan untuk  menekan atau menyudutkan isterinya. Padahal, bisa saja memvonis karena isterinya tak hanya kata orang telah melakukan hal yang tidak disukai Marwan. Tapi, Marwan sendiri yang mendapatkan sang isteri berada di rumah seseorang, dan saat ditelpon dengan sangat yakin dan sok jujur, mengaku tengah sibuk menyiram bunga.
        “ Kalau pun ada, untuk apa? “ Mirna malah kelihatan kesulitan mencairkan emosi
        “Untuk apa? Menjelaskan, misalnya, agar saya tahu mengapa kamu kok mau dan bisa  melakukan hal yang tak perlu bahkan sangat tidak disukai karena Tuhan melarang hambanya bergibah “
        “Apalagi yang harus dijelaskan? Faktanya, toh, sudah di tangan abang “
        “Yaa..tapi alasan dan sebab musabab yang membuat kamu jadi bersikap norak seperti ini, saya belum tahu. Jadi, saya mohon, tolong kamu jelaskan agar saya tahu” 
        “Mirna sendiri tidak tahu persis, kok. Awalnya, hanya ngobrol di warung saat sama-sama belanja. La lu, akhirnya abang mendapatkan isteri abang sedang di rumah tetangga “ 
        “Ooooh. Lalu, kemesraan yang mama hadirkan se saat sebelum saya ketemu mama,  maksudnya untuk apa ?”



Bersambung……..

0 komentar:

Post a Comment