Thursday, August 15, 2013

ADA CERITA (11)

NYANYIAN HATI
Oleh : Oesman Doblank


SEBELAS


      “Bu…jangan bicara seperti itu. Bicaralah yang baik. Kalo susah bicara, berdo’a saja. Meski cuma dalam hati, kan tetap didengar olehNYA?” pak Karim membujuk isterinya agar tenang dan bisa menerima kenyataan dengan hati lapang.
         Meski dengan susah payah, Pak Karim yang berinisiatif bisa mengangkat tubuh isterinya dan memapah bu Karim. Dalam kondisi terengah engah, pak Karim mendudukan isterinya di ranjang Mirna
        “Percayalah…semua akan beres dan Mirna akan tetap bersama kita “
       “Tapi ancamannya itu, pak? Bagaimana kalau Mirna benar-benar nekad. Oooh, apa kata dunia yang semakin sontoloyo  jika anak kita yang cantik malah mati bunuh diri, pak ?”
       “Bu..Istighfar, bu. Istighfar. Jangan biarkan diri ibu dikuasai oleh kekuatan setan “
       Bu Karim kayaknya masih  mendengar. Ia langsung tersadar dan beristighfar.
       “Naah, kalau ibu bisa tenang, pikiran saya kan berubah jadi terang. Bisa mikir kembali apa yang harus kita lakukan “
       “Cepat selamatkan Mirna, pak. Saya tak mau kehilangan anak kita “
      “Buu..saya juga nggak ingin kehilangan Mirna. Sekarang, kalau ibu sudah  tenang, izinkan saya pergi untuk menemui Marwan “
     “Terserah bapak mau pergi kemana dan ingin ketemu dengan siapa. Saya hanya ingin Mirna selamat “
    “Oke..doain saya agar bisa menemukan Mirna dan membawa dia pulang dengan selamat dan sehat seperti sediakala. Oke?”
    Isteri pak Karim hanya menjawab dengan anggukan tanpa semangat.. Pak Karim segera menyelimuti tubuh isterinya . Setelahnya, pak Karim mencium kening bu Karim dengan gaya sok mesra
    Bu Karim yang merasa sangat tak biasa diperlakukan semesra itu, tentu saja, bertanya, meski saat mengajukan pertanyaan tidak punya semangat baja
    “Tumben bapak mengecup mesra kening saya. Siapa yang sudah bisa mengubah kebiasaan buruk bapak, Biasanya, kan bapak  malah cuma gemar melototin “
    “Bu..ibu itu, kan sedang sedih. Jadi, saya perlu menghibur , agar ibu tentram dan selama meninggalkan ibu untuk cari Mirna, saya bisa terus konsen di sepanjang jalan?”
    “Konsen cari Mirna apa konsen sama janda muda, pak?”
     ”Huuuh, kenapa sih, ibu, malah jadi meracau ? Saya ini benar mau cari Mirna, bu ”
Sahut Pak Karim yang jadi merasa serba salah, karena dia tak mengira jika isterinya bicara seperti itu.
     “Jangan..jangan isteriku tahu kalau aku sedang naksir si Mira, ” pak Karim jadi menerka nerka dan kuatir rahasianya ketahuan, ia berjanji untuk lebih hati hati dalam menjalankan missinya.






    


Bersambung…….

Wednesday, August 14, 2013

ADA CERITA (10)

NYANYIAN HATI
Oleh: Oesman Doblank


SEPULUH


Wow..siapa yang tidak kaget lebih dari setengah mati? Bagaimana mungkin pikiran bu Karim tidak jadi semrawut. Tak heran jika beliau langsung kentut, eh, kalang kabut. Malah, juga wajar jika usai membaca pesan putrinya, bu Karim berteriak sekencangnya memanggil suami tercinta.
“Ada apa?” Tanya pak Karim yang hanya menutupi tubuhnya dengan handuk, karena saat ia mendengar teriakan isterinya tengah berada di kamar mandi
“Ini..ini…ada ini,” sahut bu Karim yang hanya bisa menyodorkan kertas di tangannya.
“Mau serahkan kertas saja kok sampai berteriak seperti orang kesurupan, sih, bu ?”
“Ini..ini,” bu Karim yang sudah gugup hanya  mampu  menyodorkan kertas ke suaminya.
Ia tak bisa atau tak sanggup menjelaskan dengan kata-kata.
Untung, pak Karim yang meski hanya sejenak tapi sempat mengencangkan lilitan handuk di pinggangnya, memiliki inisiatif untuk mengambil kertas dari tangan isterinya. Tanpa buang waktu, pak Karim langsung membaca pesan Mirna
“Haaah ?!” Usai membaca, pak Karim kontan ternganga.
Untung, meski usianya sudah hampir enam puluh tahun, pak Karim bebas dari penyakit jantung atau penyakit kronis lainnya. Jika sebaliknya? Hanya Tuhan yang tahu apakah pak Karim hanya sekedar shock atau malah lebih dari shock alias meninggal dunia
“Anak kita mau bunuh diri, bu ?” sergah pak Karim.
Percuma pak Karim menyimpulkan..
Bu Karim sudah ngegelosor di lantai kamar Mirna. Pak Karim yang biasa mampu menghadapi masalah dengan tenang, kali ini, jangankan mau tenang. Dalam keadaan gugup saja, pikirannya langsung cerentang perenang.
Apa yang harus kulakukan? Jika terlebih dahulu mencari Marwan dan menjelas kan ia rela mengikuti kemauan calon mantunya, apakah Mirna akan bisa diselamatkan? Jika benar niat bunuh dirinya masih minggu depan, memang keputusan pak Karim mengalah dan lebih berpihak pada keinginan Marwan, bisa menyelamatkan Mirna.
           Tapi bagaimana jika Mirna bilang minggu depan tapi sebenarnya direalisasi secepatnya. Oooh, Tuhan. Apa yang harus kulakukan?
           Untung, tak lama, bu Karim membuka mata dan dia terbangun. Meski masih terlihat lemas, pak Karim mulai lega. Perlahan , ia mendekat ke isterinya. Pak Karim membelai pipi isteri tercinta. Meraih tubuh isteri dan mengangkat dengan sekuat tenaga.
           “Bagaimana dengan Mirna, pak ?”
           “Bu..tenang dulu. Rileks dan jangan dulu dipikirkan. Percayalah, anak kita tidak mungkin berbuat yang tidak-tidak “
          “Bapak masih mau merayu agar saya tenang, sementara pikiran saya terbang, ke awang-awang, melayang-layang, tak tahu harus melakukan apa, karena kuatir habis memikirkan anak tercinta, Mirna.

