NYANYIAN HATI
Oleh : Oesman Doblank
DUA BELAS
(3)
MESTINYA, Senin
pagi, setelah shalat Subuh, Marwan bisa lebih lama berdzikir. Bah kan, bisa leluasa semisal ia ingin seperti biasa,
bertadarus, membaca Al Qur’an. Setelah itu,
tinggal memilih. Kembali bobo sampai dhuha tiba,tak masalah. Mau joging
sendirian, keliling komplek perumahan, nyehatin badan, jelas oke juga. Mengajak Mirna, isterinya, lebih oke Toh,
semisal Mirna mau, paginya tak merepot kan. Ia hanya buatkan kopi susu dan roti
bakar buat Marwan
Kalaupun harus masak, pasti hanya untuk
makan Mirna sendiri. Marwan, suaminya, setiap pagi lebih terbiasa minum kopi susu dan roti
bakar. Ia tak biasa sarapan atau makan di pagi hari. Sudah dicoba tapi tetap saja perutnya tidak
mau kompromi. Ujung ujungnya pasti langsung ke belakang
Ya,
mestinya, Senin pagi, seusai shalat Subuh dan berdzikir seperti biasa, Marwan tak perlu bergegas ke kamar mandi. Tak
perlu re pot membersihkan tubuh. Tak
perlu repot ber patut diri di cermin setelah
berpakaian rapi. Tak perlu terburu-buru menyeruput kopi susu dan
menikmati roti bakar buatan Mirna. Setelah memakai sepatu pun tak perlu cepat
pamit pada isteri tercinta. Lalu, mengecup kening dan pipi nya, yang memang tak
boleh alpa
Juga
tak perlu panaskan mesin sepeda motor sejenak. Setelah mesin motornya normal, juga tak perlu
bergegas berangkat, meninggal kan rumah menuju kantornya di salah satu ka wasan
elit di Jakarta Selatan.
Toh, boss
sudah menerima surat permohonan cuti yang seminggu silam diajukan Mar wan.
Jum’at kemarin, boss sudah menyetujui
dan mengijinkan Marwan untuk ambil cuti se lama tiga hari kerja, mulai Senin sampai Rabu.
“Lebih
dari itu, aku pasti langsung potong gaji kamu,” kelakar pemimpin redaksi yang ak rab dengan para wartawan, karena
dengan ak rab, dia selalu disupport dan anak buahnya pun rela kerja keras agar
media mereka laku di pasaran
Mestinya, tentu saja
Marwan tak perlu bergegas seperti biasanya. Ia bisa berleha-leha di rumah. Juga
bisa melakukan apa saja untuk bikin enjoi otak dan tubuhnya, yang selalu kerja
keras sampai tengah malam. Toh, me mang
sedang cuti.
Hanya, Marwan yang sengaja tak
bilang sedang cuti pada Mirna, justru bersikap seperti biasanya. Setelah shalat
Subuh, berdzikir, Mar wan segera menyibukkan diri dan di saat yang sama seperti
hari sebelumnya, Marwan sudah bersiap
untuk berangkat ke kantor.
Makanya, Senin pagi, ia
tetap mening galkan rumah. Sengaja
dilakukan, agar Mirna yang memang sengaja tak dikabarkan ia sedang cuti, yakin, Marwan, suaminya Senin sampai Jum’at,
pasti berangkat ke kantor
Padahal, setelah Marwan
pamit dan meninggalkan rumah, niatnya bukan bergegas sampai ke kantor. Juga
bukan ke rumah janda muda atau ketemu dengan pacar gelap di suatu tempat.
Begitu keluar dari pintu
gerbang kom plek perumahan, tempat yang dituju Marwan, hanya satu: mesjid.
Lokasinya tidak jauh dari pintu gerbang komplek. Tepatnya di sebuah kawasan
perkampungan dan jaraknya hanya sekitar satu kilo meter.
Bersambung……..
0 komentar:
Post a Comment