          Bagaimana kalau ada kabar tentang anak kita yang kedapatan mati setelah meloncat dari hotel paling tinggi atau mall, pak?” Ujar Bu Karim yang tak mampu menghalau rasa cemas











Bersambung....

Monday, August 12, 2013

ADA CERITA (9)

NYANYIAN HATI
Oleh: Oesman Doblank


SEMBILAN



   “ Kenapa kamu malah cemberut seperti itu?” tanya pak Karim.
   “Iyaa, Mir..mestinya kamu tuh senang. Batal sama si Marwan, kan kamu bisa cari lelaki lain yang wataknya sehaluan dengan ayah kamu. Kalau malah nggak senang pernikahannya diramaikan oleh pesta yang meriah, apa kata dunia?”
   Mirna, malah meninggalkan kedua orangtuanya dan masuk ke kamarnya dengan membanting pintu.
   “Kok Mirna jadi berubah aneh seperti itu?” Tanya pak Karim
   “Mana aku tahu?” jawab Bu Karim
   “ Kalau aku tidak tahu dan ibu juga tidak tahu, lalu bagaimana caranya agar kita bisa tahu?”
   “Pak ibu jelas kepingin tahu. Hanya, bagaimana caranya, ibu sendiri, mana tahu?” sahut bu Karim sembari mengangkat kedua tangan dan mengangkat bahu
    Pak Karim termangu. Ia heran mengapa Mirna, putrinya, kok, mendadak jadi sontoloyo seperti itu. Seolah ia sudah tahu dan mengerti, hasil pembicaraan ayahnya dengan Marwan tak beda dengan kondisi lalu lintas di ibukota, yang tingkat kemacetannya sudah sangat memusingkan kepala setiap orang yang tengah berada di jalan raya.


                                                                       ooooooooooooo



                                                                                (2)



PAK dan bu Karim pikir, apa yang baru saja terjadi atawa kebuntuan perundingan tentang pesta pernikahan yang macet total, tak membuahkan akibat apapun. Soalnya, sehari dua setelah semua berlalu, tak ada tanda-tanda yang bisa membuat kening licin berubah jadi berkerut.
Semua biasa saja. Sebiasa awan biru yang tak berubah jadi hitam jika tak mendung
Saat diajak bicara dengan ayah ibunya, Mirna memang sempat cemberut dan nyaris membuat orangtuanya kalang kabut. Tapi sehari setelah itu - bahkan,   esok dan lusanya, Mirna sudah leluasa dan lebih banyak mengurai senyum.Kenyataan yang menggembirakan pak dan bu Karim. Mereka tak hanya merasa bisa tidur nyenyak. Makan dan minum pun dirasakan sangat nikmat, apalagi sang isteri selalu memasak rendang kesukaan suami
Pak dan bu Karim tentu saja lega.
Tapi di hari berikutnya,  bu Karim yang pagi sekitar pukul delapan masuk ke kamar  Mirna dan bermaksud mengajaknya sarapan karena puterinya belum juga muncul ke ruang makan, dia kontan tercekat.
Wajahnya langsung pucat dan pikirannya jadi tidak keruan.
Bagaimana mungkin wajah bu Karim bisa seriang seperti mendapat amplop gaji dari sang suami, jika sesampai di kamar, yang ditemui bukan putri tercinta, melainkan secarik kertas yang sepertinya sengaja diletakkan di ranjang Mirna.
           Jika kertas itu dalam keadaan aslinya atau semulus warna putih kertas yang biasa bu Karim lihat, boleh jadi tak membuat bu Karim kaget. Bu Karim tercekat, kaget dan pikirannya menjadi tidak keruan, karena kertas itu berisi tulisan yang selama ini belum pernah bu Karim baca. Tulisan yang dibuat Mirna bukan permintaan uang untuk piknik ke Bali atau untuk shoping ke mall. Tapi, ekpresi kekecewaan Mirna

Ayah dan ibu yang kusayang….
Di kertas ini, Mirna hanya ingin mengatakan. Semisal bang Marwan tidak jadi melamar dan akhirnya Mirna harus berpisah dengan kekasih tercinta, biarlah Mirna pergi saja dari dunia.
Mirna sekarang pergi ke sebuah tempat untuk menenangkan diri. Jika minggu depan Mirna kembali, dan belum juga ada kepastian kapan Mirna dinikahi…percayalah…Mirna lebih baik mati.
Mirna yakin, melompat dari lantai paling tinggi sebuah mall di kawasan Jakarta, adalah jalan terbaik yang mau tak mau harus Mirna pilih. Terlebih, saat ini melompat dari ketinggian sebuah mall sedang trendy


Wassalam,



Mirna

Usai membaca isi surat yang ditulis oleh anaknya, Bu Karim tak ingat lagi soal Jakarta Fair atau indahnya Bali. Yang langsung melintas di pikirannya cuma bagaimana kalau putrinya benar-benar membuktiksn apa yang diungkapkan di kertas dan baru saja dibaca oleh bu Karim










Bersambung....






Wednesday, August 7, 2013

ADA CERITA ( 8)

NYANYIAN HATI
Oleh: Oesman Doblank

DELAPAN


     Siapa sih yang nggak kesal mendengar jawaban seperti itu? Padahal, boleh jadi, Marwan tahu kalau yang diajak ngobrol – setidaknya sudah layak dianggap sebagai calon mantu.
     Hanya, meski kesal, bu Karim sempat mengapresiasi dengan positif karena setelah itu keluar juga kalimat dari Marwan yang dianggap oleh bu Karim sebagai pertanyaan yang membuat dirinya terobati.
     “ Memangnya ibu suka dan mau martabak?”
     Tanpa mau basa basi meski biasanya suka dengan basa basi, Bu Karim yang penuh harap mengikuti gaya MArwan yang sudah menawarkan soal martabak.
    “Memangnya nak Marwan mau membelikan martabak untuk ibu?”
    “ Kalau memang ibu mau martabak, beli sendiri saja, bu. Atau minta saja sama Bapak agar mengantarkan ibu untuk beli martabak kesukaan ibu. Percayalah bu, saya nggak akan minta kok, bu”
    Mendengar jawaban seperti itu, hati calon mertua mana sih yang nggak jengkel atau bebas dari rasa kesal?.
    Cuma, bu Karim akhirnya sadar kalau Marwan  memang bukan tipikal calon mantu yang bisa dibegini atau dibegitukan. Makanya, timbang kesalnya memuncak, bu Karim memilih untuk mengambil keputusan tidak lagi menyoal atau berbincang tentang martabak. Ia yang waktu itu kesal, hanya bergegas masuk ke kamar.
     Mau tumpahkan kesal, sang putri kesayangannya yang sejak kecil tidak pernah diperkenankan untuk sibuk di dapur, di saat bersamaan muncul. Ia memilih masuk ke kamar, karena tak ingin Mirna tahu kalau ia kesal dengan kekasih anaknya, yang ngeyel dan dianggap terlalu blak-blakan.
    “Terus, kelanjutannya bagaimana, pak?” Tanya Bu Karim, yang tentu saja berpura-pura kecewa dan sekaligus kuatir, meski  sebenarnya sangat berharap agar Marwan tidak melanjutkan hubungannya dengan Mirna.
   “Kalau aku sih, terserah dia saja. Serius pasrah,. Tapi jika tidak serius, yaa, Alhamdulillah. “
   “Kok bapak bicara seperti itu, sih?” Bu Karim yang senang mendengar jawaban suaminya, semakin kepingin untuk tetap berpura-pura kuatir. Padahal, kabar itulah yang paling diharapkan
   “Habis aku mau bagaimana lagi? Dia itu, maunya nikah tanpa pesta. Sedangkan aku sama ibu, maunya kan pernikahan anak kita diwarnai dengan pesta yang meriah. Yang mengundang decak kagum para tamu, dan juga mendatangkan keuntungan bagi kita “
  “Kalau  memang alasannya seperti itu, nggak salah, kan, pak jika saya bersikap senada dengan bapak,” kata bu Karim yang memanfaatkan situasi untuk memancing di air keruh
  “Sangat tidak salah. Sikap itu justeru sangat benar, bu. Kita harus sepakat. Hanya, kita harus tahu sikap anak kita,” sahut sang suami yang tidak ngeh kalau isterinya hanya berpura pura
   Mereka kemudian sepakat untuk mendiskusikan langsung dan secepatnya dengan Mirna. Keduanya juga sepakat, untuk mempengaruhi Mirna agar putrinya tidak kecewa dengan sikap Marwan yang nyeleneh dan jika tahap awal berhasil, mereka akan membujuk agar Mirna lebih baik memilih untuk melupakan Marwan selamanya. Bukankah begitu banyak cowok yang bertebaran di muka bumi yang lebih layak dipilih untuk dijadikan suami?
   Hanya, apa yang mereka perkirakan, tidak sama dengan kenyataan. Begitu mendengar penjelasan ayah ibunya, Mirna malah langsung menerbitkan reaksi kecewa. Sang putri yang cantik langsung menyambut kabar dari orangtuanya dengan menyetel wajah cembetut.








Bersambung…….


Tuesday, August 6, 2013

ADA CERITA (7)

NYANYIAN HATI
Oleh: Oesman Doblank

TUJUH


    Sebenarnya, Pak Karim yang saat ditinggalkan oleh Marwan hanya bisa ternganga, sangat  ingin memanggil Marwan dan meminta agar dia kembali dan tetap duduk bersama untuk melanjutkan perundingan. Tapi, entah mengapa pak Karim justeru tak bisa melakukannya. Mulut pak Karim  seperti terkunci atau boleh jadi ada yang mengunci.
    Pak Karim yang  hanya bisa memandang sosok calon menantunya yang tak lama kemudian menghilang, seperti menyesali kebodohannya karena tak mampu meminta Marwan untuk tetap duduk bersamanya dalam perundingan.
     Dengan langkah gontai, pak Karim hanya bisa kembali ke kamar.
    Meski ragu, pak Karim tetap mengabarkan hasil pembicaraan dengan sang calon menantu ke isterinya. Bu Karim bukan tidak kaget. Namun, ia justeru merasa sangat senang, karena kabar yang baru saja dikatakan oleh  suaminya, memang sangat diharapkan.
     Sebab, yang diinginkan Bu Karim, putrinya, Mirna, tidak menikah dengan Marwan. Soalnya, Bu Karim sudah terlanjur yakin kalau dirinya tidak akan bisa menerima kehadiran Marwan dan dia sudah lebih dahulu menyimpulkan tidak akan pernah bisa dekat dengan calon mantunya yang dinilainya sok idealis, sok berprinsip dan kenyelenehan Marwan juga menjengkelkan.
    Maklum, bu Karim prototipe manusia yang lebih suka basa-basi. Sedangkan Marwan, malah lebih suka mengatakan apa adanya. Bahkan, sangat blak-blakan. Maunya selalu to the point. Menurut bu Karim, orang seperti Marwan, menyebalkan. Sebab, selama kenal dengan Marwan, tak pernah sekalipun anak muda itu memuji bu Karim. Baik saat dirinya tampil dengan dandanan cantik, maupun ketika bu Karim mengatakan kalau dia berasal dari keluarga terhormat karena orangtuanya termasuk salah satu dari sekian banyak orang kaya di kampungnya.
    Karakter Marwan yang ceplas ceplos lebih sering membuat bu Karim malah sebal.  
    Bukan tanpa alasan.
    Setelah Mirna mengenalkannya, bu Karim pernah sengaja berbincang dengan Marwan. Saat itu, Marwan datang dengan lenggang kangkung. Bu Karim sedang ingin martabak. Bu Karim pikir, Marwan yang meletakkan ransel dan membukanya, akan mengambil martabak kegemarannya. Gak taunya, dengan gaya yang begitu santai, Marwan malah mengeluarkan kamera dan membersihkan peralatan kerjanya. Tanpa bilang,” Maaf lhoo bu kalau mengganggu”
     Padahal, begitu bu Karim tahu apa yang diambil dan kemudian dilakukan Marwan, beliau memberi isyarat ingin dibelikan martabak dengan mengatakan:
     “Waaah, ibu kira mengeluarkan martabak. Gak taunya, yang muncul kamera,” kata bu Karim, yang meski kesal tapi mampu berakting dengan dayanya yang  sok ngajak bercanda.
     Bu Karim, yang sebenarnya kecewa tapi membalut kekecewaannya dengan gaya canda, makin merasa kecewa saat Marwan – dengan begitu tenang, mengatakan:.
     “Bu..martabak tuh harganya murah. Kalau kamera ini saya jual, dan saya belikan martabak, yang kebagian bukan cuma se-erte, bu. Tapi, se-erwe.”









Bersambung………

Monday, August 5, 2013

ADA CERITA (6)

NYANYIAN HATI
Oleh : Oesman Doblank


ENAM


   Karena Marwan seperti mendesak atau ingin mendapat jawaban, Pak Karim tak lagi berpikir panjang. Merasa terpaksa, pak Karim  menjawab apa adanya
   “Yaa, saya memang bingung. Soalnya, saya belum tahu kapan tepatnya anak saya harus kamu lamar. Tapi, bukan berarti saya tidak senang, “ ujar Pak Karim
   “ Saya justeru senang karena memang menanti kesungguhan dari kamu,” tambah pak Karim
    “Syukur kalau bapak senang. Hanya, saya baru akan melamar jika bapak menyetujui dua hal yang akan saya ajukan kepada bapak,” Marwan langsung menanggapi
    “Lhoo, kenapa malah kamu yang harus ajukan syarat. Mestinya, kan saya yang berhak mengajukan syarat, “ protes pak Karim
   “Saya tidak keberatan jika bapak memang ingin mengajukan persyaratan. Dan, apa salahnya jika kita saling mengajukan persayaratan “
   “Saya setuju. Itu namanya, kita saling menghargai hak orang lain dan menjunjung tinggi azas kesama-rataan.. Karena saya setuju, silahkan kamu jelaskkapa syarat yang akan kamu ajukan “
    Marwan tak mau lagi membuang waktu. Ia berpikir harus memanfaatkan peluang yang ada di pelupuk mata dengan sebaik baiknya. Makanya, tanpa ragu, Marwan segera mengemukakan dua permintaan. Pertama, kata Marwan, ia akan melamar secara resmi sebulan ke depan dan ia tak ingin ada jawaban lebih baik dipercepat atau malah lebih baik diundur. Untuk hal kedua, Marwan menegaskan, jika memang pak Karim rela menikahkan anaknya dengan Marwan, pak Karim harus rela jika saat pernikahan berlangsung, yang menonjol hanya acara akad nikah. Bukan acara resepsi pernikahan
    “Tanpa pesta?” Potong pak Karim yang spontan  tercengang.
    “Pak…bukan tanpa pesta. Tapi, tanpa semangat foya-foya. Soalnya, yang mau menikah itu saya dengan Mirna. Sedangkan bapak, hanya mengijinkan dan menikahkan. Jadi, jika bapak setuju, bulan depan saya akan melamar dan saat pernikahan saya tak ingin ada pesta yang hanya menghamburkan uang dan hanya membuat kita semua lelah.
    Jika bapak tidak setuju, saya tidak akan melamar dan ikhlas untuk tidak menikah dengan Mirna”
    Syarat yang diinginkan Marwan,  membuat pak Karim tak hanya kelabakan. Beliau kesal setengah mati, karena syarat dari Marwan benar benar bertolak belakang dengan syarat yang ingin dia sampaikan. Syarat dari pak Karim justeru sebaliknya. Sebab, pak Karim sudah merancang, saat pernikahan putrinya, suasana pesta justeru sangat meriah.
    “Tidak bisa. Saya sama sekali tidak setuju”
    “Yaa, sudah. Jika memang bapak tidak setuju, apa boleh buat, Saya rela, kok, tidak jadi berumah tangga dengan Mirna. “
    Brengseknya, setelah itu, Marwan tak memberi ruang untuk meneruskan dialog. Tanpa peduli pada kekesalan pak Karim, Marwan langsung pamit. Pak Karim bukan tak ingin mencegah. Tapi, sinyeleneh Marwan, setelah bilang permisi malah dengan cepat meraih tangan pak Karim dan mencium dengan khidmad. Setelah itu, Marwan bergegas meninggalkan ruang tamu rumah pak Karim.









Bersambung……..

Sunday, August 4, 2013

ADA CERITA (5)

NYANYIAN HATI
Oleh: Oesman Doblank


LIMA



         “Baru permukaannya saja, kamu sudah bikin saya kesal.  Kalau sampai ke dalam, saya yakin, kamu hanya membuat saya stress “
         “Waaah, ini namanya fitnah, pak. Sumpah, saya datang untuk kompromi dan sama sekali tak membawa niat untuk membuat bapak stress. Saya tidak segila yang bapak kira”
        “Kalau memang betul begitu, kenapa kamu malah seperti berniat untuk menjegal ide dan semangat saya ?”
        “Waaah, ini juga fitnah, pak? Kapan saya punya niat menjegal ide dan semangat bapak?”
        “Tadi, kamu kan bilang, ide dan semangat saya hanya menghasilkan hal mubazir “
       “Kalau yang bapak maksud tentang pesta besar-besaran untuk pernikahan saya, pendapat saya memang seperti itu, pak. Tapi, bukan berarti bisa saya jadikan alat untuk menjegal ide dan semangat bapak ?”
      “Jadi, kamu setuju dengan ide saya?”
      “Yaa, setuju saja. Toh itu ide bapak, dan bukan ide saya, kan ?”
     “Memang ini soal ide saya. Saya tentu saja harus bersyukur jika kamu setuju “
     “Jika bapak mau bersyukur, buat apa bilang bilang sama saya? Itu kan urusan pribadi bapak dengan Tuhan? Tapi, saya bersyukur jika bapak memang selalu bersyukur pada Tuhan
    Dengan begitu, saya jadi yakin, kalau calon mertua saya adalah sosok seorang hamba yang tak pernah melupakan Sang Pencipta “
    “Kamu kok jadi menceramahi saya?”
    “Pak…tolong jangan salah tafsir, pak. Kita sedang di rumah dan bukan di mesjid. Tempat yang paling tepat buat ceramah itu, yaa.. di mesjid , pak. Di sini, kan kita sedang bicara soal pernikahan saya dengan Mirna, putrid bapak”
    Bapak setuju, kan, kalau nanti sebelum  menikahi anak bapak, saya harus terlebih dahulu melamarnya?”
    “Kamu tuh, nggak bisa apa kalau tidak nyeleneh terhadap calon mertua?”
    Melihat tensi calon sang mertuanya mulai meninggi, Komeng memilih diam. Ia memilih meraih gelas berisi tee manis. Setelah mereguk teh manis dan setelah meletakkan gelas yang separuh isinya baru saja ia seruput, Komeng menyandarkan kepalanya di sofa. Ia berusaha untuk tidak menimpali kalimat yang baru saja terungkap dari bibir calon mertuanya
     “Memangnya siapa yang kamu suruh diam?” Tandas pak Karim, yang malah tambah kesal, setelah beberapa saat, Marwan yang terdiam tak juga mau bicara.
     “Nanti bapak kira saya nyeleneh?”
     “Makanya kamu jangan nyeleneh”
     “Pak…sekarang begini saja. Kapan tepatnya saya harus melamar anak bapak?”
     Pak Karim tak menyangka jika dirinya harus tersedak. Bukan karena Marwan mengalihkan fokus masalah. Tapi, isi pertanyaan yang baru diungkapkan Marwan, membuat pak Karim merasa surprise. Sebenarnya, pak Karim yang sudah berkonsultasi, memang ingin membicarakan secara khusus masalah ini.

     “Lhooo, bapak bilang saya tak boleh diam. Giliran saya bicara, bapak malah kelihatan bingung. Padahal, saya tanya soal kapan saya harus melamar anak bapak ?“ Marwan kembali memperlihatkan kesungguhannya untuk melamar putri pak Karim.











Bersambung......

Friday, August 2, 2013

ADA CERITA (4)

NYANYIAN HATI
Oleh: Oesman Doblank

EMPAT


          Padahal, saat itu juga - Jika tidak malu dengan usia dan tidak riskan dengan statusnya sebagai calon mertua yang harus dijaga dan diperlihara dengan sebaik baiknya, ngejitak Marwan atau menjewer telinga calon mantunya adalah pilihan utama yang mestinya tak noleh dibatalkan. Dua hal ini, membuat pak Karim harus ikhlas untuk meredam kejengkelannya.
          Terlebih, ia tahu, calon menantunya, memang nyeleneh. Dan kenyelenehan Marwan sudah tertangkap ketika Mirna, putrinya, membawa Marwan ke rumah dan mengenalkan pada ayahnya. Saat itu, ia lupa menyuruh Mirna menyediakan air buat Marwan dan putrinya yang memang tidak biasa melakukan pekerjaan di rumah, tidak ngeh jika ia membawa sang pacar ke rumah.
          Marwan, tak berpikir jika mereka baru ke nal. Entah karena memang haus atau hal lain, ia tidak sungkan mengatakan, ia harus pamit sebentar karena harus mencari warung atau toko, untuk membeli air mineral.
          “Lhoo, kenapa harus beli? Kalau kamu haus dan ingin minum,  di sini saja “
          “Niat saya seperti itu, pak. Sebagai tamu saya ingin disediakan minum dan dengan ikhlas menikmatinya. Tapi, apa yang harus saya minum jika sejak tadi, yang ada di meja hanya  taplak, asbak dan pot bunga “
         Nyeleneh, kan?
         Saat itu, tentu saja pak Karim merasa disentil. Ia sadar, ia salah karena tak memuliakan tamunya. Mestinya, jika ia tidak bisa beranjak dari ruang tamu karena harus menemani Marwan, segera menyuruh putrinya menyediakan air. Eeh, tahu putrinya memang malas, ia malah diam dan baru sadar setelah Marwan memperlihatkan kenyelenahannya.
          Waktu itu, tentu saja, pak Karim maklum atas sikap Marwan yang nyeleneh. Malah, ia agak kagum. Ia menilai calon mantunya berwatak blak-blakan. Berani mengatakan apa yang harus dikatakan.
          Tapi saat ini ?
          Jika ia harus maklum, bagaimana nasib ide yang sudah dikonsultasikan secara intensif ke pakar acara pernikahan. Jika tidak maklum, bagaimana jika calon mantunya malah konsisten mempertahankan pandangan pribadinya yang tak suka dengan gagasannya.
         Setelah menghela nafas dan berusaha tenang, pak Karim mulai berusaha menampilkan wibawanya.
         “ Kamu tahu, saat ini sedang berhadapan dengan siapa? “ Tanya pak Karim
         Melihat sikap calon mertuanya yang berusaha menampilkan wibawa, Marwan bukan takut malah ingin langsung tertawa. Untungnya , ia berpikir jernih. Yang kemudian diputuskan Marwan, mencoba mengamini kemauan calon mertuanya yang sedang memperlihatkan kewibawaan yang sesungguhnya.
          Tentu saja Marwan menjawab, jika ia sedang berhadapan dengan pak Karim. Ayah Mirna dan sekaligus calon mertuanya.
          “Kalau kamu tahu dengan siapa kamu berhadapan, mestinya jangan macam-macam?“
 Kata sang calon mertoku yang langsung merasa ada di atas angin
         “Macam-macam? Maaf pak, kayaknya sejak datang saya tidak macam-macam. Malah, kurang dari semacam karena saya belum membahas soal rencana bapak secara mendalam, “ kilah Marwan













Bersambung....

Thursday, August 1, 2013

ADA CERITA (3)

NYANYIAN HATI
Oleh : Oesman Doblank


TIGA


            Terlebih, jika pak Karim ingat pada pujian yang dilontarkan oleh pakar pesta pernikahan, yang mengaku tulus saat menilai dan mengatakan ide pak Karim tak sekedar hebat. Tapi juga sangat cemerlang. Kepingin rasanya ia ngegetok sang calon mantu yang dianggapnya kurang ajar itu
            Nggak ada alasan untuk tidak kesal pada Marwan, sang calon menantu yang malah mengatakan untuk apa perkawinannya diwarnai oleh kemeriahan pesta yang walaupun harus menghabiskan sekarung uang tapi pak Karim rela, eeeh, malah dianggap sebagai ide dan perbuatan yang mubazir.
            Bayangkan ! Ide hebat dan cemerlang malah dianggap mubazir. Dari mana bisa pak Karim lenyapkan kesal dan tak menuding calon mantunya  edan, jika pola pikir Marwan yang bertabrakan, hanya menonjolkan permasalahan dan melahirkan kekesalan
             “ Maaf, pak, mestinya bapak tidak perlu emosi seperti itu, “ tanggap Marwan
             “Saya tidak emosi,” sahut pak Karim yang bilang tidak emosi, tapi ia nyaris tak mampu menyembunyikan emosinya
            “ Syukur kalau bapak tidak emosi. Hanya, jika memang tidak emosi, harus bapak buktikan ”
           “Apa sih maksud kamu?” Tanya pak Karim, yang kepingiiiin banget ngejitak kepala mantunya yang berambut gondrong.
          “Maksud saya,” kata Marwan dengan begitu tenang. “ Bapak kan baru saja bilang tidak emosi. Nah, jika yang bapak katakan benar, buktikan. Bapak duduk dan bersikaplah biasa saja. Kalau bapak tegang seperti itu, mana bisa saya percaya kalau bapak tidak emosi”
          Pak Karim – mau tak mau, harus berusaha menjadi orangtua yang arif. Orangtua yg memang harus mampu menyesuaikan kata-kata yang baru saja diucapkan. Sedangkan sikap yang baru saja diperlihatkan, sangat tidak sesuai dengan apa yang baru saja ia katakana
          “Maunya kamu saya duduk seperti ini, dan tersenyum seperti ini,” kata pak Karim yang terpaksa duduk dan menyusun senyum, meski dongkolnya tak bisa remuk redam.
          “Maksud saya, yaa, bisa dikatakan begitu , pak. Kita, kan, sedang berdiskusi tentang perkawinan saya dan Mirna. Itu pun, pasti nikahnya jika saya sudah melamar secara sah. Saat ini, kan baru rencana melamar dan belum masuk ke substansinya?”
          “Tapi kamu harus melamar anak saya. Sebab, kalian kan, sudah bertunangan dan saya sudah kabarkan ke banyak orang, kamu akan melamar dan saya sudah  mempersiapkan rencana pesta perkawinan “
          ”Naaah, disitulah letaknya kenapa saya harus  secara spontan mengatakan saya  tidak simpatik kepada bapak. Padahal, bapak calon mertua saya. Padahal, selama ini saya tak punya alasan untuk tidak simpatik sama bapak Tapi hari ini“
          “Apa kamu bilang?”
          “Pak…beri saya alasan agar saya simpatik pada bapak dan juga bisa ikhlas mendukung rencana bapak, “ tegas Marwan.
          Ketegasan sikap yang diperlihatkan oleh calon mantunya, nyaris membuat pak Karim tak bisa menahan amarah. Namun, Pak Karim mencoba menetralisir emosinya.

Bersambung…….

Wednesday, July 31, 2013

ADA CERITA (2)

NYANYIAN HATI
Oleh : Oesman Doblank


DUA



            “Saya tidak suka pernikahan saya diwarnai oleh pesta super meriah. Apa hebat dan apa manfaatnya bagi saya jika harus ikut-ikutan mensupport gaya hidup yang tak diperintahkan dan hanya mengandung kesan mubazir. Pokoknya, saya hanya ingin menikah dengan tata cara  yang sesuai dengan perintah agama.”
           Marwan yang tentu saja tidak setuju dengan rencana calon mertuanya, malah kelihatan tidak kikuk mengungkapkan ketidak-setujuannya. Malah, ia berani bicara lebih tegas lagi. 
           “Pokoknya, hanya ada pengantin, ada mahar, ada saksi ada wali dan ada akad nikah yang sakral. Selebihnya, doa dan makan bersama dengan kesederhanaan yang bersahaja. Jika lebih dari itu, lebih baik saya  tidak jadi menikah “
            Tentu saja, pak Karim, sang calon mertua tidak terima. Hanya, pak Karim masih bisa mengendalikan emosinya. Ia tidak menanggapi dengan sikap yang berlebihan.
            “Kamu jangan berfikir tidak logis. Perkawinan meriah itu, tak cuma hal biasa dan sama sekali tak terkait dengan mubazir, Marwan. Saat ini,  hampir setiap orang malah berpikir lebih baik menjadikan hal terpenting dan terindah dalam hidup anak-anaknya, sebagai momen tak terlupakan timbang harus diabaikan dan akhirnya hanya berlalu tanpa kesan.
            Untuk itu, para orangtua lebih rela menghabiskan uang puluhan atau ratusan juta daripada harus menghabiskan energi karena  terkuras untuk memikirkan bagaimana caranya mengantisipasi dan mengatasi gunjingan tetangga atau saudara, yang mengecilkan dan menganggap remeh, karena orangtua tak mampu memadukan momen perkawinan anaknya yang hanya sekali seumur hidup dengan sebuah pesta yang meriah “
            Pak Karim yang sudah merancang pesta meriah untuk perkawinan Mirna, putrinya yang akan dilamar Marwan, tentu saja kesal. Bagaimana mungkin tidak, jika Marwan, calon menantunya, malah memberi  ide yang bertolak belakang dengan  kemauan dan gagasan pribadi pak Karim, yang dianggapnya hebat.
             Terlebih, pak Karim sudah beberapa kali berkonsultasi dengan boss sebuah event organize yang juga dikenal sebagai pakar pesta pernikahan. Dan ia merasa puas, karena gagasannya tak hanya dianggap hebat. Tapi, sekaligus dianggap lebih brilian dan lebih maju puluhan langkah dibandingkan dengan ide orangtua lainnya, yang pernah jadi kliennya, dan mereka juga ingin memeriahkan pernikahan anak mereka dengan sebuah pesta yang kesannya harus wah dan selalu berpesan tak ingin secuilpun pestanya malah menimbulkan kesan weh..weh weh payah..
              Malah, boss event organizer yang mengaku sangat berpengalaman menangani acara pernikahan, menilai, baru kali ini ia bertemu dengan klien, yang menunjukkan rasa cinta dan perhatian sedemikian mendalam pada anaknya. Dia bilang. baru pak Karim yang mampu memberi gagasan yang menurut dia tak sekedar hebat. Tapi sekaligus lebih cemerlang dari berbagai hal yang oleh banyak orang dinilai sebagai sesuatu yang gemilang
            Biasanya, kata boss event organizer yang mengaku tulus dalam menilai, seluruh kliennya, datang hanya membawa kesanggupan membayar tapi tidak sanggup memberi ide. Malah, tidak sedikit, yang baru bisa mengaku mengerti setelah dijelaskan berkali-kali
            Coba, gimana pak Karim tidak kesal? Boss EO yang pengalaman dan berkharisma, serasa ikhlas memuji dirinya. Eeh, Marwan yang statusnye baru sebatas calon mantu, malah meremerhkan dan sama sekali tidak menghargai ide idenya.
              Calon mertua mana yang tidak kesal jika dibegitukan oleh calon mantunya? Busyet deh.



Bersambung…..

Sunday, July 28, 2013

ADA CERITA (1)

NYANYIAN HATI
oleh : Oesman Doblank

1



             MARWAN bukan tak suka, juga bukan tak ingin pernikahannya diwarnai dengan kemeriahan yang cuma membuahkan kesan mewah yang dibaluri oleh kemilau  citra dan pesona.   Pesta yang digelar secara besar-besaran, yang lengkap dengan berbagai atribut modern dan kesan  glamouritas. Marwan, bahkan  rindu dan sangat ingin menikmati suasana yang  tak sekedar berkesan gemerlap, tapi juga sarat dengan kemeriahan. Dimana ungkapan decak kagum, rasa salut dan rasa puas dari para undangan tak henti hentinya, membuat dirinya berada pada satu situasi dimana kegembiraan, kesenangan dan rasa bangga mendominasi dirinya  
           Semua itu, jika dilaksanakan jelas akan jadi kenangan terindah. 
           Kenangan  yang tak akan pernah  terlupakan sepanjang hayat hidupnya. Sepanjang usia pernikahannya dengan Mirna tak putus oleh masalah apapun, kecuali maut. Dan selain maut tak ada yang bisa memisahkan perkawinannya dengan Mirna. 
            Bahkan, sebagai manusia biasa, Marwan sangat ingin mengundang tak saja sebanyaknya saudara dari keluarganya dan juga seluruh saudara serta handai taulan dari keluarga  Mirna, calon isterinya. Jika perlu, saudara yang jauh di luar kota,yang  tak bisa datang karena alasan biaya, langsung diberikan tiket PP baik untuk bus atau pesawat udara. Mereka tinggal datang dan saat pulang disediakan berbagai oleh-oleh agar bisa berbagi dengan para tetangga di kampungnya.
               Marwan juga sangat ingin mengundang  sebanyaknya teman dekat, teman setengah dekat, tetangga dekat dan tetangga setengah dekat atau  siapa saja  yang dikenal atau baru saja dikenalnya.
            Ia yakin, tak saja resepsi pernikahannya yang beraroma kemeriahan dan nuansa mewah. Izab kabulnya pun, diwarnai kemeriahan yang  membuat tamu atau siapa pun tak punya alasan untuk tidak mengatakan hebat dan seiring dengan itu, mereka tak hanya berdecak kagum dan mengacungkan jempol. Tapi, sekaligus memperbincangkan ikhwal pesta pernikahan Marwan dan Mirna yang spektakular.        
            Hanya, jika itu yang terjadi, untuk apa?
            Untuk apa kehebatan yang menurut Marwan malah tak bermagma
       Bukankah yang terpenting dari sebuah pernikahan bukan pesta meriah dengan biaya yang wah. Ujungnya adalah akad nikah. Izab Kabul. Dan awalnya adalah kesepahaman sepasang manusia yang sudah beritikad berumah tangga. Setelah pihak pria melamar ke pihak wanita, dengan mempersembahkan mahar, menyiapkan saksi dan wali lalu memanggil tuan kadi atau penghulu untuk menikahkan sepasang manusia yang dengan dasar saling cinta ingin membangun mahligai rumah tangga.
            Soal pesta atau resepsi pernikahan yang berbalur kemeriahan dan dengan biaya mahal, kenapa harus dipikirkan? Bukankah hanya menghamburkan uang dan juga bukan merupakan kewajiban? Jika tak dilaksanakan sama sekali tak berdosa.
             Marwan malah tak setuju dengan keinginan calon mertuanya, yang sudah merancang akan menggelar pesta gede-gedean.









             Bersambung…….

Thursday, July 25, 2013

PEPATAH INDAH

oleh : Oesman Doblank


        MASIH ingat, kan, sama pepatah yang berbunyi GAJAH DI PELUPUK MATA NGGAK KELIHATAN SEMUT DI UJUNG LAUT NAMPAK.
         Alhamdulillah, kalau masih ingat. Sebab, sosok yang jadi sasaran pepatah ini, sangat jelas. Yaitu, sosok yang sehari hari bisa kita lihat dalam kisah TUKANG BUBUR NAIK HAJI. Di senetron serial yang diputar sejak sebelum Ramadhan silam, sampai Ramadhan datang maning, masih saja tayang. Meski barangkali membosankan karena tak ada habisnya, dapat dijadikan referensi untuk melihat seorang tokoh yang jadi sasaran pepatah Gajah Di Pelupuk Mata Nggak Kelihatan Semut Di Ujung Lautan Nampak.
         Yaa.. di negeri kita - atau malah di sekeliling kita, sosok seperti Muhidin yang dulu maunya dipanggil pak haji dua kali dan sekarang mesti manggil dia dengan pak Haji RW Muhidin, sangat banyak. Artinya, orang yang sangat suka melihat kesalahan orang lain tapi tak pernah melakukan intropeksi terhadap kesalahannya sendiri, kerap ada di sekitar kita.
         Boleh jadi ada di keluarga kita sendiri.
         Hanya, yang psati, selalu ada di sekitar lingkungan di mana kita tinggal atau dimana kita bekerja.
         Ulah manusia seperti haji Rw Muhidin, memang lebih pantas disebut sosok menyebalkan. Sosok yang tentu saja hanya bikin orang lain, kesal. Nah, nggak mungkin kita tidak kesal, kalau diperlakukan seperti emaknya Sulam, si tukang bubur yang jadi tokoh sentral tapi sudah sekian episode nggak pernah dinongolin dengan alasan, Sulam tengah berbisnis bubur di Timur Tengah.
         Haji RW Muhidin, sangat baik untuk dijadikan renungan oleh siapa saja yang tak kepengen jadi manusia yang mengingkari kesalahan. Sebab, sadar, bagaimana pun yang namanya manusia pasti pernah, suka atau sering melakukan kesalahan.
         Hanya, karena bukan sebagai sosok Muhidin, tentu saja setiap menyadari kesalahan segera minta maaf dengan ikhlas. Sebab, sebagaimana memberi maaf, meminta maaf kepada orang lain yang sudah merasa disakiti, sebenarnya sangat mudah. Tapi, jika hal itu terjadi pada sosok Muhidin, soal minta maaf seperti jadi sesuatu yang sulit. Jadi sesuatu yang malah dianggap meruntuhkan harga dirinya.
        Meski kita bilang "Hai Muhidin, anda seperti gajah yang tidak kelihatan dari dekat tapi di kejauhan semut yang begitu kecil sangat jelas nampak", dia tak akan peduli. Malah, berbalik ngotot dengan menuding orang yang mengatakan sebagai orang yang salah dalam mengapresiasi atau menyimpulkan
        Di mata Muhidin, pepatah gajah dan semut, tidak ada indah indahnya. Sebab, bagi dia, yang indah itu manakala bisa menyusahkan orang lain agar kesusahan orang lain menjadi hal yang menyenangkan bagi dirinya.
        Apa yang akan anda lakukan jika di sekliling kehidupan anda ada yang jelas jelas seperti Muhidin dan selalu berusaha membuat anda kesal, membuat anda malu, membuat anda jengkel?
        Mudah mudahan anda berkenan untuk selalu memberinya hadiah, entah berupa seikat kembang merah, atau yang lain. Tapi, bila anda malah "menghajarnya" dengan perlawanan agar dia mendapat pelajaran yang berharga, kayaknya itu hak anda deh.
       Cuma, marilah kita menjauh sifat sifat yang ada dalam diri Haji RW Muhidin, agar orang di sekitar tak menyebut pepatah gajah dan semut untuk diri kita. Juga jangan sampai kita diberi sebuah kado lain yang berbunyi AIR SUSU DI BALAS AIR TUBA.







    

Wednesday, July 24, 2013

PANTUN SABAR SAAT BERPUASA

oleh : Oesman Doblank


Nebang pohon. kan bisa pakai kaPAK
Gak ada kapak yaa bisa pakai gergaJI
Di saat puasa apa yang harus namPAK
Selain sikap sabar juga tetap mengaJI

Air panas kok malah dimasukin ke ranTANG
Baiknya kan tuang ke termos atau geLAS
Di saat puasa tentu banyak yang dipanTANG
Makanya diajak ibadah jangan bilang maLAS

Kenapa sih ibu minta dibelikan ketumBAR
Lhoo.. kan harus buat makanan tuk berbuKA
Saat puasa tentu saja harus tingkatkan saBAR
Kalau malah emosi, boleh jadi malah bisa celaKA

Celaka, bukan berarti ketabrak atau jaTUH
Tapi kuatir puasa cuma dapat haus dan dahaGA
Selain sabar, manusia mesti taat dan paTUH
Agar sampai kapanpun, iman tetap terjaGA 









Sunday, July 21, 2013

CERITAKU-CERITAMU (4)

JALAN MASIH PANJANG
Oleh : Oesman Doblank

EMPAT

Komeng bersyukur karena supir taksi memahami perkataannya.
 “ Maaf pak, saya akan lebih hormat bila bapak
membiarkan saya tidur dan bersedia membangunkan saya di Satria Raya “
“ Oke dik. Saya jamin, adik akan selamat sampai tujuan “
Komeng melepas senyum. Setelah mengucapkan terima kasih, ia menyandarkan kepalanya. Begitu cepat Komeng terlelap. Supir taksi bergegas menghidupkan tape recorder. Komeng sama sekali tak terganggu, meski mendengar jelas alunan musik khas Sumatera.
*****
MATA Udin terbelalak. Ia seperti tak percaya dengan kenyataan yang nampak jelas di matanya..Meski begitu Udin yakin, ia kenal dengan sosok yang baru saja turun dari taksi yang berhenti di depan pos di mana ia sedang asyik menikmati segelas kopi.
Komeng tak menghiraukan lagi taksi yang bergegas meluncur untuk cari penumpang. Ia juga tak menghiraukan Udin yang masih saja tercengang, meski Komeng sudah duduk di sisinya.
“ Bisa-bisanya kau bikin saya kaget.
Memangnye hari ini kamu dapat rezeki nomplok ?”
Komeng tak begitu peduli. Ia malah merebahkan badan di balai pos.
“ Meng ! Kamu jangan malah tidur, dong !.
Tolong jelaskan, kenapa kamu sering nasehatin saya untuk tidak
foya-foya, tapi kamu sendiri malah baru turun dari taksi.
Ongkos naik taksi, kan, mahal, Meng. Kalo kamu ajak pemulung
makan bakso mas Gito, berapa pemulung yang siang ini
ngirit lantaran bisa makan gratis “
“ Boleh kujawab pertanyaanmu nanti sore  ?”
“ Saya bertanya sekarang, Meng.
Jawabannya, harus dijawab saat ini juga “
“ Kenapa kamu hobi memaksa orang, sih?”
“ Saya sama sekali tak memaksa. Tapi melihat sebuah fakta dan sangat ingin tahu mengapa ada fakta yang sama sekali tak pernah saya duga bisa terjadi dan ada. Malah, sangat nyata “
“ Oke…oke… ,” Komeng bangun dari rebahnya.
“ Tadi, usai mengajar, koordinatorku memberiku seratus ribu.Karena ia bilang untuk bekal naik taksi, yaa, kugunakan untuk naik taksi. Tapi masih ada kembaliannya, kok. Kamu mau ?”
“ Yaa, kalau begitu lebih baik maulah.
Sebab, uang itu, kan, asal-usulnya sangat jelas.
Dijamin halal dan tak ada ekses dikemudian hari “
Komeng merogoh saku jeansnya. Ia serahkan semua kembalian dari supir taksi. Menyerahkan ke Udin. Tapi, ketika Udin bergegas ingin mengambil, Komeng menarik tangannya.
“ Heiii, jangan tergesa-gesa begitu, friend..
Ingat, dari setiap rezeki yang kita peroleh
selalu tersimpan hak untuk orang miskin.
Kalau kau lupakan perintah Tuhan,
aku tak bersedia menanggung dosa kamu “
Baru Komeng menyerahkan uang di tangannya untuk Udin.
Tentu saja Udin begitu ikhlas menebar senyum.
“ Kalau saya tak segera mencari orang miskin, kamu pasti mengatakan, berbuat baik janganlah ditunda-tunda begitu, kan ?”
 Komeng tidak menyahut dengan kata kata. Tapi melepas senyum sembari memukul mukul bahu Udin.
“ Karena kebetulan aku lelah dan masih ngantuk, jangan  ganggu aku tidur, yaa? “ kata Komeng dengan penuh harap














Bersambung